logo2

ugm-logo

Nelayan di Pangandaran Dilatih Penanggulangan Bencana

REPUBLIKA.CO.ID, PANGANDARAN -- Sebanyak 1.000 nelayan di Kabupaten Pangandaran dilatih mengenai upaya penanggulangan bencana, Seni (29/3). Para nelayan di daerah itu disiapkan sebagai sahabat Taruna Siaga Bencana (Tagana).

Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Kementerian Sosial (Kemensos) Alam Syafii Nasution mengatakan, pelatihan itu dilakukan sebagai upaya pemerintah untuk melindungi warga pesisir selatan Pulau Jawa, termasuk Kabupaten Pangandaran. Sebab, daerah itu memiliki potensi terjadinya bencana gempa bumi megathrust yang dapat memicu kejadian tsunami.

"1.000 nelayan ini nantinya mendapatkan pelatihan penanggulangan bencana, sehingga jika terjadi megathrust mereka dapat membantu masyarakat lainnya untuk menyelamatkan diri,” kata dia melalui keterangan resmi, Senin malam.

Dalam peta bencana yang dikeluarkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 2019, Kabupaten Pangandaran merupakan wilayah rawan bencana ke-17 secara nasional. Sementara di tingkat Provinsi Jawa Barat (Jabar), daerah itu menduduki posisi keenam paling rawan bencana.

Sedangkan berdasarkan Peta Sumber Gempa Nasional 2017 yang diterbitkan Pusat Studi Gempa Nasional (Pusgen), zona yang berpotensi memunculkan gempa megathrust di Jawa berada di tiga lokasi. Salah satunya adalah wilayah selatan perbatasan Jabar dan Jawa Tengah.

Syafii mengklaim, pihaknya terus melakukan edukasi kepada masyarakat terhadap ancaman bencana gempa bumi megathrust. Beberapa upaya yang dilakukan dalam proses edukasi adalah melakukan pelatihan dan membentuk Kampung Siaga Bencana (KSB) berbasis kawasan di sejumlah kabupaten di Jabar, termasuk di Kabupaten Pangandaran.

Setelah mendapatkan pelatihan, para nelayan itu akan dikukuhkan menjadi sahabat Tagana pada Rabu (31/3). Rencananya, pengukuhan akan dilakukan langsung oleh Menteri Sosial Tri Rismaharini, sekaligus memeringati HUT ke-17 TAGANA

Kabar Buruk Vaksin AstraZeneca Lagi, Kini dari Kanada

Jakarta, CNBC Indonesia - Vaksin Covid-19 besutan perusahaan Inggris AstraZeneca kembali dirundung permasalahan baru. Pada Senin (29/3/2021) sekelompok ahli dari Kanada merekomendasikan penghentian penggunaan suntikan AstraZeneca Covid-19 untuk orang berusia 55 tahun ke bawah, setelah sejumlah kecil pasien di luar negeri menderita pembekuan darah.

"Ada ketidakpastian yang substansial tentang manfaat pemberian vaksin AstraZeneca untuk orang dewasa di bawah usia 55 tahun," kata Wakil Kepala Kesehatan Masyarakat Kanada Howard Njoo dalam konferensi pers sebagaimana dilaporkan AFP, Senin (29/3/2021).

"Saat ini, kami menghentikan sementara penggunaan vaksin AstraZeneca untuk orang dewasa di bawah usia 55 tahun, menunggu analisis risiko-manfaat lebih lanjut."

Sementara itu, pejabat kesehatan juga mendesak warga Kanada yang telah menerima suntikan AstraZeneca dalam 20 hari terakhir untuk berkonsultasi dengan dokter. Dokter Health Canada dan Komite Penasihat Nasional untuk Imunisasi dan Kesehatan (NACI) juga meminta produsen vaksin melakukan penilaian rinci tentang manfaat dan risiko vaksin, berdasarkan usia dan jenis kelamin.

"Sampai saat ini, tidak ada kasus (gumpalan bercak) yang dilaporkan di Kanada," kata Kepala Petugas Medis Health Kanada Supriya Sharma.

"Namun, melalui kerja sama internasional kami yang sedang berlangsung, Health Canada menjadi sadar bahwa kasus tambahan dari peristiwa ini telah dilaporkan di Eropa."

NACI awal bulan ini mendesak pemberian suntikan AstraZeneca hanya kepada orang-orang yang berusia 18 hingga 64 tahun. Badan itu mengatakan uji klinis tidak melibatkan cukup lansia.

Lalu, badan ini kemudian merevisi rekomendasinya untuk menyertakan orang-orang berusia 65 ke atas. Ini setelah meninjau "bukti dunia nyata" tentang keefektifannya di kelompok usia lanjut.

Vaksin AstraZeneca sendiri mulai disetujui untuk digunakan di Kanada pada bulan Februari. Ini bersamaan dengan suntikan Johnson & Johnson, Pfizer-BioNTech dan Moderna.

Kanada dijadwalkan menerima 1,5 juta dosis AstraZeneca surplus dari Amerika Serikat (AS). Ini karena Negeri Paman Sam belum memberikan persetujuan untuk vaksin yang merupakan hasil kerjasama dengan Universitas Oxford itu.

More Articles ...