Word Assosiation for Disaster and Emergency Medicine (WADEM) sedang menyelenggarakan konferensi tentang manajemen bencana kesehatan pada 7-10 Mei di Brisbane, Australia. Konferensi dihadiri oleh para ilmuan, akademisi, aktivis dan profesi terkait untuk membagikan informasi tentang bencana kesehatan berdasarkan pengalaman mereka di negara masing-masing. Peserta akan menyampaikan tulisan melalui presentasi poster dan oral. Beberapa topik yang akan diangkat selama konferensi adalah disability and disaster, emergency medical response, hospital overcrowding, indigenous communities disaster, primary health care & disaster, trauma and etc. Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM dan RS Sarjito yang tergabung dalam Pokja Bencana PKMK FK-KMK UGM juga ikut serta menghadiri konferensi WADEM. Mereka akan presentasi oral dan poster. Laporan konferensi akan disajikan melalui website wadem2019.org
Blog
NGO Coordination in Natural Hazard
Negara yang terkena bencana skala besar membutuhkan bantuan dari multi sektor atau organisasi dalam penanganan bencana. Organisasi tersebut berasal dari antar lembaga pemerintah dan lembaga non pemerintah baik itu nasional maupun internasional. Non Goverment Organitation (NGO) memainkan peran yang penting dalam menyediakan bantuan ketika bencana terjadi. Beberapa NGO khusus bergerak dalam bidang kesehatan layanan kemanusiaan bencana alam di Indonesia adalah Kun Humanity System, Aksi Cepat Tanggap (ACT), Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC), Pokja Bencana PKMK FK - KMK UGM dan sebagainya. NGO tersebut berkolaborasi dengan pemerintah untuk menyediakan layanan yang terpadu dan efektif. NGO harus mengikuti sistem dan prosedur yang sudah ada di daerah sehingga tidak menimbulkan kekacauan koordinasi. Kolaborasi terbangun pada setiap fase bencana alam mulai dari fase pra bencana, tanggap darurat bencana dan pemulihan bencana. NGO memberikan informasi jenis pelayanan, jenis tenaga kesehatan dan logistik kesehatan yang diberikan selama penanganan bencana kepada pemerintah setempat. Pada masa tanggap darurat bencana NGO biasanya mengirimkan Emergency Medical Team (EMT) yang terdiri dari berbagai profesi kesehatan.
Artikel berikut membahas beberapa model koordinasi NGO dalam penanganan bencana alam. (1) The sphere project, proyek ini menyediakan alat untuk membangun koordinasi antar lembaga di lokasi bencana yang mencakup prinsip kerja sama, protokol tugas, identifikasi kesenjangan sektor kesehatan dan gambaran kapasitas sektor kesehatan. (2) The cluster approach, pendekatan klaster untuk membangun sistem kepemimpinan yang jelas dan respon terhadap kebutuhan di setiap klaster. (3) The code of conduct, digunakan sebagai alat dan pedoman untuk menciptakan koordinasi dan membuat keputusan mengenai tindakan kemanusiaan. (4) Decentralized and centralized approach, menfasilitasi koordinasi kemanusiaan ke dalam kategori terpusat dan desentralisasi yang memiliki otorisasi untuk mengarahkan operasi bantuan. (5) National disaster management authority, mekanisme untuk mempromosikan respon selama bencana sebagai alat manajemen dalam mengembangkan kebijakan, rencana dan undang-undang pedoman di tingkat nasional.
Selengkapnya Klik Disini
Badan Penanggulangan Bencana
Selamat berjumpa kembali pembaca website bencana kesehatan. Pengantar website minggu ini akan membahas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Indonesia sebagai wilayah rawan bencana menuntut BNPB dan BPBD harus berusaha semaksimal mungkin untuk memperbaiki manajemen keadaan darurat bencana. Seperti gempa 6,9 SR yang terjadi di Kabupaten Banggai Kepulauan Sulawesi Tengah 12 April 2019, BNPB dan BPBD terus memantau perkembangan gempa.
BNPB adalah sebuah lembaga pemerintah non departemen yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. Sebelumnya badan ini disebut Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 tahun 2005. BNPB terdiri atas kepala, unsur pengarah penanggulangan bencana dan unsur pelaksanan penanggulangan bencana. BNPB menyelenggarakan fungsi (a) perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat serta efektif dan efisien; dan (b) pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh.
Selengkapnya Klik Disini
BPBD adalah lembaga pemerintah non departemen yang melaksanakan tugas penanggulangan bencana di daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota dengan berpedoman pada kebijakan yang ditetapkan oleh BNPB. BPBD terdiri dari kepala, unsur pengarah penanggulangan bencana dan unsur pelaksana penanggulangan bencana. Kepala BPBD dijabat secara rangkap (ex-officio) oleh sekretaris daerah dan membawahi unsur pengarah dan unsur pelaksana penanggulangan bencana. BPBD mempunyai fungsi koordinasi, komando dan pelaksana dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana sehingga BPBD harus membangun hubungan kerja dengan lembaga-lembaga terkait di daerah. Dalam sektor kesehatan BPBD memiliki kewenangan berkoordinasi dengan dinas kesehatan untuk membentuk klaster kesehatan. BPBD sebaiknya melibatkan dinas kesehatan, rumah sakit dan puskesmas dalam setiap perencanaan dan program penanggulangan bencana di BPBD. Misalnya BPBD melibatkan dinas kesehatan dalam penyusunan rencana kontijensi (renkon) sehingga dinas kesehatan dapat menurunkan renkon tersebut menjadi renkon penanggulangan bencana bidang kesehatan.
Selengkapnya Klik Disini
Emergency Response
Fase terjadinya bencana terbagi menjadi 3 yaitu siaga darurat, tanggap darurat dan pemulihan darurat. Fokus kegiatan pada fase siaga darurat adalah rescue artinya jauhkan masyarakat dari hazard. Fokus kegiatan pada fase tanggap darurat adalah relief artinya pastikan program kesehatan tetap berjalan dengan terpenuhinya persyaratan minimal. Selanjutnya fokus kegiatan pada fase pemulihan darurat adalah rehabilitation and recontruction artinya kembalikan program seperti semula sesuai dengan perencanaan pembangunan kesehatan daerah/nasional. Pengantar website bencana kesehatan minggu ini akan membahas salah satu fase tersebut yaitu fase tanggap darurat (emergency response). Menurut UU No 24 Tahun 2007, tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat terjadi bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.
Jangka waktu kedaruratan bencana yang ditetapkan oleh pemerintah atau pemerintah daerah untuk jangka waktu tertentu. Pada sektor kesehatan, kondisi pada awal fase tanggap darurat pelayanan kesehatan akan mengalami kekacauan. Biasanya fasilitas kesehatan yang belum pernah menghadapi bencana, ditambah lagi tidak ada dokumen dan tenaga terlatih dalam penanggulangan bencana akan mengalami kebingungan dan tidak mengerti apa yang harus mereka lakukan. Akhirnya pelayanan kesehatan sempat terganggu atau fasilitas kesehatan kosong, pertolongan tidak maksimal dan sistem komando tidak terkoordinir dengan baik. Melihat contoh kasus ketika terjadi tsunami serta likuifikasi di Palu, pihak dinkes menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui apa yang harus mereka lakukan pada hari pertama terjadi bencana. Pelayanan kesehatan mulai berjalan baik setelah dinkes didampingi oleh PKMK FK - KMK UGM membentuk klaster kesehatan dan sub-klaster kesehatan. Dinkes mulai memperbaiki manajemen pelayanan, sistem rujukan, sistem koordinasi mulai dari penempatan relawan, pelaporan kegiatan, pengadaan logistik dan sebagainya.
Pada fase tanggap darurat keterlibatan komunitas akan semakin luas, salah satunya peran WHO. Emergency response framework oleh WHO, dijelaskan bahwa komitmen inti WHO dalam tanggap darurat adalah tindakan-tindakan yang akan dilakukan organisasi dan dapat dipertanggungjawabkan selama masa darurat dengan konsekuensi kesehatan masyarakat. Beberapa tindakan WHO untuk memastikan respons sektor kesehatan yang efektif dan tepat waktu pada fase tanggap darurat dijelaskan pada framework tersebut. Salah satunya adalah mengembangkan strategi responsif dan rencana aksi sektor kesehatan jangka pendek, bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan mitra yang menangani kebutuhan, risiko dan kapasitas kesehatan dengan intervensi pencegahan dan kontrol yang tepat untuk tiga bulan pertama (dan kemudian tinjauan dan perbarui sesuai kebutuhan)
Selengkapnya Klik Disini
Emergency Medical Team
Selamat bertemu kembali di website bencana kesehatan. Banyak hal terkait bencana kesehatan yang penting untuk diketahui. Minggu ini website bencana kesehatan akan membahas tentang relawan tim kesehatan atau dikenal sebagai Emergency Medical Team (EMT). EMT merupakan salah satu pelaku utama selama fase respon gawat darurat, peran mereka paling dominan untuk menolong korban bencana. EMT berasal dari berbagai unsur pemerintahan, lembaga sosial, organisasi profesi, akademisi dan sebagainya. Mereka terdiri dari beragam profesi seperti dokter, bidan, perawat, apoteker, dokter spesialis, analisis laboratorium, tenaga kesehatan masyarakat dan psikolog. Orientasi EMT sebagai kelompok profesional akan membantu local health system, bukan mengambil alih sistem yang ada. Kemudian karena sudah berbicara tim bukan lagi mengedepankan darimana asal organisasinya namun sudah ke profesionalisme bekerja. EMT harus mengikuti prosedur sistem komando klaster kesehatan di bawah dinkes. Selama bekerja di lapangan, EMT diwajibkan melakukan evaluasi dan memberikan laporan sesuai dengan waktu yang sudah disepakati. Pada saat mission-end EMT mengadakan briefing dengan dinkes dimana laporan akhir tim kesehatan diserahkan kembali ke dinkes.
Dalam skala global EMT sudah terbentuk sebagai EMT initiative dan diimplementasikan menjadi EMT inisiatif nasional di Indonesia. Indonesia sudah memiliki kapasitas EMT yang potensial dan siap membantu saat respon gawat darurat sampai fase pemulihan bencana. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan pokja bencana PKMK FK - KMK UGM beberapa EMT yang memiliki potensi besar dalam penanganan bencana diantaranya adalah Dompet Duafa, MDMC, BSMI, World Wide Indonesia, IBI, PABOI, IDI, SKK Migas dan sebagainya. EMT diklasifikasikan menjadi 4 tipe yaitu EMT tipe 1 (outpatient emergency care); EMT tipe 2 (inpatient surgical emergency care); EMT tipe 3 (inpatient referral care); dan additional specialized care team. EMT yang paling banyak ditugaskan selama terjadi bencana di Indonesia adalah EMT tipe 1 dan EMT tipe 2. EMT tipe 1 terbagi menjadi 2 tim yaitu mobile team dan fix team. Mobile artinya cari, temukan dan layani karena korban tidak bisa mengakses fasilitas kesehatan. Mobile team akan bekerja di luar fasilitas kesehatan dan fix team memberikan layanan di kelompok pengungsian. EMT tipe 2 bertugas untuk melakukan operasi di fasilitas kesehatan. Selengkapnya regulasi dan manajemen EMT Klik Disini.
Selengkapnya Klik Disini