logo2

ugm-logo

Apa Penyebab Gempa M 7,5 Taiwan yang Picu Tsunami? Ini Penjelasan BMKG

Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap penyebab dari gempa Magnitudo (M) 7,5 yang mengguncang Taiwan pada pagi hari Rabu (3/4/2024).

Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono mengatakan gempa Taiwan tersebut dipicu oleh aktivitas subduksi lempeng di Palung Ryukyu yang mempunyai mekanisme sesar naik.

"Dampak gempa ini dilaporkan menimbulkan kerusakan sedang hingga berat hingga mencapai skala intensitas VII-VIII MMI di berbagai tempat dekat pusat gempa," ujarnya, dilansir dari detikNews, Kamis (4/4/2024).

Diketahui, gempa Taiwan ini terjadi pukul 09.00 waktu setempat. Sumber gempa berada di laut pada koordinat 23,80° LU 121,67° BT dengan kedalaman 11 km.

Gempa Taiwan ini diyakini sebagai gempa terbesar yang terjadi di negara tersebut sejak gempa pada 1999. Hal ini dikarenakan negara Taiwan terletak di sepanjang 'Cincin Api' Pasifik' yang merupakan tempat gempa bumi sering terjadi.

Dampak Gempa Taiwan M 7,5

Lebih lanjut Daryono menuturkan dari data Pacific Tsunami Warning Center (PTWC) gempa Taiwan ini menyebabkan tsunami lokal di wilayah Taiwan hingga ke beberapa negara terdekatnya. Sementara dari catatan tide gauge Chenggong, gempa ini menimbulkan tsunami hingga Jepang.

Tsunami tersebut mencapai 12 cm di Ishigakijima (Jepang) dan Longdong (Taiwan) dengan ketinggian 21 cm. Selain itu, gempa Taiwan ini membuat operasional Bandara Naha di Okinawa (Jepang) terganggu.

"Penerbangan dihentikan di bandara utama di wilayah selatan Jepang, Okinawa, pada hari Rabu karena peringatan tsunami yang dipicu oleh gempa bumi di Taiwan," terang seorang pejabat pemerintah setempat dilansir AFP, Kamis (4/4/2024).

Meski memicu tsunami di negara lain, Daryono memastikan dampaknya tak akan sampai ke Indonesia. Gempa hanya menimbulkan tsunami kecil di laut sekitar Taiwan.

"Berdasarkan hasil pemodelan tsunami dan analisis yang dilakukan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), gempa bumi Taiwan ini menimbulkan tsunami kecil di laut Taiwan dan sekitarnya tetapi tidak berdampak signifikan hingga di wilayah Indonesia," jelasnya.

Dayono mengimbau masyarakat untuk tidak mudah percaya dengan berita hoax. Ia mengajak masyarakat untuk tetap tenang sembari memantau informasi resmi dari BMKG secara berkala.

"Oleh karena itu masyarakat dihimbau untuk tetap tenang dan tidak percaya dengan berita bohong (hoax) atau informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya," imbaunya.

 

Mitigasi dan Gempa Taiwan

Pada Rabu (3/4/2024), Taiwan diguncang gempa bermagnitudo 7,2. Disebutkan ada sembilan korban meninggal dan lebih dari 900 orang terluka. Namun, diyakini akan lebih banyak lagi korban jatuh jika mitigasi tak disiplin dijalankan.

Mitigasi adalah tindakan untuk meminimalkan korban dan kerusakan akibat satu bencana. Latihan mencari perlindungan di tempat yang dipandang lebih aman, seperti berlindung di bawah meja, atau saat menghadapi tsunami mencari tempat tinggi, adalah contohnya.

Pada tahap awal, mengamankan wilayah rawan gempa dari permukiman juga bisa diusahakan. Simpati kita untuk Taiwan yang saat ini masih terus mengupayakan penemuan korban yang terjebak di bawah 26 bangunan yang runtuh sebagian atau miring, khususnya di wilayah Hualien yang merupakan lokasi pusat gempa.

Disiplin Taiwan dalam mitigasi gempa tak bisa dilepaskan dari trauma akibat gempa besar tahun 1999. Pada waktu itu terjadi gempa chi-chi atau jiji yang berkekuatan magnitudo 7,6, menghancurkan Nantou. Korban tewas saat itu 2.400 orang. Bangunan yang rusak atau hancur tak kurang dari 50.000 unit.

Pemerintah Taiwan pun mengambil langkah mengedukasi masyarakat tentang bahaya Patahan Chelungpu yang setiap waktu mengancam Taiwan. Edukasi warga tentang bahaya gempa juga direspons positif mengingat Taiwan pada dasarnya merupakan wilayah yang kenyang menghadapi gempa. Taiwan berada di atas cincin api, garis patahan seismik yang mengelilingi Samudra Pasifik. Sejak tahun 1980, Taiwan diguncang sekitar 2.000 gempa bermagnitudo di atas 4,0, sesuai catatan Lembaga Survei Geologi Amerika Serikat (USGS).

Atas dasar kenyataan itu, Pemerintah Taiwan mengambil langkah yang ketat dalam menghadapi gempa. Hasilnya, menurut Profesor Stephen Gao dari Missouri University of Science Taiwan, menjadi salah satu yang terbaik di dunia. Regulasi bangunan sangat ketat, sistem peringatan dini andal, dan sosialisasi mitigasi gempa dilakukan masif. Diakui, upaya mitigasi membuat pendirian bangunan menjadi sangat mahal. Namun, tak ada cara lain jika pilihannya adalah aman, selamat, atau terkubur di bawah reruntuhan bangunan tinggi.

Setiap kali ada bencana di satu tempat di dunia, sedikitnya ada dua hal yang dapat kita petik pelajarannya. Pertama, tentu menyampaikan simpati. Jika bisa mengulurkan pertolongan kemanusiaan. Kedua, kita simak bagaimana suatu negara, terutama yang ahli dalam penanganan bencana, seperti Taiwan, meminimalkan dampak bencana.

Indonesia, yang juga terletak di wilayah cincin api, memiliki pekerjaan rumah yang serupa dengan Taiwan, tetapi dalam skala yang lebih besar. Politisi dan elite negeri tidak lagi cukup bicara tentang politik praktis bagi-bagi kekuasaan. Masalah mendesak lain, seperti mitigasi bencana dan pemanasan global, harus menjadi salah satu agenda fokus politiknya.

More Articles ...