logo2

ugm-logo

Gunung Raung Waspada, Warga Dilatih Hadapi Bencana

Banyuwangi - Warga Kecamatan Songgon, Banyuwangi, Jawa Timur, dilatih menghadapi ancaman bencana letusan Gunung Raung, Selasa, 9 Desember 2014. Pada 13 November lalu, gunung setinggi 3.332 meter dari permukaan laut itu terus bergemuruh dan mengeluarkan asap putih sejak statusnya meningkat menjadi waspada (level II).

Warga yang dilatih sebanyak 100 orang. Mereka berasal dari Dusun Lider, Bejong, dan Dhani. Ketiga dusun itu berpenghuni 200 keluarga dan berjarak 8 kilometer dari Gunung Raung. Mereka dilatih menyelamatkan diri melalui jalur evakuasi dengan menaiki truk maupun sepeda motor yang telah disiapkan pemerintah daerah.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah menyiapkan tanah lapang Desa Sragi yang berjarak 6 kilometer dari kampung mereka sebagai lokasi pengungsian. Simulasi bencana itu melibatkan semua pihak terkait, dari aparat desa, kecamatan, TNI Angkatan Darat, tenaga medis, hingga badan penanggulangan bencana setempat.

Kepala Seksi Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Eko Suprapto mengatakan simulasi ini pertama kali dilakukan. Setelah simulasi, pemerintah Banyuwangi akan memperbaiki 4 kilometer jalan evakuasi yang kondisinya rusak parah. "Mulai tahun depan kami anggarkan untuk perbaikan jalur evakuasi," katanya.

Kepala Pos Pengamatan Gunung Api Raung, Balok Suryadi, mengatakan aktivitas Gunung Raung belum turun. Hari ini tercatat terjadi gempa tremor terus-menerus dengan amplitudo 3-32 milimeter. Asap putih juga masih berembus setinggi 100 meter ke arah barat. "Asap mengarah ke Desa Sumberjambe, Kabupaten Jember," kata Balok.

Suara gemuruh juga sering terdengar. Terakhir kali terdengar pada 5 Desember lalu pukul 12.00. Tingginya aktivitas gunung tersebut membuat Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi menaikkan status Raung menjadi waspada. Dengan meningkatnya status itu, Gunung Raung tertutup untuk pendakian dalam radius 2 kilometer dari puncak. Gunung Raung pernah meletus kecil pada 19 Oktober 2012. Sejak itu, aktivitasnya fluktuatif.

sumber: tempo

Penanggulangan bencana berbasis data

Jakarta - Jarang ada buku yang menyajikan informasi grafis terkait pengelolaan bencana, padahal infografis dinilai efektif untuk memahami narasi sebuah pesan, menjelaskan detil suatu proses yang harus dilakukan, juga untuk merekonstruksi sebuah peristiwa.

Dengan kata lain infografis tampil sebagai bentuk berita visual yang kompleks yakni mampu memuat narasi, data sekaligus visual.

Sehingga kehadiran sebuah buku infografis yang menyajikan data terkait upaya penangganan bencana seperti buku berjudul "Indonesia Province Infographic" ini sungguh sebuah kekuatan yang bermakna.

Ambil contoh provinsi Sumatera Barat yang menurut sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, jumlah penduduknya sebesar 4,8 juta jiwa.

Ternyata jumlah penduduk perempuannya lebih besar dibanding laki-laki yang ditandai dengan angka sex-ratio sebesar 98,44 yang dapat dilihat dengan jelas dalam infografis.

Tidak cukup sampai disini, informasi tadi juga memuat berapa jumlah orang berkebutuhan khusus dalam total populasi.

Informasi tersebut berguna untuk membantu penyusunan rencana serta analisas yang tepat misalnya dalam proses penyelamatan, termasuk kelompok rentan dan prasarana umum yang terdampak bahaya.

Apalagi data itu berbentuk piramida penduduk yang dilengkapi dengan proyeksi penduduk tahun 2015, tahun 2020 hingga tahun 2025 (halaman 23).

Bahkan lebih jauh, informasi tersebut bukan hanya digunakan untuk memobilisasi sumberdaya, namun juga untuk menentukan kebijakan dan mengukur keberhasilan dari intervensi yang dilakukan.

Data kependudukan yang telah diolah dan diintegrasikan dengan informasi lain lalu disajikan dengan visualisasi menarik, tentu sangat membantu perencanaan dan ketepatan analisis penanganan bencana.

Memang akses terhadap informasi dan data memegang peran penting untuk menjamin suksesnya manajemen bencana, karena dapat dibayangkan bila penanggulangan bencana tidak bertumpu pada data, maka akan terjadi kesimpangsiuran penanganannya.

Buku ini memuat gambaran visual dalam bentuk peta dan grafis 33 provinsi di Indonesia disertai informasi tujuh sektor utama, yakni informasi kependudukan, ketahanan pangan, mata pencaharian, pendidikan, kesehatan, air bersih dan sanitasi, serta bencana yang sering terjadi di sana.

Informasi yang disajikan dilihat dari berbagai segi, antara lain jumlah populasi, tingkat kepadatannya, kondisi geografisnya, dan lain-lain.

Buku "Indonesia Province Infographic" yang terdiri dari 83 halaman dengan panjang 29 Cm dan lebar 25 Cm ini memang kaya ilustrasi dan penuh gambar peta warna-warni yang enak dilihat.

Nampaknya buku yang diawali dengan tiga halaman foto kegiatan tanggap bencana ini juga sengaja membidik pangsa pasar yang lebih global karena setiap detailnya disajikan dalam bahasa Inggris.

Apalagi pembuatan buku ini juga melibatkan sejumlah lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) selain dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Pusat Statistik (BPS).

Lembaga PBB tersebut adalah Kantor Koordinasi Untuk Urusan Kemanusiaan (OCHA), Badan Kependudukan PBB (UNFPA), Program Pangan Dunia (WFP) dan Program Pembangunan PBB (UNDP).

Keunggulannya yang mampu menyajikan informasi rumit menjadi lebih ringkas membuat infografis dianggap sebagai media yang efektif untuk promosi, publikasi dan edukasi.

Menurut pakar infografis Machfoed Gembong, saat ini media infografis telah mengalami metamorphosis menjadi lebih canggih.

Sarjana seni rupa IKIP Negeri Surabaya yang kenyang pengalaman sebagai illustrator dan pewarta grafis ini mengatakan, infografis berkembang dari dua dimensi menjadi infografis interaktif dan yang paling mutakhir adalah video infografis.

Maka kita semua patut berharap bahwa buku infografis ini bisa ditampilkan dalam format web dan bukan tidak mungkin dikembangkan dalam format video infografis.



Panduan Nasional



Berhubung pemanfaatan infografis belum secara luas digunakan umum, bersamaan dengan terbitnya buku infografis tadi, BNPB, BPS dan UNFPA, menerbitkan buku "Panduan Nasional Penggunaan Data Kependudukan dalam Penanggulangan Bencana".

Buku ini berisi panduan rinci tentang penggunaan data kependudukan dalam semua tahap penanggulangan bencana, mulai prabencana, saat bencana dan pascabencana.

Secara spesifik tujuan penyusunan buku ini adalah sebagai petunjuk teknis dari peraturan Kepala BNPB No. 8 tahun 2011 tentang Standarisasi Data Kebencanaan.

Selain itu buku dengan jumlah halaman 89+xii lembar dengan kertas berwarna serta memiliki panjang 24 Cm dan lebar 21 Cm itu untuk memberikan panduan bagi pelaku kemanusiaan dalam penggunaan data kependudukan untuk penanggulangan bencana.

Data kependudukan atau data bencana mutlak diperlukan pada tahap kesiapsiagaan darurat maupun aspek pertolongan, pemulihan dan rekonstruksi bencana.

Begitu sentral peran data kependudukan hingga bisa dikatakan, tidak ada rencana penanggulangan bencana yang sukses tanpa didukung data kependudukan.

Terlihat informasi dalam buku ini sudah cukup memenuhi syarat sebagi buku panduan, meski pembaca menjadi kurang nyaman dengan tampilan dua kolom.

Namun demikian buku ini menyertakan alamat website terkait, yakni http://dibi.bnpb.go.id/DesInventar/dashboard.jsp?countrycode=id.

Hadirnya dua buku tersebut bermuara pada upaya menuju Indonesia tangguh yakni bangsa yang memiliki daya antisipasi terhadap bencana, bangsa yang mempunyai daya proteksi dengan menangkis dan menghindar bencana, lebih jauh menuju bangsa yang tinggi daya adaptasinya.

Tampaknya terbitnya dua buku ini adalah bukti nyata bahkwa Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah melakukan komunikasi strategis dengan para pemangku kepentingannya.

BNPB secara terbuka menjalin sinergi dengan Badan Pusat Statistik dan Perserikatan Bangsa-bangsa serta berhasil mengkomunikasikan itu semua atas nama kemanusiaan. Selamat untuk BNPB!