logo2

ugm-logo

BNPB Prediksi Puncak Bencana Banjir dan Tanah Longsor di Januari 2018

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mempredikasi puncak bencana, misalnya banjir dan tanah longsor, terjadi pada bulan Januari 2018.

Pasalnya, pada bulan Januari, intensitas hujan di wilayah Indonesia akan meningkat.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menyampaikan hal itu, saat menggelar jumpa pers di Graha BNPB, Jakarta Timur, Kamis (26/10/2017).

"Puncak musim hujan akan terjadi pada bulan Januari. Biasanya di bulan Januari itu akan lebih banyak bencana banjir, longsor, dan puting beliung," kata Sutopo.

Selain itu, ia mengatakan saat ini pola hujan di Indonesia sudah berubah dibanding 30 tahun lalu. Sebelumnya, dalam satu tahun pola cuaca diperediksi hanya 6 bulan kemarau, 6 bulan musim hujan.

"Sekarang musim hujan hanya berlangsung rata-rata dalam waktu empat bulan," terang Sutopo.

Sutopo menjelaskan meski volume air hujan relatif masih sama, hal tersebut menyebabkan sering terjadinya hujan ekstrem.

Untuk mengantisi hal tersebut, BNPB akan terus melakukan upaya-upaya untuk menanggulangi masalah tersebut.

Penanganan banjir yang dilakukan BNPB sendiri di antaranya, dengan melakukan sosialisasi, penguatan bantuan logistik peralatan, penetapan status siaga dan pemberian bantuan Dana Siap Pakai (DSP) sebelum terjadinya bencana.(*)

BNPB akan Dirikan Politeknik Bidang Penanggulangan Bencana

Sejumlah petugas tim SAR saat melakukan evakuasi korban bencana (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SORONG -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berencana mendirikan politeknik yang menghasilkan sarjana terapan dalam bidang penanggulangan bencana. Pendirian politeknik ini untuk menjawab masalah kekurangan sumber daya manusia yang ahli dalam kebencanaan.

Kepala BNPB Willem Rampangilei mengakui kualitas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang merupakan penanggungjawab pertama dalam penanggulangan bencana masih jauh di bawah standar. Hal ini karena BPBD kerap tidak memiliki SDM yang berbekal pendidikan formal. Namun, untuk merekrut SDM yang ahli tersebut terkendala ketiadaan sekolah.

"Saya mau merekrut orang yang ahli dalam penanggulangan bencana, nggak dapat, karena tidak ada sekolahnya. Jadi kami berinisiatif untuk mendirikan politeknik untuk sarjana terapan dalam bidang penanggulangan bencana untuk jawab itu," ujar Willem seusai membuka peringatan bulan pengurangan risiko bencana di Sorong, Papua Barat, Senin (23/10).

Menurutnya, BNPB telah bekerja sama dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi untuk pendirian politeknik tersebut. Akhir tahun ini, pendirian politeknik ditargetkan selesai. Sehingga, penerimaan mahasiswa baru bisa dilakukan mulai tahun depan.

Dengan kehadiran politeknik tersebut, dia menargetkan setidaknya ada satu ahli bidang penanggulangan bencana di setiap BPBD. Sehingga, setidaknya butuh 514 ahli bidang penanggulangan bencana di BPBD seluruh Indonesia ditambah 34 ahli di tingkat provinsi. Dengan begitu, dia menarget bisa meningkatkan standar BPBD dalam penanggulangan bencana.

Kualitas BPBD tersebut dinilai mendesak ditingkatkan untuk menurunkan indeks risiko bencana. Pada 2016, BNPB mencatat indeks risiko bencana turun sebesar 15,98 persen. Indeks ini ditarget bisa turun hingga 30 persen pada 2019.

Selain itu, Indonesia memiliki banyak wilayah rawan bencana. Saat ini, 150 juta orang Indonesia tinggal di daerah rawan bencana, di mana 60 juta orang tinggal di daerah rawan banjir, 40 juta orang di wilayah rawan longsor, dan 1,1 juta orang tinggal di daerah rawan erupsi gunung berapi.

More Articles ...