logo2

ugm-logo

Kolaborasikan Pemerintah, Akademisi dan Media, Kuatkan Upaya Mitigasi Bencana

Harianjogja.com, JOGJA—Jogja berada dalam potensi bencana erupsi Gunung Merapi dan gempa bumi Megathrust. Kolaborasi antara instansi pemerintah, akademisi dan media diperlukan dalam penguatan upaya mitigasi bencana.

Dosen Ilmu Komunikasi UII, Muzayin Nazaruddin, menjelaskan risiko erupsi Gunung Merapi dan risiko gempa Megathrust memiliki karakter yang cukup berbeda. Di satu sisi, erupsi gunung berapi melibatkan aspek-aspek empiris visual, yang bahkan dalam beberapa kasus bisa diamati langsung oleh warga di sekitar gunung berapi.

“Juga, di beberapa lokasi, khususnya d lereng Merapi, warga lokal memiliki memori budaya yang bersumber dari pengalaman erupsi sebelumnya,” ujarnya dalam Focus Group Discussion (FGD) Pemberitaan Bencana dan Risiko, di Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Sabtu (30/11/2024).

Sedangkan dalam ancaman Megathrust, hampir tidak ada penanda-penanda alam yang bisa diamati warga biasa, juga tidak ada memori budaya tentang gempa Megathrust ini. “Hal ini tentu menjadi tantangan yang berbeda bagi pengembangan model komunikasi risiko untuk dua jenis ancaman tersebut,” katanya.

Direktur Combine Research Institution, Elanto Wijoyono, menjelaskan di Jogja sebenarnya sudah banyak forum mitigasi kebencanaan seperti Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB), namun fungsinya belum dijalankan secara optimal melibatkan multi stakeholder.

“Media seringkali dilibatkan hanya untuk meliput kegiatan FPRB. Padahal konsep multi stakeholder agar bisa merancang bersama-sama pendekatan atau metode yang bisa jadi berasal dari kebijakan lembaga masing-masing yang bisa jadi berbeda, antara pemda, CSO [civil society organization], privat sector, yang harapannya bisa bertemu di forum-forum itu,” katanya.

Maka ia melihat forum multi stakeholder seperti itu sejauh ini belum cukup bisa membawa forum itu ke arah tujuan yang sebenarnya. “Yang terlibat di forum itu seharusnya bisa sama-sama belajar untuk pendidikan publik yang lebih sehat, tapi kita jarang untuk melakukan itu,” ungkapnya.

Anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, Hendrawan, menuturkan media sampai saat ini masih cenderung hanya memberitakan kejadian tanggap darurat. Hal ini dikarenakan kerja media lebih pada menangkap fenomena.

“Tidak ada asap kalau tidak ada api. Kalau pemangku kebijakan bisa mengkampanyekan ini terus, ada perkembangan apa, megathrust itu seperti apa, kemudian dibungkus dengan cara yang tepat, media akan lebih bisa menangkapnya,” kata dia.

Petugas BPPTKG, Nur Kholik, menyampaikan BPPTKG saat ini sudah memanfaatkan media sosial dan whatsapp grup untuk menyebarluaskan informasi perkembangan aktivitas Gunung Merapi kepada media dan masyarakat secara lebih cepat.

“Tiktok itu sangat cepat sekarang sebagai media untuk berbagi informasi, karena orang langsung membuat video dan diunggah. Kami juga memanfaatkan itu untuk di Merapi. Ketika ada hujan abu, pertama kali muncul di Tiktok,” katanya.

Kemensos-BNPB perkuat kerja sama penanganan pengungsi bencana

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Sosial – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memperkuat kerja sama dalam upaya penanganan korban bencana alam di pengungsian sehingga tidak terjadi kekosongan pelayanan selama masa tanggap darurat.

Kepala BNPB Suharyanto dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, mengatakan bahwa dalam kerja sama secara rinci dijelaskan pembagian tugas untuk klaster pengungsian, perawatan masyarakat terdampak bencana di bawah kordinator Kemensos.

“BNPB tidak mungkin bisa berjalan dengan sendiri tanpa dibantu semua pihak dan kolaborasi,” ujarnya.

Dia mengaku optimistis dengan pembagian tugas tersebut maka kualitas pelayanan pengungsian untuk korban bencana bisa lebih baik. Mulai dari kelengkapan pasokan bantuan logistik hingga urusan pemulihan kesehatan fisik dan psikis sebagaimana yang saat ini sedang dilakukan untuk penanganan pengungsi erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur berjumlah lebih kurang 12 ribu jiwa.

Di tempat yang sama, Menteri Sosial Saifullah Yusuf menambahkan bahwa kerja sama tersebut lebih terhadap pembagian tugas secara konkret di lapangan terkait penanganan pengungsian dan menyempurnakan dari apa yang sudah dilakukan sebelumnya.

Pihaknya mencontohkan dalam hal ini dilakukan penguatan sumber daya manusia dan distribusi informasi antara Kemensos dengan BNPB. Salah satu tujuannya untuk mempercepat distribusi bantuan darurat bencana.

Kemensos memiliki sebanyak 668 lumbung sosial yang tersebar di setiap kabupaten/kota yang rawan bencana maka bila terjadi bencana petugas akan langsung mendistribusikan saat itu juga sesuai kebutuhan yang dilaporkan oleh BNPB dan pemerintah daerah setempat.

“Lumbung sosial ini sudah siap tenda pengungsian, tenda keluarga, selimut dan juga pakaian untuk ibu hamil dan anak-anak, termasuk makanan siap saji. Jika tidak mencukupi dari yang diadakan maka diperkuat oleh BNPB termasuk tenda pengungsiannya,” kata dia, didampingi Wakil Menteri Sosial Agus Jabo.

Saifullah menegaskan, fokus penguatan kerjasama ini hanya dalam masa kedaruratan bencana ketika sudah berada pada tahap rehabilitasi pascabencana itu sepenuhnya akan diselesaikan oleh BNPB dengan kementerian atau lembaga terkait.

More Articles ...