logo2

ugm-logo

Kemarau, Kasus Kebakaran dan Kekeringan di Sukabumi Tinggi

BPBD Sukabumi menyaurkan air bersih untuk warga yang dilanda kekeringan, Selasa (31/7).

REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Laporan kekeringan dan kebakaran akibat dampak kemarau mulai meningkat di Juni 2019. Ini karena pada sebelumnya tidak ada laporan kejadian kekeringan dan kasus kebakaran yang meningkat.

"Total bencana sepanjang Juni 2019 sebanyak 18 kasus," ujar Koordinator Pusdalops BPBD Kabupaten Sukabumi Daeng Sutisna kepada wartawan Selasa (2/7). Menurutnya kasus yang paling menonjol adalah bencana kekeringan sebanyak tujuh kasus.

Pada bulan sebelumnya tidak ada laporan kasus kekeringan. Selain kekeringan, bencana lain yang terjadi pada Juni adalah kebakaran delapan kasus, longsor tiga kejadian, dan angin kencang satu kejadian.

Menurut Daeng, warga yang terdampak bencana pada Juni 2019 sebanyak sembilan kepala keluarga (KK) yang terdiri atas 28 jiwa. Selain itu ada warga yang mengungsi akibat bencana yakni tujuh KK yang terdiri atas 25 jiwa.

Daeng menerangkan bencana di sepanjang Juni menyebabkan sembilan rumah terdampak. Rinciannya sebanyak tujuh unit rusak berat, satu unit rusak sedang, dan satu unit rusak ringan. Total kerugian akibat bencana sebesar Rp 1,3 miliar.

Daeng menuturkan warga yang mengalami krisis air bersih akibat kekeringan misalnya di Desa Nengela, Kecamatan Tegalbuleud mencapai sebanyak 357 kepala keluarga (KK). Ratusan warga itu tersebar di tiga kampung berbeda.

Di Kampung Cikupa RT 12 RW 04 ada korban terdampak sebanyak 120 KK. Di Kampung Sinarmuda RT 13 RW 04 sebanyak 112 KK. Terakhir di Kampung Datargebang RT 23 sebanyak 125 KK.

Laporan ini langsung ditindaklanjuti dengan rencana pipanisasi untuk mengalirkan air dari sumber ke permukiman warga. Dengan demikian akses warga terhadap sumber air jadi lebih mudah di musim kemarau.

Selain di Tegalbuleud, kecamatan lainnya yang melaporkan krisis air bersih akibat kekeringan yakni di Pasirbaru, Kecamatan Cisolok. Laporan ini pun sudah disikapi dengan pasokan bantuan air bersih ke wilayah tersebut.

Di sisi lain, dampak kekeringan akibat kemarau di Kota Sukabumi diperkirakan akan terjadi pada Juli 2019. "Kota Sukabumi diperkirakan terdampak kekeringan Juli, Agustus, dan September,'' ungkap Kepala Seksi Pencegahan dsn Kesiapsiagaan BPBD Kota Sukabumi Zulkarnain Barhami.

BPBD telah melakukan upaya antisipasi dampak kekeringan. Misalnya berkoordinasi dengan PDAM Sukabumi dalam mendistribusikan air bersih ke wilayah yang warga yang terdampak kekeringan.

Rakor Pascagempa Palu, Wiranto Ingatkan Bahaya di Zona Merah

Palu - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menggelar rapat koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng). Rapat membahas rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa Palu serta mendata korban terdampak bencana.

"Sekarang ke rehabilitasi dan rekonstruksi. Untuk memulai tahap ini, tentu kita butuh data yang akurat. Maka dalam rakor ini, kita sedang melakukan validasi data pusat dan daerah," ujar Wiranto setelah memimpin Rapat Koordinasi di kantor Gubernur Sulteng, Jalan Sam Ratulangi, Palu, Sulteng, Senin (1/7/2019).

Menurut Wiranto, bencana adalah tanggung jawab pemerintah daerah. Namun pemerintah pusat akan memberikan bantuan dalam rangka penanggulangan bencana.

"Tapi bencana adalah tanggung jawab daerah. Pemerintah pusat pada posisi memberikan bantuan secara maksimal dalam rangka seluruh kegiatan penanganan bencana," ujar Wiranto.

Sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam melakukan rehabilitasi pascabencana ialah hal yang dibutuhkan masyarakat. Jadi, korban terdampak bencana dapat kembali melakukan aktivitas dan memperoleh pekerjaan.

"Oleh karena itu, keterpaduan antara pemerintah pusat dan daerah kita butuhkan. Hal yang perlu dilakukan menyangkut dana santunan dan jaminan hidup bagi masyarakat terdampak untuk membantu konsolidasi dan mendapatkan pekerjaan," lanjut Wiranto.

Selain itu, Wiranto mengatakan Sulteng adalah daerah rawan bencana. Ia berharap tidak ada lagi warga yang mendirikan bangunan di zona merah atau zona rawan bencana.

"Penting kita minta kesadaran masyarakat daerah Palu dan sesar Palu, termasuk ring of fire, yang rawan bencana," kata Wiranto.

"Kata Kepala BNPB, secara periodik bencana ini datang di Sulteng kondisinya seperti itu. Kemudian ada kebijakan daerah zona rawan dan zona merah. Tapi kenyataan masih ada masyarakat yang tidak menaati di mana mereka masuk di zona merah," ujar Wiranto.

Lebih lanjut, Wiranto meminta pemerintah Sulteng memberikan sosialisasi kepada masyarakat terkait zona merah tersebut. Dengan begitu, tidak ada lagi korban apabila kembali terjadi bencana di daerah zona merah.

"Di sini kita minta ketegasan pemerintah daerah dan kesadaran masyarakat bahwa zona merah itu berbahaya. Bukan tanpa alasan, tapi alasannya, yaitu alasan keselamatan masyarakat sendiri. Jangan sampai ada bencana kemudian muncul korban tadi. Kita harus bersikap tegas pada masyarakat yang kembali ke zona merah," tutup Wiranto.

Rapat turut dihadiri Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Djalil, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo, Sekretaris Provinsi Sulteng Muhammad Hidayat Lamakarate, serta Bupati Sigi Irwan Lapata dan jajaran pemerintah Sulteng.

More Articles ...