Public Health Emergency Operations Centre (PHEOC) dipandang sebagai komponen kesiapsiagaan darurat dan digunakan untuk koordinasi multi lembaga merespon bahaya termasuk bencana alam, tumpahan bahan kimia, insiden radionuklir, darurat kemanusiaan dan wabah penyakit. PHEOC berperan memantau kejadian dengan menggunakan berbagai data, meningkatkan komunikasi antar personal kesehatan dan manajemen darurat. Operasional PHEOC dalam keadaan darurat mengacu pada struktur organisasi berbasis Incident Command System (ICS). PHEOC akan terus beroperasi melalui pengawasan kegiatan rutin dalam melayani kebutuhan kesehatan masyarakat selama periode wabah dan non wabah. Dengan demikian, dapat dipastikan model keberlanjutan PHEOC dapat dilakukan melalui analisis rutin dan pengawasan data. Artikel berikut menggambarkan dua pendekatan tersebut dengan dua studi kasus di Vietnam dan Kamerun. Pengalaman yang diperoleh dari pengembangan kapasitas PHEOC di Vietnam dan Kamerun mendemostrasikan jalur keberlanjutan yang direkomendasikan untuk pengembangan PHEOC. Salah satunya adalah PHEOC harus menjadi pusat intelijen epidemi untuk menerima, menafsirkan, dan memvisualisasikan pengawasan data dari berbagai sumber
Blog
Membangun Ketahanan Komunitas Setelah COVID-19: The Singapore way
Ketahanan komunitas sebagai kerangka kerja dapat membantu kita untuk lebih memahami kapasitas komunitas yang gigih untuk mengatasi dan pulih dari keterpurukan. Berdasarkan kerangka konseptual oleh Anita Chandra dkk, komponen ketahanan masyarakat mencakup sejumlah domain: kesehatan fisik dan psikologis, komunikasi, keterhubungan sosial dan integrasi serta keterlibatan organisasi. Unsur yang sama pentingnya yang belum cukup ditekankan dalam kerangka ini, adalah kewarganegaraan dan tanggung jawab sosial. Memang, tanggung jawab kolektif, dan pengorbanan keinginan individu, adalah kunci dalam memerangi COVID-19, terutama dalam perlindungan populasi yang rentan dan berisiko. Artikel ini dipublikasikan pada 2021 di jurnal The Lancet.
Kebijakan dan Pendekatan Manajemen Bencana Banjir dan COVID-19
Banjir seperti bencana rutin yang terjadi di Indonesia, khususnya di Jakarta karena setiap tahun kota ini selalu dilanda banjir. Kondisi hujan deras dan luapan air sungai menjadi faktor utama terjadinya banjir, ditambah lagi situasi Jakarta sangat padat dnegan bangunan sehingga rembesan air dalam tanah berkurang. Penanganan banjir ini akan semakin sulit dalam kondisi pandemic COVID-19. Kelonggaran protokol COVID-19 akan terjadi pada masyarakat. Perhatian masyarakat lebih berfokus bagaimana mereka mampu untuk menyelamatkan diri, barang-barang serta mengakses air bersih. Salah satu kebijakan yang direncanakan oleh Gubernur DKI Jakarta adalah pembangunan sumur resapan.
Artikel berikut bertujan untuk mengusulkan kebijakan dan pendekatan untuk mengelola dua bencana banjir dan COVID-19. Hal ini ditinjau dari upaya bantuan kemanusiaan, pengeloalaan air dan sanitasi, serta manajemen bencana sektor kesehatan. Organisasi dan komunitas lokal memainkan peran penting dalam manajemen bencana dan informasi risiko yang didukunng oleh pengetahuan ilmiah sangat penting. Artikel ini menyebut beberapa kebijakan dan pendekatan untuk menangani bencana banjir di tengah pandemic diantaranya : (1) Integrasi konsep keamanan manusia ke dalam kebijakan baru; (2) Memprioritaskan perlindungan masyarakat di pusat-pusat evakuasi; (3) Fokus pada kelompok rentan; (4) Komunikasi risiko dengan pengetahuan ilmiah; dan (5) koordinasi dengan multisectoral. Kebijakan dan pendekatan tersebut mengacu pada protocol pandemic COVID-19
Kesiapsiagaan Bencana Alam di Lingkungan Multi Hazard
Multi hazard yang berkembang dimana jutaan orang di dunia terpapar menyoroti pentingnya memastikan bahwa populasi semakin siap. Tujuan dari studi ini untuk melaporkan tingkat kesiapsiagaan komunitas yang terpapar dua bencana alam dan mengidentifikasi karakteristik sosiodemografi utama dari kelompok dengan tingkat kesiapsiagaan yang berbeda. Sebuah survei dilakukan pada 476 peserta dari dua lokasi di wilayah Atacama di utara Chili selama musim semi 2015. Tingkat kesiapsiagaan mereka di rumah dan di tempat kerja dinilai untuk menghadapi dua jenis bencana alam: gempa bumi dan banjir. Bahwa para peserta secara signifikan lebih siap menghadapi gempa bumi daripada banjir, yang mengirimkan peringatan serius kepada pemerintah daerah, mengingat banjir telah menyebabkan korban jiwa dan material terbesar dalam sejarah bencana alam baru - baru ini di kawasan itu. Laki - laki diklaim lebih siap daripada perempuan dalam menghadapi banjir, sesuatu yang penulis kaitkan dengan karakteristik tertentu dari sektor pekerjaan utama untuk laki - laki dan perempuan di wilayah tersebut. Kontribusi potensial perusahaan besar pada tingkat kesiapsiagaan masyarakat di daerah tempat mereka beroperasi dibahas. Profil sosiodemografi individu dengan tingkat kesiapsiagaan tertinggi dalam lingkungan dengan berbagai bahaya alam adalah orang - orang berusia antara 30 dan 59 tahun, yang tinggal bersama pasangan dan anak - anak usia sekolah. Implikasi dari hasil yang berkaitan dengan institusi yang bertanggung jawab untuk mengembangkan rencana pengurangan risiko bencana, kebijakan dan program dalam lingkungan multi hazard dibahas. Artikel ini dipublikasikan pada 2019 di jurnal PLOS One
Mengelola Bencana di Tengah Pandemi COVID-19: Pendekatan Respons Terhadap Bencana Banjir
Dunia menghadapi kesulitan dalam menangani bencana sembari melakukan upaya untuk memperlambat penyebaran COVID-19. Makalah ini bertujuan untuk mengusulkan kebijakan dan pendekatan untuk mengelola dua bencana banjir dan COVID-19. Ini meninjau upaya yang sedang berlangsung dari organisasi di bidang bantuan kemanusiaan, air dan sanitasi, manajemen bencana dan kesehatan. Berdasarkan tinjauan kerja, kebijakan itu direkomendasikan. Tujuan kebijakan tersebut adalah untuk melindungi kehidupan manusia, khususnya kelompok rentan, dari perspektif keamanan manusia. Organisasi dan komunitas lokal memainkan peran penting dalam manajemen bencana, dan informasi risiko yang didukung oleh pengetahuan ilmiah sangatlah penting. Seperti yang ditunjukkan oleh pengalaman manajemen bencana, berbagai organisasi termasuk kesehatan dan air harus dikoordinasikan untuk melakukan tindakan. Artikel ini dipublikasikan pada 2020 di jurnal Elsevier Public Health Emergency Collection