logo2

ugm-logo

Blog

Mitigasi dan Deteksi Dini Kebencanaan Harus Dioptimalkan

SRAGEN – Jajaran Komisi E terus memantau ke berbagai daerah di Jawa Tengah terkait kesiapsiagaan mengatasi kebencanaan di kabupaten/kota. Untuk itu diharapkan mitigasi atau deteksi dini terhadap bencana dioptimalkan. Hal tersebut disampaikan anggota Komisi E Ahmad Ridwan saat di Kantor BPBD Sragen, Jumat (4/11/2022).

Dikatakannya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) merupakan ujung tombak dalam penanganan kebencanaan di daerah. Oleh karenanya deteksi dini sangatlah penting.

“Penanganan bencana, BPBD mengonsolidasikan kepada OPD terkait supaya benar-benar optimal,” ungkap Politikus PDI-P itu.

Selain itu diungkapkannya dalam salah satu peran penanganan deteksi dini kebencanaan daerah perlu ada political will dari kepala daerah. Dengan demikian dapat memudahkan dalam berkoordinasi dan berkomunikasi dengan satuan kerja dibawahnya.

“Dengan begitu, kendala-kendala baik teknis maupun nonteknis bisa langsung diberikan solusi terbaik,” imbuhnya.

Hal berikutnya adalah menyiapkan desa tanggap bencana. Tujuan pengembangan desa tangguh bencana (Destana) adalah agar masyarakat desa di sekitar kawasan rawan bencana bisa terlindungi dari dampak merugikan lainnya.

Dengan begitu, warga desa diharapkan mampu mengkaji, menganalisa, menangani, membantu, mengevaluasi dan mengurangi risiko-risiko bencana yang ada di wilayah mereka dengan memanfaatkan sumber daya lokal.

Kepala BPBD Jateng, Bergas C Penanggungan mendukung kab/kota terus menambah Destana pada daerah rawan bencana agar dapat meminimalisir dampaknya.

“Masyarakat harus paham akan bencana, maka kawan-kawan sukarelawan dan BPBD jadi yang pertama hadir. Setiap bencana memiliki dampak yang berbeda-beda, jadi bantuan logistik dari BPBD dapat langsung didistribusikan. Nah, kami nanti support untuk bantuan tersebut,” katanya

Kepala BPBD Sragen Agus Cahyono mengungkapkan pihaknya telah mengantisipasi beberapa potensi bencana di wilayahnya. Serta dari 120 desa, sudah terbentuk sekitar 30an Desa Tanggap Bencana.

“Dalam proses penanganan kebencanaan, komunikasi dan koordinasi terus kita jalin dengan OPD terkait kebutuhan logistik, kemudian juga ke Sekda selaku pemberi komando. Bencana angin kencang beberapa waktu terakhir sering terjadi di sini. sebagian sudah dapat kami petakan. Ormas-ormas telah kami gandeng untuk menjadi sukrelawan yang siaga 24/7, jadi kami juga sudah mengantisipasinya. Namun untuk destana kami masih sangat membutuhkan support supaya desa-desa lainnya dapat menjadi desa tanggap bencana juga,” katanya.(amin/priyanto)

Apa Itu Mitigasi beserta Tujuan dan Contohnya

Merdeka.com - Secara geologis, letak Indonesia berada di pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik. Ditambah lagi dengan julukan ring of fire, atau Lingkaran Api Pasifik. Kedua hal tersebut yang menjadikan Indonesia sering mengalami bencana.

Maka dari itu, sudah sewajarnya jika negara kita memiliki cara memanajemen bencana guna mengawasi dan menanggulangi bencana. Salah satu cara untuk menanggulangi bencana tersebut adalah dengan mitigasi.

taboola mid article

Apa itu mitigasi? Menjawab pertanyaan apa itu mitigasi, Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana telah menjelaskan pengertian mitigasi. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Untuk menjawab apa itu mitigasi, tentu tidak cukup hanya dengan penjelasan tentang pengertiannya saja. Berikut ini, kami rangkum dari bpbd.karanganyarkab.go.id dan mitigationguide.org, penjelasan tentang apa itu mitigasi, beserta tujuan dan juga fungsinya.

Apa Itu Mitigasi?

Mitigasi adalah tindakan berkelanjutan yang diambil untuk mengurangi atau menghilangkan risiko jangka panjang terhadap kehidupan dan properti dari bahaya. Singkatnya, apa itu mitigasi sendiri merupakan salah satu cara dalam menanggulangi bencana.

Setelah memahami dengan baik apa itu mitigasi, selanjutnya kita akan membahas apa tujuan dari mitigasi bencana dan juga contoh mitigasi bencana.

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Bencana berdasarkan sumbernya dibagi menjadi tiga, yaitu:

  • Bencana alam, adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa/serangkaian peristiwa oleh alam
  • Bencana nonalam, adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa/serangkaian peristiwa nonalam
  • Bencana sosial, adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa/serangkaian peristiwa oleh manusia

Bencana alam juga dapat dikelompokkan sebagai berikut:

  • Bencana alam meteorologi (hidrometeorologi). Berhubungan dengan iklim. Umumnya tidak terjadi pada suatu tempat yang khusus
  • Bencana alam geologi. Adalah bencana alam yang terjadi di permukaan bumi seperti gempa bumi, tsunami, dan longsor

Mitigasi Bencana

Tujuan mitigasi bencana

  • Mengurangi dampak yang ditimbulkan, khususnya bagi penduduk
  • Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan
  • Meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam menghadapi serta mengurangi dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan aman

Beberapa kegiatan mitigasi bencana di antaranya:

  • pengenalan dan pemantauan risiko bencana;
  • perencanaan partisipatif penanggulangan bencana;
  • pengembangan budaya sadar bencana;
  • penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana;
  • identifikasi dan pengenalan terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana;
  • pemantauan terhadap pengelolaan sumber daya alam;
  • pemantauan terhadap penggunaan teknologi tinggi;
  • pengawasan terhadap pelaksanaan tata ruang dan pengelolaan lingkungan hidup

Berdasarkan siklus waktunya, kegiatan penanganan bencana dapat dibagi 4 kategori:

  1. kegiatan sebelum bencana terjadi (mitigasi)
  2. kegiatan saat bencana terjadi (perlindungan dan evakuasi)
  3. kegiatan tepat setelah bencana terjadi (pencarian dan penyelamatan)
  4. kegiatan pasca bencana (pemulihan/penyembuhan dan perbaikan/rehabilitasi)

Contoh Mitigasi Bencana

Mitigasi Bencana Tsunami
Mitigasi bencana tsunami adalah sistem untuk mendeteksi tsunami dan memberi peringatan untuk mencegah jatuhnya korban.
Ada dua jenis sistem peringatan dini tsunami, yaitu:

  • Sistem peringatan tsunami internasional
  • Sistem peringatan tsunami regional

Mitigasi Bencana Gunung Berapi

  • Pemantauan aktivitas gunung api. Data hasil pemantauan dikirim ke Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) di Bandung dengan radio komunikasi SSB.
  • Tanggap darurat
  • Pemetaan, peta kawasan rawan bencana gunung berapi dapat menjelaskan jenis dan sifat bahaya, daerah rawan bencana, arah penyelamatan diri, pengungsian, dan pos penanggulangan bencana gunung berapi.
  • Penyelidikan gunung berapi menggunakan metode geologi, geofisika, dan geokimia
  • Sosialisasi, yang dilakukan pada pemerintah daerah dan masyarakat

Mitigasi Bencana Gempa Bumi
Sebelum Gempa

  • Mendirikan bangunan sesuai aturan baku (tahan gempa)
  • Kenali lokasi bangunan tempat Anda tinggal
  • Tempatkan perabotan pada tempat yang proporsional
  • Siapkan peralatan seperti senter, P3K, makanan instan, dll
  • Periksa penggunaan listrik dan gas
  • Catat nomor telepon penting
  • Kenali jalur evakuasi
  • Ikuti kegiatan simulasi mitigasi bencana gempa

Ketika Gempa

  • Tetap tenang
  • Hindari sesuatu yang kemungkinan akan roboh, kalau bisa ke tanah lapang
  • Perhatikan tempat Anda berdiri, kemungkinan ada retakan tanah
  • Turun dari kendaraan dan jauhi pantai.

Setelah Gempa

  • Cepat keluar dari bangunan. Gunakan tangga biasa
  • Periksa sekitar Anda. Jika ada yang terluka, lakukan pertolongan pertama.
  • Hindari bangunan yang berpotensi roboh.

Mitigasi Tanah Longsor

  • Hindari daerah rawan bencana untuk membangun pemukiman
  • Mengurangi tingkat keterjalan lereng
  • Terasering dengan sistem drainase yang tepat
  • Penghijauan dengan tanaman berakar dalam
  • Mendirikan bangunan berfondasi kuat
  • Penutupan rekahan di atas lereng untuk mencegah air cepat masuk
  • Relokasi (dalam beberapa kasus)

Mitigasi Banjir
Sebelum Banjir

  • Penataan daerah aliran sungai
  • Pembangunan sistem pemantauan dan peringatan banjir
  • Tidak membangun bangunan di bantaran sungai
  • Buang sampah di tempat sampah
  • Pengerukan sungai
  • Penghijauan hulu sungai

Saat Banjir

  • Matikan listrik
  • Mengungsi ke daerah aman
  • Jangan berjalan dekat saluran air
  • Hubungi instansi yang berhubungan dengan penanggulangan bencana

Setelah Banjir

  • Bersihkan rumah
  • Siapkan air bersih untuk menghindari diare
  • Waspada terhadap binatang berbisa atau penyebar penyakit yang mungkin ada
  • Selalu waspada terhadap banjir susulan

Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto mengimbau ribuan praja utama Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) tidak hanya bersikap reaktif saat terjadinya bencana. "Seperti dikatakan Presiden Joko Wid

Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto mengimbau ribuan praja utama Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) tidak hanya bersikap reaktif saat terjadinya bencana.

"Seperti dikatakan Presiden Joko Widodo bahwa pencegahan bencana adalah upaya utama, namun bukan berarti aspek yang lain dalam manajemen bencana tidak kita perhatikan. Tapi, juga jangan sampai kita hanya bersifat reaktif saat bencana terjadi," ujar Suharyanto dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Rabu.

Kepada 3.622 praja utama IPDN, Suharyanto mengatakan Indonesia kerap dianologikan sebagai supermarket bencana, segala bencana ada di Indonesia. Bencana yang paling tinggi frekuensi kejadiannya adalah hidrometeorologi basah.

Pada kuliah umum dengan tema “Strategi Pencegahan dan Penanggulangan Bencana Nasional” di Balairung Jenderal Rudini IPDN Kampus Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Selasa (1/11), Suharyanto menjelaskan, menurut World Bank, Indonesia adalah satu dari 35 negara dengan tingkat potensi risiko bencana paling tinggi di dunia.

Sejarah Pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada tahun 2008, saat itu terjadi gempa berturut-turut, gempa di Aceh dan Padang, namun tidak ada badan yang langsung mengkoordinasi penanggulangan bencana tersebut.

Kemudian, dibentuk lah BNPB langsung di bawah Presiden, sesuai amanat UU No 24/2007, di tingkat pusat BNPB di bawah presiden, sedangkan di daerah dibentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

"Untuk BPBD Provinsi di bawah gubernur, BPBD Kabupaten di bawah bupati dan BPBD Kota di bawah wali kota. Penanganan bencana yang relatif kecil dapat di tangani oleh BPBD, bila eskalasinya besar, dapat ditarik ke BNPB. Fungsi BNPB mendampingi dan membantu dari peralatan, anggaran, perbantuan personel BPBD dalam penanggulangan bencana,” ujar Suharyanto.

Suharyanto menjelaskan pentingnya mitigasi berbasis vegetasi, penanaman vegetasi (pohon keras) sebagai mitigasi jangka panjang penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Sebagai contoh, pohon Laban dan Mimba memiliki daya tahan yang kuat meskipun terbakar api, sehingga menghambat api meluas saat terjadi karhutla. Tanaman Vetiver sebagai mitigasi banjir dan longsor, akarnya kuat dan bisa tumbuh hingga enam meter dapat memitigasi longsor dan banjir, terutama di lereng dengan kemiringan lebih dari 30 derajat.

Suharyanto mengingatkan terkait bencana non-alam, pandemi COVID-19 memang sudah mulai mereda, namun adanya varian baru dari pandemi COVID-19 perlu diwaspadai.

Untuk menghindari penularan COVID-19, lawan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan harus menjadi budaya dan kebiasaan. Satgas Nasional COVID-19 bersama media akan terus mendorong sosialisasi PHBS kepada masyarakat.

Kepala BNPB imbau praja IPDN tidak hanya reaktif saat bencana

Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto mengimbau ribuan praja utama Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) tidak hanya bersikap reaktif saat terjadinya bencana.

"Seperti dikatakan Presiden Joko Widodo bahwa pencegahan bencana adalah upaya utama, namun bukan berarti aspek yang lain dalam manajemen bencana tidak kita perhatikan. Tapi, juga jangan sampai kita hanya bersifat reaktif saat bencana terjadi," ujar Suharyanto dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Rabu.

Kepada 3.622 praja utama IPDN, Suharyanto mengatakan Indonesia kerap dianologikan sebagai supermarket bencana, segala bencana ada di Indonesia. Bencana yang paling tinggi frekuensi kejadiannya adalah hidrometeorologi basah.

Pada kuliah umum dengan tema “Strategi Pencegahan dan Penanggulangan Bencana Nasional” di Balairung Jenderal Rudini IPDN Kampus Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Selasa (1/11), Suharyanto menjelaskan, menurut World Bank, Indonesia adalah satu dari 35 negara dengan tingkat potensi risiko bencana paling tinggi di dunia.

Sejarah Pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada tahun 2008, saat itu terjadi gempa berturut-turut, gempa di Aceh dan Padang, namun tidak ada badan yang langsung mengkoordinasi penanggulangan bencana tersebut.

Kemudian, dibentuk lah BNPB langsung di bawah Presiden, sesuai amanat UU No 24/2007, di tingkat pusat BNPB di bawah presiden, sedangkan di daerah dibentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

"Untuk BPBD Provinsi di bawah gubernur, BPBD Kabupaten di bawah bupati dan BPBD Kota di bawah wali kota. Penanganan bencana yang relatif kecil dapat di tangani oleh BPBD, bila eskalasinya besar, dapat ditarik ke BNPB. Fungsi BNPB mendampingi dan membantu dari peralatan, anggaran, perbantuan personel BPBD dalam penanggulangan bencana,” ujar Suharyanto.

Suharyanto menjelaskan pentingnya mitigasi berbasis vegetasi, penanaman vegetasi (pohon keras) sebagai mitigasi jangka panjang penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Sebagai contoh, pohon Laban dan Mimba memiliki daya tahan yang kuat meskipun terbakar api, sehingga menghambat api meluas saat terjadi karhutla. Tanaman Vetiver sebagai mitigasi banjir dan longsor, akarnya kuat dan bisa tumbuh hingga enam meter dapat memitigasi longsor dan banjir, terutama di lereng dengan kemiringan lebih dari 30 derajat.

Suharyanto mengingatkan terkait bencana non-alam, pandemi COVID-19 memang sudah mulai mereda, namun adanya varian baru dari pandemi COVID-19 perlu diwaspadai.

Untuk menghindari penularan COVID-19, lawan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan harus menjadi budaya dan kebiasaan. Satgas Nasional COVID-19 bersama media akan terus mendorong sosialisasi PHBS kepada masyarakat.

BNPB: Program penanggulangan bencana belum jadi prioritas di daerah

Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menilai program penanggulangan bencana (PB) belum menjadi prioritas di daerah.

Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Raditya Jati dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu, mengungkap perlunya integrasi sistem evaluasi penyelenggaraan PB, dan berbagai permasalahan kelembagaan PB di daerah.

“Semangat resiliensi berkelanjutan dari komitmen global harus dapat diimplementasikan sampai tingkat lokal sesuai arahan Presiden RI saat penyelenggaraan Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022”, ujar Raditya.

Saat membahas isu kebencanaan di tingkat daerah di kantor Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Jakarta Selatan, pada Selasa (1/11), Raditya juga mengungkapkan local wisdom, atau kearifan lok dalam pengelolaan risiko bencana yang ada di setiap daerah menjadi aset penting untuk membangun kapasitas PB di daerah serta mendorong penganggaran untuk upaya pada fase prabencana, bukan hanya pada tanggap darurat bencana.

Sementara itu, Direktur Pengembangan Strategi BNPB Agus Wibowo dalam kesempatan audiensi menyampaikan harapannya agar Dokumen Rencana Induk Penanggulangan Bencana (RIPB) yang telah ditetapkan menjadi Perpres No.87/2020 dapat dimuat dalam dokumen perencanaan pembangunan tingkat pusat dan perencanaan daerah RPJPD dan RPJMD.

Hal tersebut dimaksudkan agar pemerintah daerah mendapatkan alokasi anggaran untuk implementasinya.

“Kita sudah memiliki pedoman untuk integrasinya. Pedoman ini akan kita sosialisasikan kepada 34 provinsi. Kami berharap nanti dari Kemendagri juga dapat mendukung," ujar Agus.

Di sisi lain, Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana BNPB, Udrekh menyampaikan tantangan yang dihadapi sampai saat ini yaitu masih ada 100 lebih daerah yang belum memiliki peta kawasan rawan bencana (KRB) akibat tidak adanya anggaran.

“Saat ini kita juga berupaya untuk mengeluarkan indeks risiko bencana Indonesia (IRBI) yang biasa dikeluarkan di awal tahun, rencananya akan dikeluarkan di akhir tahun agar dapat dimanfaatkan untuk mendukung kinerja pemerintah daerah,” kata Udrekh.

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Ditjen Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Sri Purwaningsih dalam tanggapannya menyampaikan urusan kebencanaan di daerah masih sering ditemui. Seperti pemahaman substansi PB yang masih kurang, ketidakpahaman terkait kewenangan urusan pemerintahan daerah, dan banyak BPBD yang masih sekedar menjalankan tugas business as usual.

“Perlu ada penguatan untuk pemerintah daerah, khususnya untuk BPBD dalam implementasi tugas dalam langkah yang nyata," ungkap Purwaningsih.

Pada akhir kegiatan, BNPB dan Kemendagri sepakat untuk saling berkolaborasi dalam penguatan implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM), integrasi sistem evaluasi untuk penyelenggaraan PB di daerah, dan penguatan tata kelola dan substansi kebencanaan untuk pemerintah daerah.

Dijelaskan, kesepakatan tersebut menuntut saling berkolaborasi dalam penguatan implementasi SPM, integrasi sistem evaluasi untuk penyelenggaraan PB di daerah, dan penguatan tata kelola dan substansi kebencanaan untuk pemerintah daerah.

Dari hasil pertemuan itu, kedua belah pihak menyetujui tindak lanjut pertemuan dengan penyelenggaraan diskusi-diskusi teknis untuk koordinasi lanjutan untuk memantapkan kolaborasi yang diusulkan.

“Sesuai UU 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, untuk menyadarkan dan menguatkan kebencanaan pemerintah daerah, BNPB tidak bisa sendirian, perlu bantuan Kemendagri untuk aspek pemerintahan yang dilengkapi oleh BNPB aspek teknisnya," ujarnya.*