logo2

ugm-logo

Blog

Embung Hati untuk Menjaga Kawasan Jagakarsa dari Banjir

Kepala Suku Dinas Sumber Daya Air Jakarta Selatan Holi Susanto mengatakan, saat ini pihaknya tengah menyelesaikan pembangunan embung di Jalan Aselih, Cipedak, Jagakarsa. Embung itu bakal menjaga kawasan Jagakarsa dari banjir di musim penghujan ini.

"Embung ini sudah ada sejak dulu dan dengan ditatanya embung diharapkan air Kali Krukut yang saat hujan debit airnya tinggi dan limpas, bisa tertampung," kata Holi kepada Kompas.com, Kamis (6/12/2018).

Menurut Holi, ketinggian Jalan Aselih dan sekitarnya cukup rendah. Sehingga kita hujan, kawasan ini kerap tergenang dan membanjiri permukiman RT 12 RW 01 Cipedak. Embung ini lama tak berfungsi mengurangi banjir lantaran banyak sampah. Warga kerap membuang sampah ke dalam embung. Selain menimbulkan penyakit, kondisi ini menyumbat air dari Kali Krukut.

"Dengan adanya pembuatan inlet dan outlet serta pintu air, maka sirkulasi embung akan lebih baik," kata Holi. Selain itu, waduk akan dilengkapi dengan taman dan jogging track. Harapannya, embung ini juga dapat jadi ruang publik warga sekitar.

"Embung ini jika dilihat dari atas akan membentuk hati, bukan rekayasa, tapi alam yang membentuknya. Kami turap sehingga kelihatan bentuk hatinya," ujar Holi.

Embung ini akan dinamai Embung Cinta Aselih. Luasnya 3.695 meter persegi dengan daya tampung 16.000 meter kubik. Pembangunan yang dimulai sejak 13 September 2018, ditargetkan selesai di 15 Desember 2018.

sumber: Kompas.com

Polri Akan Susun SOP Penanganan Bencana

Wakil Operasi Kepolisan Terpusat (Wakaopspus) Aman Nusa II Tahun 2018 Irjen (Pol) Sudjarno mengatakan, pihaknya telah melakukan analisa dan evaluasi soal penanganan bencana alam yang selama ini dilakukan.

Sudjarno mengatakan, Kepolisian telah berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk membuat kelompok kerja (pokja) penanganan bencana. Menurut Sudjarno, penanganan bencana selama ini sudah berjalan baik. Namun, dari evaluasi yang dilakukan, ada sejumlah hal yang harus menjadi catatan.
Pertama, harus ada standar operasional prosedur (SOP) mengenai sinergitas dan koordinasi ""Belum ada (SOP), ini yang sedang kami bahas,” kata Sudjarno, di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Rabu (5/12/2018).

Selain itu, perlu dilakukan pembenahan sumber daya manusia di internal Polri agar siap diturunkan ketika terjadi bencana. "Ketika pengalaman (gempa bumi) di Palu misalnya. Dalam kondisi tersebut Polda Sulawesi Tengah di satu sisi harus melakukan perlindungan pertolongan, di sisi lain juga kena musibah,” kata Sudjarno.

Ia menyebutkan, selama ini Polri turut membantu penanganan bencana di sejumlah lokasi di Indonesia, seperti saat gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat, beberapa waktu lalu. Demikian pula saat gempa dan tsunami terjadi di Palu, Donggala, dan sejumlah wilayah di Sulawesi Tengah, dan musibah jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 di Perairan Kerawang, Jawa Barat. Catatan lainnya, perlu peningkatan aspek keamanan di daerah yang dilanda bencana.

"Kita tahu di Palu-Donggala terjadi penjarahan, menjadi evaluasi, Satgas (Satuan Tugas) kami memang ada Operasi Aman II, salah satunya penegakan hukum,” ujar Sudjarno.

sumber: Kompas.com

Ribuan Rumah di 9 Desa Cilacap Terendam Banjir

Banjir di Sidareja Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Cilacap - Sukarjono Paslah (60) membungkukkan badannya. Cucu lelakinya, spontan saja segera naik ke pundak kakeknya. Lantas ia tertatih menerabas banjir setinggi paha.

Sebenarnya, warga RT 1/1 Desa Tegalsari Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah ini pagi tadi mengendarai sepeda motor ketika mengantar cucunya. Apes, mesinnya mati ketika ia mengantar cucunya yang masih TK ini.

Genangan banjir terlalu dalam untuk dilalui mesin sepeda motor yang ringkih. Karenanya, sepeda motor itu ditinggal di bengkel.

Hujan lebat dua hari terakhir memicu banjir di Tegalsari dan beberapa desa lain di sekitarnya. Dan rumah Karjono, berada di wilayah yang sangat rawan terendam lantaran berdekatan dengan bantaran sungai Kali Dawa dan Cibeureum.

Banjir disebabkan oleh meluapnya sungai yang alirannya semakin dangkal. Akibat banijir, sebagian warga sudah mengungsi. Akan tetapi, lainnya, seperti keluarganya masih bertahan di rumah.

Dia mengatakan air mulai naik ke halaman rumah sejak Selasa malam. Kemudian, Rabu dinihari, air mulai masuk ke dalam rumah.

Saat ini, rendaman air di dalam rumah berkisar 30-50 centimeter, adapun di halaman atau pekarangan rumah, banjir mencapai ketinggian antara 1 – 1,4 meter.

sumber: liputan6

Usaid Apik resmikan sistem peringatan dini banjir

Usaid Apik resmikan sistem peringatan dini banjir

Mojokerto (ANTARA News) - Usaid Adaptasi Perubahan Iklim dan Ketangguhan (Usaid Apik) bersama Kelompok Siaga Bencana Desa Kalikatir, Dilem, dan Begaganlimo meresmikan sistem peringatan dini (early warning system) banjir berbasis komunitas yang dipasang di sekitar Sungai Klorak, Kecamatan Gondang, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.

Ardanti Sutarto selaku Manajer Regional Jawa Timur Program USAID APIK, Rabu menjelaskan, pihaknya terus berupaya untuk mengimplementasikan aksi adaptasi dan pengurangan risiko bencana di wilayah kerjanya termasuk di Kecamatan Gondang, Mojokerto.

"Dalam pelaksanaan kegiatan, kami melibatkan masyarakat, pemerintah desa, dan BPBD agar timbul rasa kepemilikan sehingga keberlanjutan aksi tersebut lebih terjamin. Kamipun berharap agar daerah lain dapat mereplikasi sehingga pada akhirnya, ketangguhan masyarakat pun meningkat," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Mojokerto, Puji Andriati mengatakan, sistem peringatan dini akan membantu masyarakat di ketiga desa untuk lebih siap siaga dalam menghadapi banjir bandang.

Di samping peluncuran sistem peringatan dini, simulasi bencana banjir bandang juga digelar bersama masyarakat.

 "Di musim penghujan seperti sekarang, Kabupaten Mojokerto berpotensi terkena banjir bandang dan tanah longsor, oleh karena itu kami mendukung upaya APIK, karena sistem peringatan dini dapat mengurangi dampak dan kerugian yang dialami masyaraka," ujarnya.

BPBD juga mendorong masyarakat untuk merawat dan melakukan pengawasan bersama agar sistem dapat terus bermanfaat. Tentunya, masyarakat perlu mendapat pelatihan khusus, sehingga dapat mengatasi permasalahan teknis yang mungkin terjadi.

Ia menjelaskan, pemasangan sistem peringatan dini di tepi Sungai Klorak diawali dengan Kajian Kerentanan dan Risiko Iklim yang dilakukan USAID APIK bersama BPBD, pihak swasta, warga, dan Kelompok Kerja Adaptasi Perubahan Iklim dan Pengurangan Risiko Bencana (API-PRB).

Dari kajian tersebut, diketahui desa-desa yang berada di pinggir Sungai Klorak yakni Desa Kalikatir, Dilem, dan Begaganlimo rentan terhadap banjir dan longsor.

Hal ini terbukti dari kejadian banjir yang menimpa Desa Kalikatir pada 26 Maret 2017, di mana desa yang berada di area lebih rendah dibandingkan Begaganlimo dan Dilem ini diterjang banjir bandang setelah hujan turun terus-menerus selama dua jam.

Sistem peringatan dini yang dipasang memiliki keunggulan antara lain transfer data dari sensor sistem ke gateway menggunakan teknologi Lo-Ra (long range), yang memungkinkan pengiriman dan penerimaan data dengan jangkauan luas tanpa memerlukan jaringan seluler.

Selain menghemat biaya karena tidak perlu membayar biaya jaringan seluler, Lo-Ra juga lebih memadai untuk daerah terpencil. Di samping itu, perangkat dibuat dengan basis open source dan menggunakan komponen yang mudah ditemui di pasar, sehingga lebih mudah dibuat ulang.

Di sisi lain, anggota Kelompok Siaga Bencana (KSB) Eko Ferino mengatakan, ini merupakan kali pertama pihaknya mendapat penguatan tentang kesiapsiagaan bencana.

"Sebagai anggota KSB kami bertanggung jawab menjadi penggerak utama dalam aksi pengurangan risiko bencana dan juga saat bencana terjadi. Di KSB juga terdapat penanggung jawab yang bertugas menyampaikan informasi terkait situasi yang berpotensi bencana ke kepala desa dan masyarakat," katanya

sumber: antara

Atasi Masalah Banjir, Kolam Retensi Akan Dibangun Di Tujuh Titik

Atasi Masalah Banjir, Kolam Retensi Akan Dibangun Di Tujuh Titik

Kolam retensi menjadi salah satu upaya Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam mengatasi masalah banjir musiman. Dua kolam yang tengah dibangun yakni Gedebage dan Cieunteung ternyata belum cukup untuk mengatasi banjir, perlu ditambah di lima titik lainnya.

Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWS Citarum), Bob Arthur Lombogia, menyebut dua kolam retensi yang tengah dibangun ini perlu tambah untuk memaksimalkan upaya mengatasi banjir di Bandung Raya maupun Jawa Barat. Tentunya lokasi tersebut harus melalui pembebasan tanah terlebih dahulu.

"Ada tujuh titik, itu lahan harus dibebaskan. Untuk sementara ada lokasi-lokasi yang dipilih. Prioritas daerah paling dekat dengan lokasi banjir, yakni daerah Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung," kata Bob di Bandung, Senin (3/12).

Saat ini konsultan tengah melakukan feasibility study (FS) untuk menentukan lokasi yang tepat untuk dibangun kolam retensi lainnya. Namun pastinya yang paling tepat adalah di wilayah yang lokasinya dekat dengan banjir.

Sebagaimana diketahui, kolam retensi akan ditempatkan di daerah Dayeuhkolot dan Baleendah karena potensi-potensi yang dipunyainya secara topografi. "Karena kalau ada genangan itu cepat sampai ke kolam dan dialirkan (dipompa) ke sungai Citarum," ucapnya.

Dua kolam retensi yang tengah dibangun untuk mengentaskan banjir di Bandung Raya yakni Gedebage dan Cieunteung. Menurut Bob, Cieunteung akan rampung pada 2019 mendatang. Karena saat ini sudah mencapai 97 persen pengerjaanya.

Ada empat pompa di Cieunteung kapasitas 12,5 meter kubik air per detik yang dapat dioperasikan, namun kini belum difungsikan. Selain itu dapat membuang aliran air dari Dayeuhkolot, sehingga air yang tergenang dia akan berkurang dan cepat surut.

"Selama Desember kita kebut Gedebage dan Cieunteung. Kalau Rancaekek masih terkendala pemebebasan tanah," pungkasnya. 

sumber: JawaPos.com