logo2

ugm-logo

Bencana Hidrometeorologi Masih Mendominasi, BNPB Imbau Masyarakat Waspada

Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bencana hidrometeorologi basah masih mendominasi kejadian bencana di berbagai wilayah Indonesia pada awal April 2025. Hingga Minggu, 13 April 2025, terdapat 18 kejadian bencana yang dilaporkan, dengan sembilan kejadian berdampak signifikan dan mendapat perhatian khusus dari BNPB.

“Sebagian besar kejadian ini merupakan banjir dan angin kencang yang dipicu oleh curah hujan tinggi, serta kondisi lingkungan yang tidak siap menerima limpasan air,” ujar Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi BNPB, Abdul Muhari, dalam keterangannya, Minggu, 13 April 2025. 

Salah satu kejadian terbaru terjadi di Jakarta Timur sekitar pukul 02.45 WIB, pada 12 April 2025. Bencana banjir berdampak pada 44 kepala keluarga (KK) atau 125 jiwa, serta merendam 44 rumah. Meski banjir telah surut pada hari yang sama, kejadian ini menjadi pengingat wilayah perkotaan tetap rentan terhadap genangan akibat drainase yang kurang optimal. Kemudian, banjir melanda Kabupaten Boalemo, Gorontalo, akibat luapan Sungai Desa Harapan.

“Sebanyak 1.266 jiwa terdampak, 477 rumah terendam, dan infrastruktur publik seperti rumah ibadah, fasilitas kesehatan, serta jembatan juga mengalami kerusakan,” ujar Abdul.

Beberapa wilayah masih tergenang dengan ketinggian air mencapai 30 cm. Kabupaten Bogor juga dilanda angin kencang yang menyebabkan kerusakan pada 37 rumah dan berdampak pada 50 KK.

“Warga telah melakukan perbaikan secara mandiri, dan situasi kini sudah kondusif," jelas dia.

Banjir besar juga terjadi di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, yang berdampak pada 5.709 KK atau 16.752 jiwa, dengan lebih dari 4.200 rumah terdampak. BNPB terus memantau tinggi muka air melalui sistem peringatan dini (EWS) di beberapa desa.

Di Sumatra Selatan, Kabupaten Musi Banyuasin mencatat penurunan muka air sekitar 15 cm setelah banjir merendam hampir 700 rumah. Sementara itu, satu warga di Depok dilaporkan meninggal dunia akibat banjir yang menerjang 130 rumah.

Kondisi serupa juga terjadi di Pulau Morotai, Maluku Utara, dengan 33 rumah terendam. BPBD setempat telah melakukan normalisasi sungai dan pemasangan bronjong. Di Indragiri Hilir, Riau, 3.031 KK terdampak dan puluhan jiwa mengungsi akibat banjir yang juga mempengaruhi ribuan rumah dan ratusan hektare kebun.

Kondisi unik terjadi di Bengkulu Utara, di mana sedimentasi laut menyebabkan alur pelayaran dangkal hingga hanya 0,9 meter. “Ini menyebabkan masyarakat di Pulau Enggano menjadi terisolasi karena tidak bisa dijangkau kapal,” jelas Abdul.

BNPB juga mengingatkan potensi cuaca ekstrem masih tinggi di berbagai wilayah Indonesia hingga pertengahan April. Wilayah seperti Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua diperkirakan mengalami hujan sedang hingga lebat.

“Kami mengimbau masyarakat terus mengikuti informasi cuaca dari BMKG, membersihkan saluran air dan daerah aliran sungai, serta menyiapkan tas siaga bencana. Jika hujan lebat terjadi lebih dari satu jam dan jarak pandang kurang dari 100 meter, warga yang tinggal di dekat sungai atau lereng bukit disarankan untuk segera evakuasi ke tempat yang lebih aman," ujar dia.

Canggih! Kecoa Digunakan Cari Korban Gempa Myanmar

Yangon, Beritasatu.com — Untuk pertama kalinya teknologi canggih kecoa hibrida dikerahkan dalam operasi pencarian dan penyelamatan bencana gempa Myanmar.

Pada 30 Maret 2025 lalu, tim beranggotakan 10 kecoa hidup dikirim dari Singapura ke Myanmar oleh Pasukan Pertahanan Sipil Singapura (SCDF), sebagai bagian dari misi kemanusiaan “Lion Heart”.

Misi ini dilakukan menyusul gempa dahsyat magnitudo (M) 7,7 yang mengguncang wilayah dekat Mandalay pada 28 Maret 2025, menewaskan lebih dari 3.300 orang, melukai 4.850 lainnya, serta membuat 220 orang dinyatakan hilang hingga 5 April.

Robot kecoa ini dikembangkan oleh Home Team Science and Technology Agency (HTX) bekerja sama dengan Nanyang Technological University (NTU) dan Klass Engineering & Solutions. Uniknya, teknologi kecoa ini bukan mesin, melainkan kecoa hidup. Tepatnya adalah kecoa mendesis Madagaskar, yang dilengkapi dengan kamera inframerah mini, sensor, serta elektroda pengendali.

Dengan panjang tubuh hanya 5–7,5 cm, robot kecoa ini mampu menyusup ke celah sempit di bawah reruntuhan, tempat yang tak bisa dijangkau manusia. Teknologi ini memungkinkan pengendali untuk mengontrol arah gerak kecoa dari jarak jauh, sambil menerima data visual dan sensorik yang diproses melalui algoritma pembelajaran mesin (machine learning) untuk mendeteksi tanda-tanda kehidupan.

Walaupun teknologi ini semula dijadwalkan akan aktif digunakan pada 2026, keadaan darurat gempa Myanmar mempercepat penggunaannya di dunia nyata. Robot kecoa pertama kali dikerahkan pada 31 Maret 2025, lalu dua kali lagi di ibu kota Naypyidaw pada 2 April 2025.

Meski tidak ada korban selamat yang ditemukan secara langsung oleh robot ini, keberadaannya sangat membantu dalam menjelajahi area paling terdampak dan sulit dijangkau.

Teknisi Yap Kian Wee dan Ong Ka Hing, operator tim robot kecoa, memastikan bahwa kecoa-kecoa tersebut dirawat dengan baik menggunakan air dan wortel segar. Mereka mengakui bahwa kondisi lapangan jauh berbeda dari simulasi yang dilakukan di laboratorium.

“Misi di sini membuat kami ingin terus mengembangkan teknologi ini agar bisa menemukan korban lebih cepat,” kata Yap.

“Ada banyak hal tak terduga. Kondisi sebenarnya jauh lebih kompleks dibandingkan uji coba di Singapura.  Namun ini jadi pelajaran berharga bagi kami,” tambah Ong.

Penggunaan robot kecoa ini menandai awal era baru dalam teknologi penyelamatan bencana. SCDF dan mitra teknologinya berharap bahwa alat ini dapat meningkatkan kecepatan dan efisiensi operasi SAR di masa depan, khususnya dalam bencana besar dengan medan yang sulit seperti pada gempa Myanmar.

More Articles ...