Pandeglang, Lombok Utara dan Sulawesi Tengah secara geografis merupakan wilayah rawan bencana. Masih lekat di ingatan kita pada 2018 terjadi tsunami di Pandeglang, gempa bumi di Lombok, gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di wilayah Sulawesi Tengah. Berbagai jenis kejadian bencana tersebut menimbulkan krisis kesehatan seperti korban jiwa, luka - luka, pengungsi dan terganggunya masalah kesehatan, ketersediaan air bersih, sanitasi, kesehatan lingkungan, gizi, kesehatan jiwa, hingga lumpuhnya layanan dan sistem kesehatan. Melihat dampak kondisi di atas, dituntut kerja sama dari semua pihak untuk berperan dalam mengurangi, mengantisipasi dan menghadapi risiko yang dapat muncul setiap saat. Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan bagi masyarakat terdekat diharapkan dapat bertahan dalam kondisi gawat darurat dan dapat mendukung sistem kesehatan daerah, terutama untuk layanan kesehatan korban atau pun masyarakat terdampak diwilayah kerja puskesmas.
Blog
Dokter Gugur dalam Melawan COVID-19”
Angka kasus COVID-19 di Indonesia belum menunjukkan penurunan, demikian halnya dengan angka kematian. Data hingga akhir Agustus terdapat 7.417 meninggal dunia dan dari jumlah korban meninggal tersebut sebanyak 100 dokter gugur dalam melawan COVID-19. Masyarakat Indonesia turut merasakan kesedihan dan menyampaikan keprihatinan mereka atas dokter yang gugur melalui akun media sosial. Fasilitas kesehatan harus memperketat protokol kesehatan di rumah sakit. Pemerintah dan rumah sakit seharusnya mampu memetakan kapasitas rumah sakit baik dari segi manajemen, tenaga kesehatan, prosedur dan kelengkapan logistik termasuk APD untuk mencegah penularan COVID-19 di rumah sakit. Sehingga bisa dilakukan evaluasi rutin dan respon cepat untuk memperbaiki hal - hal yang kurang memadai.
Artikel berikut menyebutkan bahwa APD yang kurang lengkap menjadi penyebab utama penularan COVID-19 pada tenaga kesehatan. Salah satu dokter mengatakan bahwa semakin lama pandemi berlangsung, jika dokter merasa tidak diberikan APD sesuai dengan anjuran WHO maka beberapa dokter mungkin merasa tidak memiliki pilihan lain selain melepaskan profesi mereka. Selanjutnya siapa yang akan merawat pasien, sementara di satu sisi jumlah kunjungan pelayanan pasien COVID di rumah sakit terus meningkat. Banyak prosedur dan aturan yang sudah dikeluarkan. Seharusnya semakin mengikuti aturan, semakin cepat menghentikan penyebaran COVID-19 dan semua orang memiliki tanggung jawab untuk mengikuti aturan tersebut. Artinya bukan hanya tenaga kesehatan yang menjadi garda terdepan, melainkan masyarakat juga menjadi garda terdepan.
PRESENTASI HASIL PENELITIAN DAMPAK PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR DI KOMUNITAS TERHADAP KUNJUNGAN RUMAH SAKIT
Pandemi Covid-19 ini sudah berlangsung lebih dari enam bulan, dan belum ada tanda tanda untuk berkurang, bahkan di Indonesia, jumlah pasien terus bertambah, dan belum ada tanda tanda untuk kurva epidemi turun (Kemenkes RI, 2020a). Pemerintah sudah berupaya sebaik mungkin untuk menerapkan kebijakan kebijakan mitigasi, termasuk diantaranya pembatasan social. Tujuan dari langkah-langkah mitigasi ini adalah untuk mengurangi penularan, sehingga menunda puncak epidemi, mengurangi ukuran puncak epidemi, dan menyebarkan kasus dalam waktu yang lebih lama untuk mengurangi tekanan pada sistem perawatan kesehatan (Ristyawati, 2020). Pro dan kontra mengenai pembatasan sosial ini terjadi di masyarakat, antara memilih untuk tetap tinggal di rumah dan tidak melakukan aktivitas seperti sekolah, bekerja maupun melakukan aktivitas lain di luar rumah seperti waktu normal
Perencanaan Pemulihan dan Membangun Normal Baru di Dunia Pasca COVID-19
Pada bencana alam, masa tanggap darurat biasanya tidak berlangsung lama dan fase pemulihan berfokus pada pembangunan infrastruktur. Tetapi pandemic COVID-19 mengancam seluruh populasi dan masa tanggap darurat bisa berlangsung beberapa bulan. Pandemi ini tidak menyebabkan kerusakan fisik pada infrastruktur, satu - satunya yang mengalami kerusakan adalah “manusia”. Artinya fase pemulihan fokus pada kesehatan masyarakat. Dampak psikososial pada populasi merupakan tantangan fase pemulihan lintas sektor untuk kesehatan masyarakat. Mulai dari morbiditas dan mortalitas hingga gangguan pendapatan, ketahanan pangan dan kekerasan dalam rumah tangga menyebabkan gangguan psikologi masyarakat. Mengoptimalkan upaya kesehatan mental sangat penting dalam pemulihan pasca pandemic.
Sebelum memasuki era new normal, pemerintah dunia lebih berfokus pada mitigasi efek pandemi untuk menyelamatkan nyawa. Sedikit perhatian diberikan pada perencanaan pemulihan dan membangun normal baru di dunia pasca COVID-19. Sudah saatnya bersiap untuk pemulihan pasca COVID-19. Perekonomian harus dibuka kembali secara bertahap dengan tetap memperhatikan perlindungan dan keselamatan individu. Dokumentasi observasi kesehatan masyarakat secara real time dalam laporan pasca tindakan COVID-19 secara terperinci dan komprehensuf harus dimulai dari sekarang seiring bertambahnya masalah dan solusi. Artinya saat melakukan respon tanggap darurat COVID-19, penting menyiapkan perencanaan pemulihan, termasuk segera meneliti kesesuaian doktrin kesehatan masyarakat.
UPDATE SITUASI PANDEMIK COVID-19 PROVINSI DIY DAN PERSIAPAN MENGHADAPI SURGE CAPACITY
Berdasarkan standar WHO, jumlah minimum test adalah sebesar 1/1000 penduduk/minggu. Per 26 Juli baru <26.000 test yang dilakukan dengan penduduk sebesar 3.882.288 jiwa seharusnya ada 3.882 orang/minggu, atau total >81.500 test. Kapasitas lima laboratorium adalah 1,644–1.744 sample swab/hari atau 9.864–10.464 sample/minggu.
Proses rujukan pasien COVID-19 juga masih sulit dilakukan karena tidak ada sistem informasi yang menyediakan data TT RS Rujukan COVID-19 yang tersedia. Perlu segera ada solusi agar tidak menjadi masalah yang lebih besar saat terjadi lonjakan kasus.