TEMPO.CO, Jakarta - Hujan lebat yang terjadi di wilayah tengah dan selatan Kenya telah menyebabkan banjir bandang dan menewaskan lebih dari 100 orang terhitung sejak April 2018. Selain korban tewas, banjir juga telah membuat lebih dari 200.000 orang mengungsi.

Dikutip dari Aljazeera.com pada Jumat, 04 Mei 2018, otoritas berwenang Kenya dan kelompok- kelompok kemanusiaan melakukan sistem evakuasi via udara untuk menyelamatkan warga yang terjebak dan menyediakan bantuan pada desa-desa yang terisolir karena banjir ini. Palang merah Kenya menyerukan musibah banjir ini adalah sebuah krisis kemanusiaan yang membutuhkan pendanaan darurat. Terlebih, banjir telah menyebabkan 15 kabupaten dari total 47 kabupaten di Kenya terkena dampak.
“Ini adalah sebuah tragedi besar bagi banyak komunitas masyarakat. Mereka yang menjadi korban adalah orang-orang kuat dan mampu mengatasi begitu banyak kesulitan. Akan tetapi, saya tahu ujian ini sangat berat dan saya khawatir banjir ini akan mendorong beberapa orang ke jurang kehancuran,” kata Abbas Gullet, Sekjen Palang Merah Kenya, seperti dikutip CNN.com, Jumat, 4 Mei 2018.
Badan Meteorologi Kenya memprediksi naiknya intensitas hujan di wilayah barat dan tengah Kenya. Sedangkan wilayah area Kenya lainnya intensitas hujan masih dalam batas normal.
Pada Maret dan Mei atau Juni, negara-negara Afrika timur mengalami musim hujan. Adapun musim hujan kedua atau yang dikenal ‘sedikit hujan’ umumnya terjadi pada November tetapi hujan lebat kemudian akan turun sangat lebat.
Selain Kenya, banjir juga terjadi di Uganda dan Somalia. PBB memperkirakan setengah juta orang di Somalia, terkena dampak musibah ini dengan hampir 175.000 orang terpaksa harus mengungsi.
sumber: tempo