logo2

ugm-logo

DPR Harapkan Warga Ternate Tetap Siaga

Jakarta - Kamis 18 Desember 2014, pukul 23.47 WIT, Gunung Gamalama dikabarkan meletus dan mengeluarkan abu vulkanis. Sedikitnya tiga wilayah di Kota Ternate di selimuti abu vulkanis. Bahkan, Bandara Babullah juga sampai ditutup. Meskipun aktivitas Gamalama masih tinggi, tapi warga yang berada pada titik rawan bencana masih tetap bertahan.
 
Menanggapi hal ini, Anggota Komisi VIII Syamsul Luthfi berharap masyarakat Ternate, Maluku Utara tetap siaga menghadapi perkembangan Gunung Gamalama. Mengingat, segala kemungkinan bisa terjadi. Termasuk letusan yang lebih parah, namun tentunya tidak diharapkan.
 
“Adanya erupsi ini, merupakan pertanda bahwa aktifitas Gunung Gamalama masih cukup berbahaya. Ini yang harus diwaspadai dan diantisipasi oleh masyarakat Maluku Utara. Masyarakat dan pihak yang berkepentingan dalam hal ini harus siap, siaga, dan waspada, serta saling mengingatkan. Jangan sampai lengah, karena tidak bisa diprediksi,” kata Luthfi, ketika dihubungi Parle via telepon, Selasa 23 Desember 2014.
 
Politisi Demokrat ini menambahkan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Malut harus bisa mengantisipasi bencana ini. BPBD juga harus dapat berkoordinasi dengan pihak lain, termasuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
 
“Kami optimis, BPBD bisa mengantisipasi dan berkoordinasi dengan BNPB, untuk antisipasi lebih jauh terhadap bencana ini. BPBD Malut harus tanggap untuk menghadapi hal ini, karena mereka juga sudah terlatih di situasi dan kondisi di Malut,” tambah Luthfi.
 
Ketika ditanya apakah masyarakat perlu segera diungsikan, Politisi asal Dapil NTB ini menyatakan jangan terlalu terburu-buru mengungsikan masyarakat. Namun harus dilihat seberapa parah efek dari erupsi ini. Termasuk perkembangan ke depannya, apalagi tidak bisa diprediksikan, apakah gunung akan meletus atau tidak.
 
“Untuk itu, dibutuhkan alat pendeteksi dini dan beberapa peralatan canggih lainnya untuk mengantisipasi dan memantau perkembangan Gunung Gamalama. Kewaspadaan dari unsur pemerintah daerah di sana dan seluruh masyarakat, juga mutlak diperlukan dalam rangka mengantisipasi jika ada korban ke depan akibat erupsi Gunung Gamalama,” harap Luthfi.
 
Dalam kesempatan kunjungan kerja yang dilakukan oleh Komisi VIII sebelumnya, pada 8-10 Desember 2014 ke Provinsi Malut, Luthfi menegaskan pentingnya alat deteksi dini untuk mengetahui potensi bencana yang akan terjadi secara cepat. Ia mengingatkan, kebutuhan alat ini jangan dipikirkan setelah terjadinya bencana, namun harus sedini mungkin.
 
“Kita menyadari bahwa kondisi geografis di Malut cukup sulit. Ini memerlukan koordinasi antar pihak yang berkepentingan di 10 Kabupaten dan Kota yang ada di provinsi ini. Oleh karena itu dibutuhkan alat deteksi dini, untuk mengantisipasi terjadinya bencana. Jangan kita berpikir setelah ada bencana, baru menganggap pentingnya alat ini. Jangan menunggu sampai bencana ini terjadi, tapi lebih baik kita mengantisipasi,” harap Luthfi, saat di Ternate, Malut. (www.dpr.go.id)

Pemerintah Intensifkan Pelatihan Tanggap Bencana di Wilayah Rawan Longsor

Presiden Joko Widodo di Jakarta, Kamis (18/12) menginstruksikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama jajaran kepala daerah yang wilayahnya rentan bahaya longsor, agar memberikan sosialisasi dan pelatihan kebencanaan kepada warga masyarakat.

"Ini semuanya kita harus waspada. Karena tidak hanya satu dua tiga empat atau lima titik rawan longsor, tetapi ada ratusan titik di tanah air ini yang rawan longsor. Terutama di Jawa ini banyak sekali," kata Presiden Joko Widodo. 

Sementara itu Kepala BNPB Syamsul Maarif menjelaskan pihaknya telah menyiapkan pelatihan kebencanaan khususnya di wilayah Jawa yang memang rentan bencana longsor. 

"Bapak Presiden menginstruksikan kepada kami untuk melakukan pelatihan di wilayah yang memang rentan. Yaitu di Jawa Barat bagian Selatan. Jawa Tengah bagian tengah dan selatan. Lalu Jawa Timur. Untuk dilakukan edukasi serta pelatihan-pelatihan," jelas Syamsul Maarif.

"BNPB sendiri melalui BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) di setiap daerah sudah memberikan informasi ini. Kami juga membuat rencana aksi terpadu, yang merupakan hasil pemikiran dan upaya antisipasi beberapa kementrian dan lembaga. Namun tetap perlu dilakukan pelatihan," tambahnya. 

Presiden tambah Syamsul Maarif juga memerintahkan agar BNPB bekerja sama dengan Badan Geologi dari Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, segera memasang alat sistim peringatan dini atau Early Warning System di tempat-tempat yang sudah ditengarai merupakan wilayah rawan longsor.

"Bapak Presiden juga memerintahkan agar BNPB bekerjasama dengan ESDM untuk memasang alat early warning system . ditempat-tempat yang sudah ditenggarai merupakan wilayah rawan longsor. Sekaligus juga dilatih. Kami kerjasama dengan UGM dan teman-teman BPPT untuk melaksanakan perintah bapak Presiden," kaya Syamsul Maarif.

Peneliti longsor dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Edy Prasetyo Utomo kepada VOA menyoroti soal pentingnya pendidikan dan sosialisasi kebencanaan menyangkut bencana longsor kepada masyarakat.

"Melakukan edukasi kepada masyarakat setempat. Yaitu di daerah-daerah yang sudah dipetakan dengan skala 25 hingga 50 ribu yang sudah dinyatakan sebagai daerah rawan bencana longsor. Di daerah-daerah itu jangan ada aktifitas dengan menanam tanaman pertanian akar pendek seperti sayur-sayuran. Khususnya di daerah yang kemiringannya 30 hingga 40 derajat," tambahnya. 

Edy Prasetyo Utomo menambahkan masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana longsor perlu mengetahui gejala-gejala awal munculnya bencana longsor.

"Longsor itu ada gejala-gejalanya. Misalnya ada retakan. Kemudian ada tanaman tiba-tiba miring. Lalu kalau kita mau buka jendela atau pintu rumah susah dibuka. Apalagi tiang rumah miring. Itu gejala awal. Lalu air sumur kita menjadi keruh. Ini yang harus disampaikan kepada masyarakat di sekitar rawan bencana," kata Edy Prasetya Utomo. 

Pemerintah Relokasi Warga Korban Bencana Longsor Banjarnegara 

Selain soal sosialisasi dan pendidikan kebencanaan kepada warga yang bermukim di wilayah rawan longsor, Presiden juga menginstruksikan kepada jajaran instansi terkait agar segera melakukan perencanaan terkait dengan relokasi warga di sekitar lokasi bencana longsor di Dusun Jemblung, Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara, Jawa Tengah. 

Kepala BNPB Syamsul Maarif memperkirakan, untuk relokasi warga korban bencana longsor di Banjarnegara itu setidaknya diperlukan sekitar 85 unit rumah, dengan kebutuhan dana sekitar Rp 5,168 miliar. 

Selain rumah juga dibutuhkan dana untuk pembangunan infrastruktur jalan termasuk rehabilitasi jembatan putus yang juga dekat dengan peristiwa longsor itu. Kemudian juga ada bendungan, tebing sungai, saluran irigasi, normalisasi sungai. Total anggaran menurut Syamsul sekitar Rp 25,7 miliar.

Hingga Kamis (18/12) jumlah korban bencana longsor di Karangkobar, Banjarnegara, Jateng telah ditemukan 79 orang meninggal. Namun pemerintah bersama tim gabungan bertekad akan terus melakukan pencarian korban yang hingga kini belum diketemukan. ​

sumber: voaindonesia.com