Hujan deras dalam 24 jam terakhir telah menyebabkan banjir besar di Bali, khususnya di Denpasar, memicu kerusakan serius. Sungai meluap, jalan raya berubah jadi aliran deras, kendaraan hanyut, dan — paling mencengangkan — sebuah bangunan tiga lantai di tepi Tukad Badung roboh ke sungai Badung. Beberapa orang dilaporkan hilang, sementara ribuan rumah terdampak karena air mencapai ketinggian antara 2 hingga 3 meter News.com.au.
Upaya Penanganan yang Tertinggal, Waspada yang Terabaikan
Walaupun BMKG sudah mengeluarkan peringatan dini mengenai cuaca ekstrem akibat aktifitas Rossby Waves, intensitas hujan jauh melebihi prediksi. Penanganan terutama dilakukan oleh BPBD dan dinas terkait, namun situasi membuktikan sistem tanggap darurat kita belum sepenuhnya siap menghadapi bencana skala ini News.com.au.
Ketimpangan Antara Kesiapan dan Realita
1. Infrastruktur Terkunci oleh Ketidaksiapan
Denpasar seperti menunggu ledakan—padat tanpa ruang serapan yang memadai. Banyak drainase tersumbat sampah, daun, dan batang pisang, sehingga air meluap ke jalanan di titik-titik seperti Gunung Salak, Imam Bonjol, dan Griya Anyar bisnisbali.com. Ini bukan sekadar kecelakaan, tapi akumulasi dari perencanaan yang belum matang dan pemeliharaan yang tertunda.
2. Kepadatan Pemukiman Menyebabkan Bencana Trotoaris
Dengan lebih dari 60 % kota telah terbangun — jauh di atas proporsi ideal — serapan air menurun drastis. Bangunan baru, atap tambahan, dan minimnya ruang terbuka menghentikan air meresap, menghadirkan banjir sebagai konsekuensi langsung pola perkembangan kota yang egois BALIPOST.com.
3. Pemeliharaan Drainase: Jepitannya Antara Janji dan Praktik
Kota hanya bisa memperbaiki beberapa titik drainase dengan anggaran miliaran rupiah. Namun tanpa pendekatan sistem dari hulu ke hilir, hasilnya tetap minim. Satu area bisa lancar sementara lainnya tetap terhambat—karena sistem drainase tidak menyatu dan berkelanjutan BALIPOST.com.
4. Pengalaman yang Terabaikan, Tanpa Evaluasi
Sejak awal tahun, sudah terjadi banjir dan longsor di beberapa wilayah Bali—termasuk Denpasar—yang tidak menimbulkan korban jiwa tetapi menunjukkan pola bahaya yang berulang denpasar.kompas.comdetikcomBali Express. Sayangnya, momentum ini tampaknya belum dijadikan bahan refleksi signifikan untuk memperkuat sistem penanganan dan mitigasi.
Titik Balik: Sudah Saatnya Berani Bertindak
Bukan lagi soal merespon kebencanaan, tapi mencegahnya.
-
Prioritaskan drainase menyeluruh, bukan sekadar tambal sulam titik rawan.
-
Revitalisasi ruang terbuka hijau, agar serapan air meningkat dan potensi banjir menurun.
-
Libatkan warga aktif, seperti komitmen menjaga saluran air bebas dari sampah dan dedaunan.
-
Terapkan pemantauan hidrometeorologi real-time, terintegrasi dengan mitigasi cepat.
Kejadian hari ini adalah panggilan keras: sistem kita bisa sangat rapuh jika hanya bergantung pada reaksi darurat. Jika tidak segera dikuatkan, setiap hujan deras bisa berubah menjadi krisis banjir berikutnya.
editorial generate by chatgpt