logo2

ugm-logo

Cegah Bencana Hidrometeorologi, Pemprov Sumsel Dorong Gerakan Tanam Pohon

Palembang - Wakil Gubernur Sumatera Selatan Cik Ujang ingin menggencarkan gerakan penanaman pohon. Salah satunya pada peringatan HUT ke-79 Provinsi Sumsel yang
penananamannya dipusatkan di Plaza Danau Jakabaring Palembang, Sabtu (17/5/2025).
"Aksi ini merupakan bagian dari komitmen menjaga kelestarian lingkungan dan mewujudkan Sumsel sebagai provinsi hijau, lestari, dan berkelanjutan," ujar Cik Ujang, Sabtu (17/5/2025).

Katanya, kegiatan penanaman pohon sesuai dengan tema HUT 2025 'Bersama Membangun Sumsel, Mari Bersinergi Mewujudkan Sumsel Maju Terus untuk Semua'. Selain sebagai bagian peringatan HUT, kegiatan ini juga menjadi komitmen pemprov terhadap pembangunan berwawasan lingkungan.

"Penanaman pohon ini bertujuan mengurangi dampak bencana hidrometeorologis seperti kekeringan, gagal panen, kesulitan air bersih, serta kebakaran hutan dan lahan," ujar Cik Ujang.

Menurutnya, bencana tersebut merupakan dampak dari perubahan iklim serta degradasi hutan dan lahan. Karena itu, penanaman pohon menjadi langkah strategis dalam upaya pemulihan lingkungan.

"Penanaman pohon tidak hanya menjaga fungsi lingkungan, tetapi juga meningkatkan kualitas udara. Satu pohon yang kita tanam diperkirakan mampu menghasilkan 1,2 kilogram oksigen per hari, sementara 1 orang hanya membutuhkan 0,75 kilogram oksigen. Artinya, satu pohon cukup untuk 2 orang," jelasnya.

Cik Ujang juga menegaskan bahwa kegiatan ini adalah bukti nyata komitmen pemprov mendukung pemulihan ekosistem hutan dan lahan di berbagai wilayah Sumsel.

"Kami mengajak seluruh pihak untuk aktif menanam pohon, tidak hanya di berbagai wilayah Sumsel sebagai upaya meningkatkan kualitas lingkungan dan kesejahteraan masyarakat," tukasnya.

sumber: https://www.detik.com

 

Menuju Indonesia Tangguh Bencana: Mengurai Risiko Hidrometeorologi dalam Bayang-Bayang Krisis Iklim Global

Dalam 24 jam terakhir, Indonesia kembali dikejutkan oleh serangkaian bencana hidrometeorologi yang melanda berbagai wilayah. Berdasarkan laporan harian BNPB (2025), tercatat 42 kejadian bencana-termasuk angin puting beliung, banjir, dan tanah longsor-yang berdampak langsung pada ribuan warga serta infrastruktur vital. Fenomena ini bukanlah kejadian insidental semata, melainkan bagian dari pola sistemik yang mencerminkan krisis iklim global yang semakin nyata, terutama di kawasan Asia Tenggara. Indonesia, sebagai negara kepulauan tropis terbesar di dunia, berada pada garis depan risiko tersebut.

Analisis Risiko dan Kerentanan

Laporan IPCC (2022) menegaskan bahwa Asia Tenggara mengalami peningkatan suhu rata-rata hingga 1,5 derajat C dibandingkan era pra-industri, diiringi lonjakan curah hujan ekstrem. Peningkatan ini memperbesar frekuensi serta intensitas bencana hidrometeorologi. Di tingkat nasional, data BMKG dan PVMBG menunjukkan bahwa urbanisasi tak terkendali, degradasi lingkungan, dan lemahnya tata kelola ruang memperparah kerentanan wilayah.

Kasus banjir di Ciamis, Bojonegoro, dan Cirebon, serta longsor di Purbalingga, menunjukkan bagaimana ekosistem yang rusak telah menjadi katalisator utama bencana. Kombinasi antara perubahan tutupan lahan, hilangnya vegetasi penyangga, dan keterbatasan infrastruktur memperbesar risiko sistemik yang sulit direspons secara cepat.

 

Peluang Adaptasi dan Mitigasi

Meski tantangan membesar, peluang untuk membangun ketangguhan tetap terbuka lebar. Indonesia telah merancang Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API), namun implementasinya masih belum optimal, terutama di tingkat daerah.

Kolaborasi antara BNPB, BMKG, BRIN, dan pemerintah daerah perlu diperkuat melalui integrasi sistem informasi berbasis data satelit dan teknologi penginderaan jauh yang dikembangkan LAPAN dan NASA Earth Observatory. Selain itu, pengembangan community-based early warning system terbukti berhasil menekan angka korban jiwa, sebagaimana dilaporkan oleh UNDRR dan ADPC.

Pemanfaatan teknologi mutakhir seperti AI dan IoT dalam pemantauan cuaca dan manajemen evakuasi juga membuka jalan baru menuju sistem respons bencana yang lebih adaptif dan presisi.

Dampak Ekonomi dan Sosial

Menurut World Bank (2023), kerugian ekonomi akibat bencana di Indonesia mencapai lebih dari USD 2 miliar per tahun. Namun angka tersebut belum mencerminkan kerugian sosial jangka panjang: kehilangan mata pencaharian, gangguan pendidikan, penurunan kualitas kesehatan, hingga potensi konflik sosial.

Di Trenggalek, bencana banjir dan longsor bahkan menyebabkan korban jiwa, mengisolasi desa-desa, dan mengguncang kestabilan ekonomi lokal. Tanpa langkah cepat dan terkoordinasi, proyeksi dampak bisa meningkat secara eksponensial di masa depan.

sumber:

https://www.kompasiana.com/

More Articles ...