logo2

ugm-logo

Teknologi Informasi dalam Pengurangan Risiko Bencana di Bandung Barat

Dalam rangka mengurangi risiko bencana khususnya bencana geologi di Kabupaten Bandung Barat, Tim Pengabdian Masyarakat FMIPA UI bekerja sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung Barat dan SMA Negeri 1 Cisarua mengadakan sosialisasi dan simulasi bencana yang berpotensi terjadi di Kecamatan Cisarua menggunakan pendekatan berbasis teknologi informasi secara hybrid di SMA Negeri 1 Cisarua Kabupaten Bandung Barat pada tanggal 9-10 Maret 2021 di tengah pemberlakuan PPKM di sejumlah kota di Jawa - Bali. Acara ini merupakan rangkaian acara dalam program pengabdian dan pemberdayaan masyarakat IPTEKS bagi Masyarakat. Program pengabdian dan pemberdayaan masyarakat UI merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mencetak Kader Muda Tangguh Bencana. Pada tahun ketiga berjalannya program ini, tema yang diusung yaitu pengurangan risiko bencana melalui pendekatan berbasis teknologi informasi atau IT. Teknologi informasi yang dimaksud adalah melalui pemanfaatan gawai sebagai media edukasi kepada masyarakat seperti VR Box dan Augmented Reality sebagai media informasi pembelajaran potensi bencana di sekitar mereka.

Hadir sebagai narasumber yaitu Poniman, S.Sos., M.Si. selaku Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Bandung Barat. Beliau menjelaskan bahwa pentingnya kegiatan sosialisasi mitigasi bencana dalam upaya pengurangan risiko bencana khususnya di Kabupaten Bandung Barat.

“Kabupaten Bandung Barat ini paket komplit kalau soal bencana mulai dari Tanah Longsor, Banjir Bandang, Letusan Gunungapi, maupun Potensi terjadinya Gempabumi akibat aktivasi Sesar Lembang. Kalau tidak disiapkan dari sekarang potensi jatuhnya korban jiwa semakin besar.” Ujarnya.

Teknologi Informasi dalam Pengurangan Risiko Bencana di Bandung Barat (363092) UI dengan BPBD Bandung Barat siap menyukseskan kegiatan pengurangan risiko bencana di Kabupaten Bandung Barat. Foto: Muhammad Rizqy Septyandy (Dokumentasi Pribadi)

Sesar Lembang sendiri merupakan sebuah sesar strike slip aktif yang berada di Kabupaten Bandung Barat. Sesar ini diindikasikan dapat menyebabkan gempabumi berkekuatan 6,8 – 7 Mw di Kota Bandung dan sekitarnya dengan pergerakannya berada di angka 3 mm/tahun merujuk kepada data Pusat Gempa Nasional (PUSGEN).

Di hari kedua kegiatan difokuskan kepada simulasi bencana yang berpotensi terjadi di Cisarua seperti banjir dan kebakaran serta potensi gempabumi akibat aktivasi Sesar Lembang. Acara ini diawali dengan persiapan ketika terjadi bencana, praktik evakuasi mandiri, dan ditutup dengan pembentukan sistem manajemen bencana di masing-masing sekolah. Antusias terlihat dari setiap peserta. Tidak terkecuali Yusup, salah seorang peserta dari SMA Negeri 1 Cisarua.

“Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Tim PPM UI atas terselenggaranya acara sosialisasi. Ini pengalaman pertama saya mengikuti acara seperti ini.” ujar Yusup.

Antusias tidak hanya muncul dari para siswa saja, para guru yang mendampingi khususnya dari SMA Negeri 1 Cisarua selaku tuan rumah acara ini. Ibu Tuti Kurniawati, M.Pd., Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Cisarua, sangat senang atas dipercayanya sebagai tuan rumah acara tersebut dan sangat berharap kegiatan ini bisa dijadikan program yang berkelanjutan. “SMA Negeri 1 Cisarua selalu siap menjadi partner UI dalam upaya pengurangan risiko bencana di Kecamatan Cisarua” Sebutnya. Muhammad Rizqy Septyandy, M.T., staf pengajar program studi geologi Universitas Indonesia dan salah satu narasumber di hari kedua kegiatan mengingatkan pentingnya pemanfaatan IT dalam hal ini adalah gawai sebagai media edukasi kepada masyarakat di tengah belum usainya pandemi Covid-19 di Indonesia

“Dalam kondisi pandemi seperti ini yang membatasi ruang gerak kegiatan maka melalui gawai yang kita miliki diharapkan edukasi mengenai mitigasi bencana tetap dapat tersampaikan dengan baik seperti penggunaan fotogrametri serta augmented reality.” Imbuhnya. Fotogrametri atau aerial surveying merupakan teknik pemetaan melalui foto udara yang didapatkan dari drone atau UAV (Unmanned Aerial Vehicle). Hasil pemetaan secara fotogrametri berupa peta foto baik dalam bentuk 2D maupun 3D. Pemetaan secara fotogrametrik tidak dapat lepas dari referensi pengukuran secara terestrial, mulai dari penetapan ground controls (titik dasar kontrol) hingga kepada pengukuran batas tanah. Hasil dari fotogrametri nanti akan dikombinasikan dengan hasil dari foto yang didapatkan dari Kamera 360 derajat sehingga diperoleh model analog Sesar Lembang untuk dijadikan bahan dasar pembuatan Augmented Reality yang nantinya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

Adapun Augmented Reality (AR) merupakan sebuah teknologi penggabungan secara real-time terhadap konten digital yang dibuat oleh komputer dengan dunia nyata. Teknologi ini memungkinkan pengguna atau user melihat objek maya secara 2D maupun 3D yang diproyeksikan terhadap dunia nyata. Adapun cara kerja dari AR secara sederhana dimulai dari model analog Sesar Lembang ditampilkan melalui gawai seperti handphone, kacamata khusus, kamera, layar, webcam, dan sebagainya. Perangkat-perangkat tersebut akan berfungsi sebagai output device. Mengapa output device? Karena gawai tersebut akan menampilkan sebuah informasi berupa video, gambar, animasi, dan model 3D yang diinginkan. Sehingga, pengguna bisa melihat hasilnya dalam cahaya buatan dan alami. Augmented Reality atau AR menggunakan teknologi SLAM (Simultaneous Localization and Mapping), sensor, dan pengukur ketinggian sehingga diharapkan masyarakat dalam hal ini Kader Muda Tangguh Bencana di sekitar Kecamatan Cisarua dapat mengenali potensi bahaya yang berada di sekitar mereka dengan lebih mudah dan tidak membosankan.

LIPI kembangkan teknologi mitigasi bencana berbasis riset fundamental

Jakarta (ANTARA) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengembangkan teknologi mitigasi bencana berbasis riset fundamental sebagai landasan guna mengetahui karakter bencana dan potensi risikonya.

Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko menilai diperlukan spektrum yang cukup lebar untuk melakukan penelitian di aspek mitigasi kesiapsiagaan maupun penanganan pascabencana.

"Kita cukup banyak daerah yang berpotensi bencana, saya ingin sampaikan sejumlah teknologi mitigasi dan peringatan dini bencana yang kami kembangkan di LIPI berbasis riset fundamental terkait karakter bencana dan lokasinya. Tiap lokasi butuh perubahan, penyesuaian," ujar Tri.

Misalnya terkait longsor, Tri menyebut ada beberapa kasus di mana longsor bisa dimitigasi bila sudah memahami aliran air dibawahnya. Dari situ kita dikembangkan teknologi untuk mengubah aliran air di bawahnya sehingga dapat mengganggu bidang luncur, yang berpotensi menjadi longsor di kemudian hari.

Namun di lain sisi bencana longsor juga seringkali terjadi di area dengan infrastruktur stabil dan permanen, sehingga diperlukan teknologi untuk pemantauan berbasis sensor nirkabel yakni "LIPI Wiseland" untuk di seputar kawasan gedung atau jalan tol.

Sedangkan teknologi monitoring longsor versi standar tidak bisa bekerja dengan baik dalam waktu yang lama, diakibatkan proses terpapar alam seperti hujan, panas, sehingga berpotensi rusak.

"Untuk itu kita mengembangkan, misalnya teknologi pemantauan longsor berbasis serat optik. Contohnya, dipasang di beberapa jalan tol," ujar dia.

Tri mengatakan dengan mempelajari fundamental penyebab mekanisme terjadinya bencana, pihaknya dapat memetakan daerah mana yang berpotensi bencana, sehingga dapat dikembangkan beberapa teknologi sistem peringatan dini.


Dia menyebutkan aspek riset pengelolaan kebencanaan tertulis jelas di beberapa regulasi misalnya Peraturan Presiden nomor 93 tahun 2019, di mana tertera untuk memahami baik bencana dan potensinya, dimulai dari riset.

Selain itu, pihaknya memiliki Sendai Platform, dimana empat tindakan prioritas terkait mitigasi bencana secara global, dan dua diantaranya terkait riset yakni memahami risiko bencana, dan meningkatkan manajemen risikonya.

"Dua hal ini, di dalam Perpres ini, kami di LIPI melakukan kajian komprehensif," ujar dia.

More Articles ...