logo2

ugm-logo

BMKG Ingatkan Hujan Badai Berpotensi Terjang Mayoritas Daerah

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan adanya potensi hujan badai yang akan menerjang mayoritas daerah di Indonesia pada Jumat (29/3/2024), yaitu hujan dengan disertai angin kencang serta kilat dan petir.

Berdasarkan laman resmi BMKG di Jakarta, Jumat (29/3/2024), seperti dilansir Antara, daerah yang berpotensi diterjang hujan badai Jawa Timur, Sumatra Barat, Riau, Bengkulu, Jambi, Sumatra Selatan, Lampung, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Bali.

Hujan badai juga akan menerjang Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Maluku, dan Papua Barat.

Dwikorita Karnawati Kepala BMKG mengatakan potensi cuaca ekstrem tersebut dapat berujung terhadap peningkatan kejadian kebencanaan di sebagian besar daerah akibat intervensi tiga bibit siklon tropis sekaligus.

Sebanyak tiga bibit siklon tropis yaitu Bibit Siklon Tropis 91S, 94S, dan 93P, termonitor berada di sekitar Samudra Hindia selatan Jawa, Laut Timor, dan Laut Australia yang menunjukkan pengaruh terhadap peningkatan hujan di wilayah Indonesia bagian selatan.

Ia mengingatkan para penyedia jasa angkutan transportasi darat, laut, dan udara untuk mengantisipasi potensi cuaca ekstrem yang berlangsung selama arus mudik Lebaran.

“Kami mengimbau seluruh pemudik, penyedia jasa transportasi, dan operator transportasi untuk mewaspadai kemungkinan terjadinya cuaca ekstrem selama arus mudik,” katanya.(ant/ipg)

BMKG Sebut Gempa Bawean Tidak Lazim, Ini Alasannya

Gresik - Gempa mengguncang Pulau Bawean pada Jumat (22/3/2024). Gempa tersebut dianggap tidak lazim karena berada di zona aktivitas kegempaan rendah (low seismicity).

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono menyebut gempa Bawean terjadi karena sesar aktif lokal di Laut Jawa. Dia menilai gempa tersebut tidak lazim lantaran berada di wilayah low seismicity.

"Gempa Bawean berpusat di zona aktivitas kegempaan rendah (low seismicity). Sehingga masyarakat awam menilai gempa Bawean sebagai 'gempa tidak lazim', karena terjadi di wilayah yang jarang terjadi gempa dangkal," kata Daryono dalam keterangannya, Minggu (24/3/2024).

Aktivitas gempa di Laut Jawa itu, kata Daryono, menjadi peringatan bahwa sesar lokal yang masih aktif harus tetap diwaspadai. Sebab, bisa menimbulkan gempa berkekuatan besar.

"Selama ini wilayah Laut Jawa lazimnya menjadi episenter gempa-gempa hiposenter dalam (deep focus) akibat deformasi slab Lempeng Indo-Australia yang tersubduksi di bawah Lempeng Eurasia, tepatnya di bawah Laut Jawa dengan kedalaman sekitar 500-600 kilometer," terangnya.

BMKG mencatat setidaknya ada 149 kali gempa susulan yang terjadi di Bawean hingga Sabtu 23 Maret 2024. Gempa pertama terjadi pukul 11.22 WIB berkekuatan M 5,9 dengan kedalaman 10 kilometer. Kemudian, gempa terkencang terjadi pukul 15.52 WIB dengan kekuatan M 6,5 kedalaman 12 kilometer.

Gempa tersebut menyebabkan ribuan bangunan di Pulau Bawean mengalami kerusakan. Hingga saat ini tercatat ada sekitar 2.000 lebih bangunan rusak.

"Kami sudah satu hari ini di Pulau Bawean. Total ada sekitar 2.000 lebih bangunan rusak, baik itu kerusakan ringan, sedang, maupun berat," ujar Kalaksa BPBD Gresik Sukardi ketika dihubungi detikJatim.

Sukardi menjelaskan, dari 2.000 lebih bangunan rusak itu ada sekitar ratusan bangunan yang mengalami kerusakan berat. Kerusakan itu terjadi di dua kecamatan, yakni Sangkapura dan Tambak.

Menurutnya, kerusakan paling parah terjadi di Kecamatan Tambak. Kerusakan tidak hanya menimpa rumah warga, tetapi juga gedung perkantoran, sekolah, puskesmas, masjid, dan fasilitas umum lainnya.

"Bangunan yang mengalami rusak berat ada 387 di Kecamatan Tambak. Sedangkan di Sangkapura ada 44 bangunan yang rusak berat," ujar Sukardi.

Dampak gempa bumi ini membuat warga Bawean memilih meninggalkan rumahnya sementara waktu dan memutuskan tinggal di tempat terbuka. Sudah dua hari warga mengungsi di lapangan sepak bola, sawah, hingga pegunungan. Mereka membangun tenda dengan peralatan seadanya.

More Articles ...