logo2

ugm-logo

Reportase Pelatihan Potensi Pembentukan Emergency Medical Team (EMT) AHS UGM untuk Mendukung Kebijakan Tenaga Cadangan Kesehatan (TCK)

Reportase

 Pelatihan Potensi Pembentukan Emergency Medical Team (EMT) AHS UGM untuk

Mendukung Kebijakan Tenaga Cadangan Kesehatan (TCK)

 

Hari 1: 2 Agustus 2023

emt anhss ugm 1

Dok. Pokja Bencana FK-KMK UGM: pembukaan oleh Dekan FK-KMK UGM

PKMK - Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada bersama jejaring Academic Health System (AHS) Universitas Gadjah Mada mengadakan Pelatihan “Potensi Pembentukan Emergency Medical Team (EMT) AHS UGM untuk Mendukung Kebijakan Tenaga Cadangan Kesehatan (TCK)” pada 2-3 Agustus 2023 di Ruang Diskusi Lantai 2 Gedung Tahir Foundation FK-KMK UGM.

Pada hari pertama (2/8), dilakukan pembukaan acara oleh Dekan FK-KMK UGM, dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., Ph.D., FRSPH. Yodi menyampaikan ungkapan terima kasih atas kehadiran perwakilan jejaring AHS UGM dalam forum kali ini dan mengajak seluruh komponen menyambut baik kebijakan Tenaga Cadangan Kesehatan (TCK) yang telah dicanangkan pemerintah untuk penanggulangan bencana dan krisis kesehatan melalui transformasi sistem kesehatan pasca pandemi. Harapannya, tim medis AHS UGM yang selama ini selalu hadir pada kejadian bencana dapat terdata dengan baik, dapat bekerjasama dan bekerja dengan standar yang sama untuk masing-masing personal dalam respon kebencanaan. Oleh karena itu, melalui Pokja Bencana FK-KMK UGM, program peningkatan kapasitas anggota AHS yang terdiri dari rumah sakit dan dinas kesehatan di DIY dan Jawa Tengah ini dilakukan.

Materi pertama disampaikan oleh dr. Hendro Wartatmo, Sp.B-KBD dengan judul Sepak Terjang AHS UGM dalam Bencana. AHS UGM telah terlibat dalam penanggulangan bencana sejak 2018 di Gempa Lombok, disusul sebulan kemudian gempa, tsunami, dan likuifaksi Sulawesi Tengah, dan di akhir tahun terjadi tsunami Selat Sunda yang melanda Kabupaten Lampung Selatan dan Banten, kemudian ada respon erupsi Semeru hingga Gempa Mamuju dan Kabupaten Cianjur. Jika ke depannya akan memperbaiki kerjasama dan tata kerja, maka tetap ada tim medis dan manajemen yang akan dikuatkan ke depannya. AHS UGM tidak akan membentuk satu tim khusus dari rumah sakit, tetapi masing-masing rumah sakit sudah mendata kesiapan timnya sehingga kapanpun terjadi bencana sudah siap untuk digabungkan dengan tim dari rumah sakit lain dan universitas atas nama AHS UGM.

Sejalan dengan tekad AHS UGM untuk dapat memperbaiki alur penerjunan tim penanggulangan bencana, Pusat Krisis Kebencanaan Kementerian Kesehatan RI hadir menjelaskan kebijakan terbaru, yakni terkait Tenaga Cadangan Kesehatan (TCK). Konsep TCK, ungkap Dr. Sumarjaya, SKM, MM,MFP, C.F.A, tidak seperti tim cadangan dalam sepak bola. TCK dimaksudkan untuk memaksimalkan potensi existing resources dan mengakomodir bantuan kemanusiaan dari berbagai pihak dan elemen masyarakat agar tepat sasaran, tertata, dan inklusif.

Puskris Kemenkes RI kemudian juga menjelaskan alur pendaftaran TCK, sistem dashboard TCK dan situasi kondisi sebaran TCK saat ini. Meski masih dalam tahap pengembangan, laman TCK diharapkan dapat menjadi rujukan bank data sumber daya nasional. Sehingga, cita-cita membentuk National Command Center yang ideal dapat tercapai. Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta menanggapi dengan usulan agar akses kepada bank data juga dapat diberikan kepada masing-masing pemangku kebijakan di daerah.

emt anhss ugm 2

Dok. Pokja Bencana FK-KMK UGM: situasi kelas saat diskusi

Sutono, S.Kp., M.Sc., M.Kep melanjutkan dengan penjelasan terkait persiapan dalam penerjunan Emergency Medical Team (EMT). AHS UGM telah banyak berpengalaman dalam penerjunan tim dalam misi bencana. Namun, tim yang dikirimkan selalu bersifat insidentil dan tidak dipersiapkan secara kontinu, sehingga mindset yang terbentuk ketika tim terjun selalu berbeda. Dalam paparan, beliau menjelaskan terkait perbedaan jenis dan kelas EMT berdasarkan WHO maupun peraturan nasional.

Salah satu luaran utama pelatihan ini untuk dapat membentuk EMT tingkat 1 tipe Menetap (fixed-type 1 EMT). Selama jangka waktu 5 tahun hingga 2027, direncanakan akan dilakukan pelatihan intensif kepada 10 rumah sakit jejaring AHS UGM secara bertahap dan bergiliran. Sesuai kesiapan masing-masing rumah sakit dan rencana pelaksanaan dari dana hibah milik AHS UGM. Pelatihan akan melibatkan tim Pokja Bencana FK-KMK UGM dengan para pakarnya yang telah banyak berkiprah di bidang ini.

emt anhss ugm 3

Dok. Pokja Bencana FK-KMK UGM: Gde Yulian sedang menyampaikan materi

Selanjutnya, dijelaskan mengenai persiapan logistik EMT yang disampaikan oleh Gde Yulian Yogadhita, Apt., M.Epid. Tidak seperti dugaan umum, logistik EMT yang pertama kali harus dipastikan justru logistik non medis yang berkaitan dengan individu, tim dan operasional. Untuk dapat membentuk EMT berstandar internasional, bahkan dibutuhkan 3 tahun dalam memenuhi prinsip keselamatan dan keamanan dalam penerjunan EMT. Beliau menyebutkan, bahwa prinsip persiapan logistik telah dijelaskan di dalam pedoman milik Puskris Kemenkes RI dan harus disiapkan secara matang dan seksama. Titik berat ini akan menjadi salah satu konten utama pelatihan berkesinambungan dalam pembentukan EMT AHS UGM.

Sebagai penutup pelatihan hari pertama, Madelina Ariani, SKM., MPH., mengajak rekanan rumah sakit jejaring AHS UGM menilai potensi dan kapasitas EMT masing-masing rumah sakit dengan kuesioner yang telah dibuat. Dari asesmen yang dilakukan, diharapkan rumah sakit jejaring mengetahui dan memahami kondisi EMT yang dimiliki. Tim pelatih juga akan menggunakan hasil asesmen untuk stratifikasi kesiapan EMT dari 10 rumah sakit jejaring, dan melakukan penjadwalan pelatihan bertahap bergiliran hingga 2027 mendatang.

Kegiatan ini diteruskan pada sesi kedua, 3 Agustus 2023, yang akan lebih membahas permasalahan teknis operasional EMT.

Reportase oleh dr. Alif Indira dan Madelina A.

Reportase Seminar Awal Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana Kota Yogyakarta

rencana penanggulangan bencana 1

1 Agustus 2023


Pada Selasa (1/8/2023) BPBD Kota Yogyakarta bekerja sama dengan Pusat Studi Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Negeri Veteran Yogyakarta menyelenggarakan kegiatan seminar bertajuk “Seminar Awal Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana Kota Yogyakarta” bertempat di Hotel Tjokro Style pada pukul 08.30-12.30 WIB. Seminar dihadiri oleh pemangku kebijakan dan jejaring penanggulangan bencana mulai dari Pemerintah Kota Yogyakarta, Dinas Kesehatan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinar P3AP2, Dinas Perdagangan, Dinas Dukcapil, Dinas Pertanian dan Pangan, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, PDAM, PMI, Polres dan Kodim, Kwarcab, BMKG, BPPTKG, PDM dan PCNU, BPKAD, Satpol PP, ORARI dan RAPI, serta akademisi dari berbagai universitas. FK-KMK UGM turut hadir dalam acara tersebut, diwakili oleh Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM dan Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-KMK UGM.

Penyelenggaraan seminar bertujuan untuk memberikan gambaran awal terkait penyusunan dokumen Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) Kota Yogyakarta selama periode 5 tahun ke depan. Penyusunan RPB ini diharapkan dapat memperbaiki upaya penanggulangan bencana khususnya di Kota Yogyakarta, dan meningkatkan kapasitas daerah dalam lingkup kebencanaan dan ketahanan.

Acara dibuka dengan sambutan dari Pemerintah Kota Yogyakarta dan Kepala Pelaksana BPBD Kota Yogyakarta yang menyampaikan urgensi penyusunan RPB sebagai layanan dasar pada pelaksanaan setiap kegiatan penanggulangan bencana di Kota Yogyakarta. Dalam penyusunan RPB, penting untuk memperhatikan kolaborasi pentahelix yang melibatkan multisektor dan multi komunitas, agar perspektif yang diberikan lebih komprehensif dan menyentuh berbagai aspek.

Seminar dilanjutkan dengan penyampaian materi oleh Siti Nur Santi Iriyani, S.T., M.Eng selaku Kepala Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Bappeda Kota Yogyakarta mengenai “Urgensi RPB dalam Rencana Pembangunan”. Siti menjelaskan bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang aman dan berkelanjutan, maka di dalamnya perlu memperhatikan upaya dan aspek pengurangan risiko bencana yang tidak dapat dilepaskan dari aspek pembangunan. Indonesia menargetkan sebagai Negara Tangguh Bencana pada 2045, yang dapat dicapai melalui; penanggulangan bencana yang tangguh dan berkelanjutan, tata kelola penanggulangan bencana yang profesional dan inklusif, serta penanganan darurat bencana serta pemulihan pasca bencana yang prima. Beliau menyayangkan bagaimana alokasi anggaran pada fase bencana yang lebih berat pada upaya rehabilitasi dan rekonsiliasi (sebesar 90%) dibandingkan upaya pencegahan dan pengurangan risiko bencana (hanya sebesar 10%). Pihaknya mengharapkan, meski Provinsi DIY belum memiliki RPB, Kota Yogyakarta dapat memulai menyusun RPB sesuai Rencana Induk Penanggulangan Bencana (RIPB) milik BNPB yang telah sejalan dengan RPJMN 2020-2024 dan Sendai Framework for Disaster Risk Reduction 2015-2030.

Materi kedua, disampaikan oleh Dr. Arif Rianto Budi Nugroho, S.T., M.Si selaku perwakilan dari Pusat Studi Manajemen Bencana UPN Veteran Yogyakarta. Dalam materinya, Arif menjelaskan bagaimana alur sistem RPB dan bagaimana tahapan penyusunan dokumen RPB yang dapat mengacu pada pedoman yang telah diterbitkan oleh BNPB. Pihaknya juga melakukan diseminasi Data Kajian Risiko Bencana Kota Yogyakarta. Dari data tersebut, ditemukan bahwa terdapat 7 potensi ancaman dan kerentanan Kota Yogyakarta diantaranya; banjir, wabah penyakit, cuaca ekstrim, gempa bumi, kegagalan teknologi, kekeringan, dan letusan gunung api. Dalam penyusunan RPB, harus dilakukan penentuan prioritas risiko bencana yang ditangani. Tidak semua risiko bencana menjadi prioritas dalam 5 tahun ke depan. Meski disusun saat ini, RPB masih dapat direvisi dalam jangka kurang lebih 2 tahun jika terdapat bencana. RPB berbeda dengan kerangka kebijakan. RPB tidak hanya menunjuk siapa berperan apa, tapi juga mencantumkan anggaran serta sarana prasarana yang digunakan dalam agenda yang dirumuskan. Harapannya, dengan RPB dapat menunjukkan dan menilai ketangguhan bencana di suatu daerah. Posisi RPB dapat dijadikan sebagai payung dari berbagai dokumen kebencanaan.

rencana penanggulangan bencana 2

Kegiatan dilanjutkan dengan sesi diskusi dari para peserta seminar kepada para pembicara. Diskusi yang berjalan seputar dengan mitigasi dan perawatan bangunan cagar budaya, pelibatan sektor lain dalam upaya penanggulangan bencana (seperti sekolah, asrama mahasiswa, dan ormas), anggaran kebencanaan, perubahan nominal dalam kebencanaan akibat UU OBL, pentingnya perhatian kepada aspek psikososial dalam lingkup kebencanaan (bagaimana infrastruktur dalam penanggulangan bencana bersifat sensitif dan inklusif sehingga humanis), serta bagaimana pelatihan dapat diberikan kepada pihak strategis sebagai upaya penanggulangan bencana (seperti pelaku wisata dan industri). PKMK FK-KMK UGM khusus menyoroti dokumen RPB sebagai potensi baru dalam mendorong upaya klaster kesehatan dalam menyusun perencanaan baik program maupun anggaran. Harapannya perencana program penanggulangan krisis kesehatan di Dinas Kesehatan dapat melihat peluang ini dalam memperjuangkan anggaran kegiatan untuk kegiatan kesiapsiagaan krisis kesehatan kedepan, termasuk memanfaatkan forum penyusunan dokumen RPB untuk sharing program, anggaran dan capaian untuk penanggulangan krisis kesehatan.

rencana penanggulangan bencana 3

Seminar ini hanyalah awal permulaan dari rangkaian seminar penyusunan RPB selanjutnya. BPBD Kota Yogyakarta bertekad kuat untuk terus secara aktif melibatkan berbagai pihak dengan prinsip pentahelix (melibatkan akademisi, pemerintah, LSDM, dunia usaha, dan media) dalam penyusunan RPB. Hasil seminar ini juga menyimpulkan bahwa proses monitoring dan evaluasi menjadi tantangan besar dalam pelaksanaan dan penyusunan RPB sehingga perlu dipikirkan sistem yang baik.

Reporter dr. Alif Indira dan Madelina A, MPH – Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK

More Articles ...