logo2

ugm-logo

Gubernur Koster Respons Tudingan Banjir Bali Akibat Alih Fungsi Lahan

Denpasar, CNN Indonesia -- Gubernur Bali, Wayan Koster merespons soal dua rencana proyek--pembangunan Terminal LNG di Sanur dan Jalan Tol Mengwi-Gilimanuk--yang alih fungsi lahannya disorot terkait bencana banjir di sejumlah wilayah itu baru-baru ini.

Koster menilai setiap pembangunan pasti memakan lahan, termasuk pula persawahan. Namun, katanya, itu pun sudah diperhitungkan dan tak menggunakan banyak area,

"Pembangunan pasti ada dikenakan, tapi sawahnya cuman tidak banyak, 200 hektare kalau tidak salah," kata Koster di Denpasar, Bali, Jumat (21/10).

Di satu sisi, Koster menyatakan lewat pembangunan itu wilayah Bali akan berdampak ekonomi yang naik berkali-kali lipat.

"Tapi kan nilai ekonomi seluruh kawasan itu, kan naik sekian kali lipat," katanya.

Kemudian, saat ditanya apakah pembangunan tersebut dipastikan tidak akan berdampak ke depannya terhadap kondisi lingkungan di Bali, Koster menjawab, "Tidak, ini kan sudah diperhitungkan sudah ada amdal-nya. Dan wilayah itu, bukan wilayah uluh, ini kan wilayah melintang, beda kalau pembangunan itu dilakukannya di hulu, itu bisa berbahaya."

Sebelumnya diberitakan, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali menyoroti bencana banjir dan longsor di sejumlah wilayah di Pulau Bali, terutama di Kabupaten Karangasem dan Kabupaten Jembrana. Mereka menilai bencana itu merupakan akibat dari alih fungsi lahan yang terjadi di Pulau Dewata.

"Jadi, adanya bencana akhir-akhir ini yang sangat besar menimpa Jembrana dan Karangasem itu. Menurut hemat kami ditengarai ahli fungsi lahan yang signifikan, yang disebabkan oleh salah satunya adalah pembangunan infrastruktur yang atraktif terhadap lingkungan," kata Direktur Eksekutif Walhi Bali Made Krisna Dinata alias Bokis di Denpasar, Selasa (18/10).

Menurutnya, alih fungsi lahan jelas menjadi salah satu penyebab dominan terjadinya bencana akibat intensitas hujan yang tinggi, seperti banjir dan longsor. Hal itu menunjukkan upaya pengendalian pemanfaatan ruang di Bali sangat kurang. Selain itu, sedikitnya vegetasi di dataran tinggi atau lahan curam juga turut menjadi penyebab.

Waspada! 34 Desa dan 8 Kecamatan di Jombang Masuk Kategori Rawan Bencana

JOMBANG – Sebanyak 34 desa dari delapan kecamatan di Jombang masuk rawan bencana kategori tinggi. Memasuki musim penghujan ini warga diminta lebih meningkatkan kewaspadaan.

”Kategori rawan bencana kita bagi menjadi tiga, yakni kategori tinggi, sedang dan rendah,’’ ujar Kepala BPBD Jombang Bambang Dwijo Pranowo, kemarin (24/10).

Dijelaskan, ada 34 desa yang masuk rawan bencana ketegori tinggi. Seluruh desa itu tersebar di delapan kecamatan yang meliputi Wonosalam, Bareng, Mojoagung, Mojowarno, Sumobito, Kabuh, Plandaan dan Ngusikan. Potensi bencana di 34 desa itu juga beragam mulai banjir, angin kencang, banjir luapan, longsor dan kebakaran. ”Karena Jombang termasuk kategori dengan bencana yang beragam,’’ tambahnya.

Sedangkan, ada 70 desa yang masuk rawan bencana kategori sedang. Rawan bencana kategori sedang ini juga tersebar di sejumlah kecamatan. Sisanya, seluruh desa di 304 desa/kelurahan masuk rawan bencana kategori rendah. ”Karena pada dasarnya, semua desa masuk rawan bencana,’’ jelas dia.

Ia mengaku telah menyiapkan beberapa antisipasi. Misalnya, dari segi kesiapan personel, peralatan dan lain-lain. Selain itu, ada pengelolaan risiko bencana berbasis komunitas yang sudah ditingkatkan. ”Yakni melalui desa tangguh bencana di 29 desa, dan rumah sakit tanggap bencana,’’ tandasnya.

Tahun ini saja ia mencatat ada 100 lebih kejadian bencana yang terjadi di berbagai wilayah. Bentuknya beragam mulai banjir, kebakaran, longsor, angin kencang dan lain-lain. ”Namun paling banyak banjir luapan yang terjadi di beberapa titik,’’ pungkas Bambang.

Sementara itu, Bupati Mundjidah Wahab menyampaikan kesiapan personel dalam menghadapi potensi bencana telah dilakukan. Akibat cuaca yang tidak menentu, tidak menutup kemungkinan terjadi cuaca ekstrim yang mengakibatkan bencana hidrometeorologi. “Sehingga semua pihak harus meningkatkan kesiapsiagaan baik personel, individu maupun sumberdaya dan peralatan yang dimiliki,’’ ujarnya.

Ia menganggap perlu ada sosialisasi kepada masyarakat agar lebih meningkatkan kewaspadaan dini di musim penghujan. Sosialisasi ini terkait pemahaman tentang kesiapsiagaan bencana pada setiap kegiatan. “Harus disampaikan ke masyarakat, agar mereka mengetahui, waspada dan tanggap  bencana alam,’’ pungkas Mundjidah. (ang/bin/riz)

More Articles ...