logo2

ugm-logo

WHO: Tak Ada Bukti Pasien Sembuh Covid-19 Kebal dari Virus Corona

KOMPAS.com - Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO) memperingatkan bahwa orang yang sudah sembuh dari Covid-19 belum tentu kebal dari virus SARS-CoV-2 dan tidak mendapatkannya di kemudian hari.

"Belum ada bukti bahwa orang yang pernah terinfeksi Covid-19 tidak akan terinfeksi untuk kedua kalinya," kata WHO dalam laporan ilmiah yang dipublikasikan Jumat.

Seperti dilansir CNN, Sabtu (25/4/2020), pernyataan ini guna memperingatkan pemerintah suatu negara yang sedang mempertimbangkan mengeluarkan "sertifikat kebal virus corona" untuk dibagikan pada orang yang sudah sembuh dari Covid-19 dan dianggap mereka aman untuk melanjutkan kehidupan normal.

"Pada titik pandemi ini, tidak ada cukup bukti tentang efektivitas kekebalan yang dimediasi antibodi untuk menjamin keakuratan 'sertifikat kebal virus corona'," tegas WHO.

Maria Van Kerkhove dari WHO sebelumnya mengatakan tidak mengetahui apakah orang yang telah terpapar virus menjadi benar-benar kebal.

Laporan WHO yang baru terbit dan dilandasi pernyataan ilmiah menggarisbawahi tidak ada bukti bahwa orang yang sembuh dari Covid-19 memiliki kekebalan akan virus tersebut.

WHO memperingatkan, tes antibodi yang sudah dilakukan tidak cukup menunjukkan bahwa orang yang sudah pernah terinfeksi Covid-19 menjadi kebal terhadap virus SARS-CoV-2.

Mary Hayden, juru bicara IDSA dan Kepala Divisi Penyakit Menular di Rush University Medical Center, mengatakan, pihaknya tidak mengetahui apakah pasien yang memiliki antibodi masih berisiko terinfeksi Covid-19 untuk kedua kalinya.

"Hingga saat ini, saya pikir kita harus berasumsi bahwa mereka (pasien sembuh Covid-19) bisa terinfeksi ulang," ungkapnya.

Hayden juga mengatakan, hingga saat ini belum ada yang mengetahui antibodi dari Covid-19 yang muncul setelah sembuh memberikan perlindungan seperti apa.

Apakah perlindungan menyeluruh atau hanya parsial, dan berapa lama antibodi itu bertahan masih belum diketahui pasti.

"Untuk itu, masyarakat yang sudah sembuh dari Covid-19 dimohon tidak terburu-buru melakukan aktivitas normal. Tetap jaga jarak dan sebisa mungkin di rumah," ungkap Hayden.

Hal ini perlu dilakukan agar orang yang sudah sembuh itu tidak menempatkan diri mereka ke risiko yang tidak perlu.

Karena seperti yang dijelaskan, hingga saat ini belum ada cukup bukti yang menyebut pasien sembuh Covid-19 kebal dari virus SARS-CoV-2.

Pakar Penanganan COVID-19 Sebut Corona Bisa Selesai Sebulan, Ini Caranya

Ketua Tim Pakar Satgas Penanganan Corona, Prof Wiku Bakti Adisasmito

Jakarta - Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Bakti Bawono Adisasmito mengatakan wabah virus Corona di Indonesia bisa diakhiri dalam sebulan tanpa lockdown. Syaratnya, semua masyarakat harus kompak menggalakkan cuci tangan dan memakai masker. Benar-benar kompak, tanpa terkecuali.

"Pasti sebulan lagi juga sudah selesai kalau Indonesia melakukan langkah ini secara kolektif, maka selesai outbreak ini," kata Wiku Bakti Bawono Adisasmito, kepada detikcom, Rabu (8/4/2020).

Langkah kolektif yang dia maksud ialah cuci tangan menggunakan sabun dan mengenakan masker. Dua langkah itu harus dilakukan dengan maksimal oleh banyak orang.

Sebelumnya, para pakar kesehatan masyarakat hingga matematikus telah membuat model prediksi puncak virus Corona dengan jumlah penularan yang mengerikan. Bila tanpa intervensi yang tegas dari pemerintah, jutaan orang bisa terinfeksi COVID-19, sebutan untuk penyakit akibat virus SARS-CoV-2.

"Puncak kasus COVID-19 tidak akan terjadi apabila masyarakat secara kolektif menyadari pentingnya cuci tangan dan memakai masker. Mari kita semua cuci tangan, mari kita semua pakai masker," kata profesor dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) ini.

Penularan COVID-19 adalah melalui cairan hidung dan mulut (droplet) orang yang terinfeksi, melompat lewat bersin dan batuk, masuk ke hidung, mulut, atau mata orang yang sehat. Droplet mengandung virus Corona bisa pula berada di permukaan benda dan disentuh oleh orang yang sehat, kemudian orang yang sehat tersebut tertular COVID-19 karena tangannya yang terkena droplet itu dia gunakan untuk menyentuh mulut, hidung, atau matanya.

"Dua puluh persen penularan virus Corona adalah melalui droplet (lendir hidung dan mulut), 80 persen penularan virus Corona melalui tangan manusia. Jadi kalau dua hal itu dibereskan (dengan masker dan cuci tangan memakai sabun), maka akan ada nol (0) penularan," kata Wiku.

Kini, masyarakat harus mulai mengadakan masker secara swadaya alias bikin sendiri dan dibagi-bagi sendiri. Pemakaian masker secara pribadi tidak cukup apabila orang-orang di sekitar masih belum mengenakan masker.

"Kalau mayoritas masyarakat Indonesia mempraktikkan cuci tangan secara sering dan mengenakan masker, maka apakah kasusnya akan naik? Ya tidak bisa naik, karena tidak akan ada jalan masuk penularan. Yang kena makin lama makin sedikit karena masyarakat berubah perlilakunya secara konsisten," kata Wiku.

Masyarakat juga perlu menjaga kondisi psikologi dan kebugaran tubuh di masa penjagaan jarak fisik ini (physical distancing). Menurutnya, olahraga di luar ruangan tetap baik dilakukan asalkan menjaga tangan dalam kondisi sudah dicuci dengan sabun sebelum menyentuh mulut, hidung, dan mata. Masker juga perlu tetap dikenakan. Perilaku masyarakat perlu diubah demi menyelamatkan Indonesia dari puncak Corona. Wabah berkepanjangan akan berakibat buruk bagi ekonomi masyarakat.

"Sampai kapan wabah ini? Sampai kita secara kolektif mampu melakukan perubahan perilaku itu. Kalau kita tidak mampu maka silakan tarik garis sampai kapanpun kita akan hidup dengan Corona dengan jumlah yang banyak, dan korbannya akan banyak, ekonomi kita akan susah. Kalau Anda tidak ingin kehilangan pekerjaan, ubahlah perilaku Anda," tuturnya.

More Articles ...