logo2

ugm-logo

Peta Risiko Bencana Bisa Dievaluasi lewat Aplikasi Lapor Bencana Sleman

Harianjogja.com, SLEMAN—Keberadaan Sistem Informasi Geospasial (SIG) yang ada di aplikasi Lapor Bencana Sleman dinilai bisa jadi alat untuk mengevaluasi analisis peta risiko bencana. Caranya adalah dengan membandingkan peta risiko bencana dan peta riil kejadian bencana.

Ketua Tim Verifikasi Inovasi Pemanfaatan Geospasial Heri Susanto mengapresiasi Pemkab Sleman atas inovasi dalam memanfaatkan informasi geospasial tersebut. Kabupaten Sleman, kata dia, masuk sebagai salah satu nominee daerah dengan inovasi pemanfaatan geospasial tersebut. “Totalnya ada 10 daerah yang masuk nominasi, empat kota dan enam kabupaten. Salah satunya adalah Sleman,” kata dia saat verifikasi terkait dengan Penghargaan Inovasi Pemanfaatan Informasi Geospasial 2019 di Posko Utama BPBD Sleman, Rabu (25/9/2019).

Kedepannya, inovasi-inovasi dari 10 daerah terpilih tersebut akan dibukukan. “Harapannya dengan dibukukan atau dijadikan e-book dapat dibaca yang kemudian dipelajari dan ditiru oleh daerah lain,” ucap dia.

Heri berharap dengan inovasi tersebut tidak sebatas hanya aplikasi tetapi juga memberikan manfaat bagi Pemerintah dan masyarakat. Tim juri yang berjumlah lima orang tersebut juga sempat mengunjungi Kantor Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) BPBD Sleman.

Seperti diberitakan, aplikasi Lapor Bencana Sleman yakni aplikasi berbasis android yang memuat informasi laporan kebencaanaan dan jarak antara pengguna dan Gunung Merapi. Aplikasi tersebut kini sudah dapat diunduh secara gratis melalui Playstore.

Bupati Sleman Sri Purnomo yang menerima kunjungan Tim Juri dari Badan Informasi Geospasial (BIG) mengatakan kedatangan tim juri tersebut dapat menjadi motivasi bagi Pemkab Sleman untuk terus berinovasi meningkatkan upaya penciptaan sistem informasi yang bermanfaat bagi pemerintah dan masyarakat.

Menurut dia informasi geospasial sangatlah penting, karena salah satu alat dalam perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan. Selain itu, tidak kalah pentingnya informasi geospasial mempermudah Pemkab Sleman dalam melakukan mitigasi bencana.

“Pengaplikasian sistem ini bermanfaat untuk percepatan dan ketepatan dalam menuju lokasi kejadian bencana serta dapat mempercepat respon dan pelaporan awal sehingga pengambilan keputusan dalam dilakukan lebih cepat,” kata Sri Purnomo.

Selain itu juga terdapat Sistem informasi kebencanaan Sleman yakni melalui portal web kebencanaan.slemankab.go.id. “Di Sleman rutin menggelar simulasi kebencanaan dan membentuk Satuan Aman Pendidikan Bencana [SAPB] dan Desa Tangguh Bencana [Destana],” ucap dia.

Kepala BNPB: Pencegahan dan Penanggulangan Bencana Harus Ditanamkan Sejak Dini

 BNPB

 

Liputan6.com, Jambi Pencegahan dan penanggulangan bencana harus mulai ditanamkan sejak dini. Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo.

"Hal ini (penanggulangan bencana) harus dipupuk dari kecil (terutama sejak anak-anak sekolah), yang bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan," gagasnya dalam keterangan keterangan tertulis yang diterima Health Liputan6.com, ditulis Selasa (24/9/2019).

"Tujuannya untuk menanamkan pendidikan edukasi bencana sejak dini."

Selain itu, masalah bencana juga tidak dapat diselesaikan oleh satu instansi saja. Butuh bantuan dari berbagai kalangan, yang bersinergi dan menyelesaikan masalah bersama-sama.

"Tidak perlu saling menyalahkan. Mari kita bahu-membahu, memadamkan api (bencana kebakaran hutan dan lahan). Ke depannya, pencegahan harus diutamakan. Pemerintah daerah perlu melibatkan masyarakat sebagai kunci pencegahan bencana," tambah Doni di Masjid Seribu Tiang (Masjid Agung Al Falah), Kota Jambi, Provinsi Jambi kemarin.Doni menjelaskan, bencana terbagi dua, yaitu bencana alam dan non-alam. Bencana alam, seperti gempa bumi di Jambi relatif sedikit. Belum ditemukan adanya potongan sesar gempa di Jambi.

Sementara itu, bencana yang sedang terjadi adalah bencana non-alam, yakni kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang diakibatkan ulah manusia. Bencana ini juga akibat musim kemarau panjang selama lebih dari dua bulan di Jambi. Akibatnya, permukaan lahan gambut menjadi kering sehingga mudah terbakar.

"Tahun ini boleh dibilang, hampir sama dengan tahun 2015 kebakarannya. Karena lahan gambut relatif kering," lanjut Doni.

BNPB mencatat, 2,6 juta hektar lahan gambut terbakar pada 2018. Pada 2019 ini sudah 328.000 hektar lahan gambut terbakar. Sifat lahan gambut harus basah dan tidak boleh kering. Ini karena lahan gambut berasal dari fosil batu bara muda yang mudah terbakar.

"Presiden (Joko Widodo) menugaskan saya untuk memprioritaskan daerah-daerah yang belum turun hujan. Kita semua (harus) bekerja dengan baik dan berdoa memadamkan api bersama," Doni menerangkan.

Kepada para petinggi di pemerintahan Provinsi Jambi, Doni juga berpesan untuk aktif hidup bersama masyarakat. 

"Hiduplah bersama rakyat, temuilah rakyatmu. Hiduplah bersama mereka dan pelajari perilakunya. Sisa api yang ada, mari kita padamkan bersama. Pemerintah pusat siap membantu dan mendukung upaya pemadaman," tegasnya.

More Articles ...