logo2

ugm-logo

Blog

Waspada Siaga Gempa: Langkah Antisipasi dalam Menghadapi Potensi Bencana Alam

Jawapos.com – Indonesia, sebagai negara yang terletak pada cincin api pasifik, telah lama dihadapkan pada risiko gempa bumi yang tinggi. Seperti yang terjadi pada Sabtu (27/4) lalu.

 

Dilansir Jawapos.com dari bmkg.go.id Senin (29/4), Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati meminta untuk tetap waspada kepada masyarakat Sukabumi, Tasikmalaya, Bandung, Garut dan sekitarnya.

"Kami menghimbau masyarakat tetap tenang namun tetap waspada saat hujan turun, baik sedang maupun deras. Terutama masyarakat yang tinggal di daerah perbukitan, pegunungan dan daerah aliran sungai, karena berisiko terjadinya tanah longsor dan banjir bandang.," ungkap Dwikorita di Jakarta, Minggu (28/4/2024).

Menyadari akan potensi bahaya ini, pemerintah dan masyarakat terus meningkatkan kewaspadaan dan langkah-langkah antisipasi untuk mengurangi dampak yang mungkin terjadi akibat gempa bumi.

Di tengah upaya-upaya ini, siaga gempa menjadi sorotan utama, mengingat pentingnya persiapan dan respons yang cepat dalam menghadapi bencana alam ini.

Pemerintah Indonesia, melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terus mengingatkan masyarakat akan pentingnya kewaspadaan terhadap potensi gempa bumi.

Dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi peningkatan kesadaran akan resiko gempa dan upaya-upaya pencegahan serta mitigasi telah ditingkatkan secara signifikan.

Menyikapi situasi ini, BNPB telah mengaktifkan program siaga gempa yang bertujuan untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan respon terhadap potensi gempa bumi.

Program ini melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, lembaga pendidikan, organisasi masyarakat, dan sektor swasta, untuk bersama-sama mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan bencana gempa.

Dikutip dari ilustrasi bnpb.go.id, bahwa salah satu langkah yang diambil adalah penyuluhan dan pelatihan kepada masyarakat tentang tindakan darurat yang harus dilakukan saat terjadi gempa bumi.

Hal ini mencakup prosedur evakuasi, penggunaan tempat perlindungan, dan pertolongan pertama kepada korban.

1. Pendidikan dan Penyuluhan Masyarakat: Mengedukasi masyarakat tentang bahaya gempa bumi, tindakan darurat yang harus dilakukan saat terjadi gempa, serta pentingnya kesiapsiagaan dapat membantu meningkatkan kesadaran dan respons masyarakat.

2. Penguatan Infrastruktur: Memastikan bahwa infrastruktur seperti gedung-gedung, jembatan, dan jalan raya memenuhi standar tahan gempa.

Hal ini melibatkan penerapan teknik-teknik konstruksi yang sesuai dengan zona gempa tempat infrastruktur tersebut berada.

 

3. Pengembangan Sistem Peringatan Dini: Membangun dan meningkatkan sistem peringatan dini gempa bumi yang dapat memberikan informasi cepat kepada masyarakat sebelum gempa terjadi.

Ini dapat melibatkan pemasangan sensor gempa, pengembangan aplikasi mobile, dan sistem peringatan melalui media massa.

4. Pelatihan Darurat: Melakukan pelatihan dan simulasi evakuasi gempa bumi secara berkala bagi masyarakat, karyawan perusahaan, serta siswa dan guru di sekolah-sekolah. Hal ini membantu meningkatkan kesiapsiagaan dan respons saat terjadi gempa bumi.

5. Penyediaan Tempat Perlindungan Darurat: Menyediakan tempat perlindungan darurat yang aman dan terjangkau bagi masyarakat, terutama di wilayah-wilayah yang rentan terhadap gempa bumi.

Tempat perlindungan ini harus dirancang untuk memberikan perlindungan maksimal saat terjadi gempa.

Selain itu, upaya penguatan struktur bangunan dan infrastruktur juga menjadi fokus, dengan mengimplementasikan standar bangunan tahan gempa dalam perencanaan dan pembangunan.

Tidak hanya itu, teknologi juga dimanfaatkan untuk meningkatkan sistem peringatan dini gempa bumi.

Pemasangan sensor gempa dan pengembangan aplikasi mobile menjadi bagian dari upaya untuk memberikan informasi cepat kepada masyarakat tentang potensi gempa bumi yang akan terjadi.

Namun demikian, tantangan tetap ada dalam menjaga kesiapsiagaan dan mengurangi risiko terhadap bencana gempa bumi.

Perlu kerjasama yang erat antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta dalam mengimplementasikan langkah-langkah pencegahan dan respons yang efektif.

Dikepung Bencana, Garut Tetapkan Status Tanggap Darurat Bencana

TEMPO.CO, Garut - Pemerintah Kabupaten Garut, Jawa Barat, menetapkan status Tanggap Darurat Bencana usai gempa bumi 6,2 Magnitudo yang terjadi pada Sabtu, 27 April 2024 sekitar pukul 23.29 WIB. Masa penanganan bencana ini berlaku salama 14 hari ke depan.  

Saat ini pemerintah daerah tengah melakukan pendataan dan penanganan korban gempa. "Kita semuanya siaga," ujar Sekretaris Daerah Kabupaten Garut, Nurdin Yana, Minggu, 28 April 2024 di Posko Bencana.

Berdasarkan data yang masuk ke posko Bencana hingga pukul 17.00 WIB, dampak gempa ini terjadi di 24 Kecamatan yang tersebar di 46 Desa dan 4 Kelurahan. Rumah yang mengalami kerusakan akibat gempa ini tercatat sebanyak 131 unit dan 18 unit fasilitas umum. Kerusakan itu diantaranya 7 unit rumah rusak berat 16 rusak sedang dan sisanya rusak ringan. Jumlah kerugian materi diperkirakan mencapai Rp 2,6 Miliar. 

Selain merusak bangunan, gempa juga mengakibatkan enam orang warga mengalami luka ringan. Mereka semua telah ditangani dan dipulangkan. Namun meski begitu kejadian bencana ini tidak dilaporkan adanya pengungsian.

Yana mengaku untuk menangani bencana pemerintah daerah telah menyiapkan dana sebesar Rp. 58 miliar dari pos anggaran Bantuan Tidak Terduga. Bagi rumah warga yang mengalami kerusakan akan mendapatkan bantuan berkisar antara Rp. 1,5-50 juta. "Bantuan akan diberikan berdasarkan hasil perhitungan Dinas perumahan dan Pemukiman," ujarnya. 

Selain gempa bumi, Garut juga tengah dilanda bencana pergerakan tanah. Kejadian itu berlangsung di Kecamatan Banjarwangi, Pakenjeng dan Cisompet. Bahkan di Banjarwangi terdapat tiga warga meninggal dunia tertimbun longsor pada Kamis, 25 April 2024.

Sementara di Pakenjeng, sebanyak 48 Kepala Keluarga telah mengungsi secara mandiri ke keluarganya yang lebih aman. Pemukiman mereka mengalami pergerakan tanah hingga kedalamannya mencapai sekitar 15 meter. 

Pemerintah daerah tengah menunggu badan vulkanologi untuk melakukan kajian. Hasil penelitian itu akan menjadi rujukan, apakah harus dilakukan relokasi atau tidak. "Bantuan untuk warga sudah kami salurkan seperti diantaranya jaminan hidup selama masa tanggap darurat, " pungkas Yana.

Sementara itu Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menghimbau pemerintah daerah untuk mewaspadai adanya bencana susulan pasca gempa Garut. Alasannya karena getaran gempa dapat menyebabkan retakan tanah di sekitar wilayah lereng gunung dan perbukitan. 

Curah hujan dengan intensitas sedang dan tinggi dapat menyebabkan potensi longsor.  Air hujan dapat mendorong tanah yang mengalami retakan tersebut. "Kami himbau masyarakat untuk memastikan tempat tinggalnya pasca gempa ini, apakah aman untuk ditempati," ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam keterangannya.

Warning PBB Benar, Ramai Negara Asia dalam Bahaya-Kena Bencana Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Asia Selatan dan Tenggara kini menghadapi bencana panas sangat ekstrem. Bahkan cuaca panas lebih parah dari yang pernah terjadi sebelumnya.

Ini setidaknya terjadi di India dan Bangladesh. Tetangga RI seperti Filipina, Thailand, Kamboja, Myanmar, dan Vietnam juga mengalaminya.

Di India, cuaca mencapai 44 derajat Celsius di beberapa lokasi. Pemilu yang sedang dilaksanakan pun harus menyaksikan jutaan orang memilih dengan mengantri di tengah suhu panas menyengat.

"Saya belum pernah mengalami suhu panas seperti ini sebelumnya," kata Ananth Nadiger, seorang profesional periklanan berusia 37 tahun, mengutip AFP, Senin (29/4/2024).

"Ini sangat tidak menyenangkan dan menguras energimu," tambahnya.

Di Bangladesh penutupan sekolah dilakukan karena suhu ekstrem. Badan meteorologi setempat mengatakan gelombang panas akan terus berlanjut setidaknya selama tiga hari ke depan.

"Panasnya terlalu menyengat," kata Lucky Begum.

"Dia sudah mengalami ruam panas karena berkeringat," ujarnya menyebut anaknya.

Di Filipina penangguhan kelas tatap muka sementara juga dilakukan di semua sekolah negeri selama dua hari, setelah hari panas memecahkan rekor di ibu kota Manila. Di Thailand, yang mencatat 30 orang tewas dalam setahun terakhir karena cuaca panas, departemen meteorologi memperingatkan adanya "kondisi buruk" setelah suhu di provinsi utara melebihi 44,1 derajat Celsius.

Sementara itu di Kamboja, Kementerian Air dan Meteorologi memperingatkan bahwa suhu juga bisa mencapai 43 derajat Celcius di beberapa wilayah di negara itu pada minggu depan. Sementara Kementerian Kesehatan menyarankan masyarakat untuk memantau kesehatan mereka "selama cuaca panas terkait perubahan iklim".

Di Myanmar, negara yang kini masih dilanda perang saudara karena kudeta junta militer, suhu mencapai 3-4 derajat Celsius lebih tinggi dibandingkan rata-rata April. Kemarin peramal cuaca nasional memperkirakan suhu di pusat kota Mandalay bisa meningkat hingga 43 derajat Celsius.

Suhu di Vietnam diramal akan sangat tinggi beberapa hari ke depan dengan perkiraan suhu mencapai 41 derajat Celsius di wilayah utara. Peramal cuaca di sana mengatakan cuaca akan tetap sangat panas hingga akhir April, dan kondisi lebih dingin diperkirakan terjadi pada bulan Mei.

Sebelumnya, peringatan sudah muncul dari PBB. Ini terkait dampak pemanasan global dan perubahan iklim terus menghantui wilayah Asia.

Hal ini terungkap dari laporan lembaga PBB, Badan Meteorologi Dunia (WMO), State of the Cimate in Asia 2023, Rabu. Laporan itu menganalisa bencana pada tahun 2023 lalu, yang menyoroti bagaimana laju percepatan indikator perubahan iklim utama seperti suhu permukaan, pencairan gletser, dan kenaikan permukaan air laut, yang akan berdampak besar pada masyarakat, ekonomi, dan ekosistem di kawasan.

Asia disebut masih menjadi wilayah yang paling banyak dilanda masalah alam di dunia akibat cuaca dan iklim. Benua ini mengalami pemanasan lebih cepat dari rata-rata global dengan tren meningkat hampir dua kali lipat sejak periode 1961-1990.

"Kesimpulan dari laporan ini sangat menyadarkan kita," kata Sekretaris Jenderal WMO Celeste Saulo dalam keterangan yang diterima CNBC Indonesia.

"Banyak negara di kawasan ini mengalami tahun terpanas yang pernah tercatat pada tahun 2023, bersamaan dengan kondisi ekstrim, mulai dari kekeringan dan gelombang panas hingga banjir dan badai," tambahnya.

"Perubahan iklim frekuensi frekuensi dan tingkat keparahan peristiwa tersebut, yang berdampak besar pada masyarakat, ekonomi, dan yang terpenting, kehidupan manusia dan lingkungan tempat kita tinggal."

Pada tahun 2023, total 79 bencana yang terkait dengan bahaya hidrometeorologi dilaporkan di Asia, sebagaimana dilaporkan pula oleh Emergency Events Database. Dari jumlah tersebut, lebih dari 80% terkait dengan peristiwa banjir dan badai, dengan lebih dari 2.000 korban jiwa dan sembilan juta orang terkena dampak langsung.

Panas ekstrem juga menjadi laporan lain. Meskipun risiko kesehatan yang ditimbulkan semakin meningkat, penduduk Asia masih beruntung karena tidak ada kematian yang dilaporkan.

"Sekali lagi, di tahun 2023, negara-negara yang rentan terkena dampak yang tidak proporsional. Sebagai contoh, topan tropis Mocha, topan terkuat di Teluk Benggala dalam satu dekade terakhir, menghantam Bangladesh dan Myanmar," jelas Sekretaris Eksekutif Komisi Ekonomi dan Sosial untuk Asia dan Pasifik (ESCAP), Armida Salsiah Alisjahbana, yang menjadi mitra dalam penyusunan laporan ini.

"Peringatan dini dan kesiapsiagaan yang lebih baik telah menyelamatkan ribuan nyawa," ujarnya.

Perlu diketahui, dalam laporan yang sama juga dimuat bagaimana kenaikan permukaan laut dari Januari 1993 hingga Mei 2023. State of the Climate in Asia 2023 juga memberikan data indikasi kenaikan air laut yang meliputi wilayah Indonesia.

Tercatat, banyak area mengindikasikan Global Mean Sea Level (GMSL) di atas rata-rata global yakni 3,4 atau ± 0,33 mm per tahun. Indonesia sendiri berada di wilayah berwarna kuning yang mengindikasikan peringatan.

Pakar UGM: Waspada Ancaman Risiko Bencana Gempa Bumi dan Banjir

Bencana gempa bumi melanda Kabupaten Garut Jawa Barat dengan magnitudo 6.2 pada sabtu (27/4) malam. Beberapa rumah dan fasilitas pemerintah dilaporkan rusak serta beberapa orang mengalami luka. Kejadian gempa kali ini menambah rentetan kejadian bencana serupa di Indonesia yang beum lama ini terjadi di pulau Bawean, Gresik, Jawa Timur.

Ahli Gempa Bumi, Teknik Geologi FT UGM, Ir. Gayatri Indah Marliyani, Ph.D., mengatakan negara Indonesia memang rentan terkena bencana gempa bumi karena letaknya di Cincin Api Pasifik yang menyebabkan pergeseran lempeng. Meski Pemerintah memiliki Badan Pengelola Bencana, tetapi kewaspadaan semua pihak penting agar masyarakat dapat menghadapi risiko bencana.

Gayatri Indah Marliyani mengatakan sumber gempa bumi bisa berasal dari daratan maupun yang berada lautan. Beruntung, menurutnya kejadian bencana gempa bumi selama ini terjadi, sumber gempa kebanyakan berada di tengah laut. Sebab, gempa yang terjadi di darat lebih bersifat destruktif. “Semakin dekat dengan sumber gempa, maka semakin besar guncangannya,” ujar Gayatri dalam Diskusi Pojok Bulaksumur UGM yang bertajuk “Meningkatkan Kesiapsiagaan Pemerintah dan Kesadaran Masyarakat terhadap Ancaman Risiko Bencana di Tanah Air” di selasar tengah Gedung Pusat UGM, Jumat (26/4).

Ia menjelaskan kejadian gempa bumi bisa berulang karena mengikuti perubahan dan pergeseran lempeng tektonik. Meski bencana gempa sulit diprediksi namun dari data geologi atau pencatatan bencana gempa di masa lalu bisa menjadi bahan rujukan bahwa lokasi atau wilayah tersebut menjadi rawan terkena dampak gempa bumi. “Penting bagi kita untuk mengenali dan mengetahui potensi bencana alam,” katanya.

Berbeda dengan gempa bumi, informasi terkait tanda-tanda bencana erupsi gunung api yang hendak erupsi menurutnya bisa dikenali lewat tanda alam dan dari alat deteksi aktivitas gunung api. “Tanda-tandanya dapat berupa peningkatan suhu di danau, seperti air yang menjadi hangat, serta binatang yang mati,” ucapnya.

Gayatri turut menyebutkan adanya potensi gempa pada Ibu Kota Nusantara (IKN). Wilayah Kalimantan, mempunyai sesar tua yang tidak terlalu aktif tetapi mempunyai potensi untuk reaktivasi. Oleh karena itu diperlukan perencanan pembangunan sesuai kemungkinan potensi maksimum magnitudo bila tejadi gempa bumi di IKN.

Sementara Dr. Muhammad Anggri Setiawan, M.Si, Plt. Ketua Pusat Studi Bencana (PSBA) UGM, mengatakan di masa musim penghujan sekarang ini, risiko bencana seperti banjir dan tanah longsor bisa terjadi kapan saja.

Anggri menekankan bahwa PSBA terus melakukan studi soal kebencanaan di berbagai wilayah di Indonesia. Di samping itu, pihaknya juga mengembangkan alat sistem deteksi bencana longsor yang dinamakan SipendiL atau Sistem Peringatan Dini Longsor, sebuah alat Early Warning System yang bekerja berdasarkan pembacaan kondisi total hujan (milimeter). “Kami terus mengkaji sistemnya baik aktivitas secara meteorologi dan geologi. Harapannya untuk meminimalisir risiko destruktif yang ditimbulkan,” ujarnya.

Sedangkan Amin Susiatmojo, S.Pt., M.Sc., perwakilan Tim Disaster Response Unit (DERU) DPKM UGM, mengatakan kontribusi UGM tidak hanya pada kegiatan mitigasi dan studi penanggulangan bencana di tanah air namun ikut memberikan kepedulian pada masyarakat yang menjadi korban bencana.

DERU dibentuk untuk membantu penanganan cepat, tepat, dan efektif di daerah lokasi bencana. Selain mengirim tim relawan, tim DERU juga bergabung dengan mahasiswa KKN-PPM UGM peduli bencana yang bertugas sesuai dengan kompetensi asal dari fakultas masing-masing. “Mereka diarahkan oleh DPL sesuai tugasnya, seperti tim trauma healing dari Fakultas Psikologi dan pembuatan jamban darurat oleh mahasiswa Fakultas Teknik,” paparnya.

Amin juga menjelaskan peran KAGAMA atau Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada sangat membantu dalam pengiriman dan penyediaan bantuan logistik. Namun begitu, upaya untuk meningkatkan kapasitas relawan terus menerus dilakukan agar relawan tidak hanya menguasai persoalan yang bersifat responsif tetapi juga membekali mereka untuk tetap safety ketika menyelamatkan korban.

Penulis: Dita
Editor: Gusti Grehenson
Foto: Firsto

BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

JAKARTA, KOMPAS.com - Gempa bumi berkekuatan magnitudo 6,2 yang mengguncang Kabupaten Garut, Jawa Barat, Sabtu (27/4/2024) pukul 23.29 WIB, merusak 27 unit rumah.

Hal ini diungkap Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari berdasarkan laporan dari Pusat Pengendalian dan Operasi (Pusadalops) BNPB, Minggu (28/4/2024).

"Laporan menyebut, total rumah yang rusak akibat gempa ini berjumlah 27 unit," kata Abdul Muhari. 

Abdul Muhari menyebut, 27 rumah itu terletak di sembilan kabupaten dan satu kota terdampak akibat gempa tersebut. Wilayah terdampak adalah Kabupaten Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bandung Barat.

Kemudian, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Bandung, Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Purwakarta, dan Kabupaten Sumedang.

Rincian berdasarkan tingkat kerusakannya meliputi 4 unit rumah rusak berat (RB), 11 unit rumah rusak ringan (RS), 5 unit rumah rusak ringan (RR), serta 7 unit rumah terdampak.

Dari total jumlah tersebut, kerusakan sebagian besar berada di Kota Tasikmalaya, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Garut.

Rincian kerusakan di tiga wilayah itu meliputi satu unit rumah rusak berat dan tiga unit rumah terdampak di Kabupaten Garut rusak ringan.

Kemudian, empat unit rusak sedang dan tiga unit rusak ringan di Kabupaten Tasikmalaya, serta lima unit rumah rusak sedang di Kota Tasikmalaya. 

Dari jumlah keluarga yang terdampak, warga terdampak paling banyak berada di Kabupaten Garut dengan rincian tiga orang mengalami luka-luka. Sementara di Kabupaten Tasikmalaya satu orang mengalami luka-luka.

"Bencana geologi ini juga mengakibatkan kerusakan pada bangunan fasilitas publik seperti tempat ibadah, sekolah, dan sarana kesehatan," ungkap Abdul Muhari.

Sebagai informasi, Gempa yang berpusat di laut dengan kedalaman 70 kilometer dengan titik parameter 8,42 LS dan 107,26 BT tersebut tidak berpotensi tsunami.