logo2

ugm-logo

Siap Siaga Ajak Relawan Bencana di Jatim Cara Menyusun Produk Komunikasi

Jatim Newsroom - Siap Siaga, sebuah program Kemitraan Australia-Indonesia untuk Kesiapsiagaan Bencana, mengajak para relawan bencana di Jatim untuk pandai Menyusun produk komunikasi untuk memperkuat materi publikasi Bulan PRB Tahun 2025. Kegiatan yang berlangsung di Moven Pick Hotel, selama dua hari ini (3-4 Juni 2025) menghadirkan jurnalis, presenter dan produser Kompas sebagai pemateri. 

Saat membuka acara, Kepala Pelaksana BPBD Jatim, Gatot Subroto, berharap agar kegiatan ini dimanfaatkan oleh peserta secara maksimal, sehingga upaya mengedukasi dan menyosialisasikan terkait kebencanaan bisa mudah diterima dan dipahami oleh masyarakat. 

Pelatihan hari pertama sesi satu, menghadirkan Presenter Berita Kompas TV, Virgianty Kusumah, untuk memberikan materi terkait public speaking. Pada sesi kedua, hari pertama pelatihan, dihadirkan narasumber untuk materi Visual Storytelling dari Andri Setianto, dari Kompas.id. Pada sesi ini disampaikan bahwa story telling secara visual menjadi trend dan lebih menarik di era media social saat ini.

Pada hari kedua, dihadirkan pemateri, Agnes Theodora Wolkh Wagunu, seorang Jurnalis Harian Kompas, dengan Materi Belajar Menulis Ppopuler. Pada sesi ini peserta belajar mengenai cara menyusun naskah tulisan non ilmiah, dengan Bahasa sederhana dan komunikatif.  

Agnes menjelaskan tentang penulisan Siaran pers, yang merupakan tulisan yang ringkas, lugas dan langsung (straight to the point). Selain menerapkan enam prinsip penulisan jurnalistik 5 W (what, who, why, where dan when) dan 1 H (how), siaran pers harus menggunakan teknik piramida terbalik.

”Dengan menggunakan teknik ini, pembaca akan lebih mudah membaca konteks berita yang kita tulis sejak awal paragraf,” ujar Agnes.

Menurutnya, Siaran Pers harus diawali informasi terpenting dalam lead, kemudian dilanjut isi berita yang mengandung unsur 5W dan 1H, dan dilengkapi informasi tambahan di akhir berita.(ghu/red)

Bencana Banjir di Kaltim Juga Disebabkan Eksploitasi SDA Tanpa Pengawasan

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Syarifatul Sya’diah menyebut bencana banjir bukan sekadar akibat cuaca ekstrem, tetapi bentuk nyata dari ketidakadilan ekologis yang selama ini dibiarkan terjadi akibat eksploitasi sumber daya alam tanpa pengawasan lingkungan yang memadai.

“Setiap musim hujan tiba, warga yang tinggal di sekitar kawasan tambang harus hidup dalam kecemasan. Ini bukan semata bencana alam ini bencana sosial dan ekologis,” kata Syarifatul saat di temui di gedung utama B DPRD Kaltim, Senin (2/6/2025).

Syarifatul menggambarkan bagaimana kawasan-kawasan yang dulunya merupakan hutan lebat dan lahan resapan air kini telah berubah menjadi lubang-lubang raksasa bekas tambang.

Lubang-lubang itu, menurutnya, dibiarkan terbuka tanpa reklamasi, membuat air hujan tak lagi punya tempat untuk meresap.

“Ketika hujan deras datang, air tak lagi ditampung oleh tanah atau hutan yang dulu melindungi. Sekarang, ia mengalir deras dari permukaan tanah yang rusak, menenggelamkan rumah, sekolah, bahkan harapan,” ujarnya prihatin.

Ia menegaskan bahwa dirinya bukan anti-tambang, namun mendesak agar praktik pertambangan tidak boleh mengorbankan keselamatan dan kehidupan warga, terutama masyarakat kecil yang tinggal di sekitar lokasi tambang.

“Kita tidak menolak tambang. Tapi tidak boleh ada yang dikorbankan. Terutama masyarakat kecil yang tidak punya kuasa untuk melindungi ruang hidupnya sendiri. Banjir adalah alarm keras bahwa sistem pertambangan selama ini belum memihak rakyat,” tegas legislator asal Partai Golkar tersebut.

Menurut Syarifatul, negara tidak boleh terus berada di balik meja saja. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan pemerintah pusat  harus bergerak nyata melakukan pemulihan wilayah terdampak, memberikan kompensasi adil kepada korban, serta memperkuat regulasi lingkungan yang selama ini dinilai lemah dalam penegakannya.

“Kalau banjir terus terjadi karena daya rusak tambang, maka negara harus hadir untuk memulihkan hak-hak rakyat yang terampas. Ini soal keadilan, bukan sekadar administrasi,” ujarnya.

Syarifatul juga mengkritik praktik Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan tambang yang menurutnya masih bersifat seremonial dan hanya berhenti pada baliho atau kegiatan satu kali yang tidak berdampak panjang.

“CSR itu jangan hanya jadi alat branding perusahaan. Harus ada alokasi dana konkret untuk mitigasi bencana, rehabilitasi lingkungan, serta penguatan komunitas di sekitar tambang. Jangan biarkan masyarakat terus jadi korban berulang dari sistem yang tidak adil,” kata Syarifatul.

Lebih jauh, ia mendesak agar DPRD bersama pemerintah daerah segera memperkuat regulasi dan pengawasan terhadap perusahaan tambang, termasuk sanksi yang tegas bagi perusahaan yang abai terhadap kewajiban reklamasi atau tanggung jawab lingkungan lainnya.

“Kalau kita tidak memperkuat regulasi dan pengawasan hari ini, maka masa depan Kalimantan Timur akan dipenuhi luka-luka ekologis yang tak tersembuhkan. Kita bicara soal masa depan anak cucu kita,” pungkasnya.

More Articles ...