logo2

ugm-logo

Blog

Laporan Penanganan
Bencana Gempa Sulbar oleh Pokja Bencana FK-KMK UGM dan AHS UGM:
Pengelolaan Bencana Alam di Kala Pandemi

Rabu, 3 Februari 2021


live report 3 feb 1

Pokja Bencana AHS FK - KMK UGM memberangkatkan dua tim untuk penanganan bencana Sulawasi Barat, pada Rabu, 3 Februari 2021 pukul 12.30 – 14.00 WIB dilaksanakan laporan dari dua tim yang berangkat, dimana tim pelayanan Kesehatan AHS diwakili oleh ketua tim dr.Yudha Mathan Sakti, SpOT(K) dan dr. Tomo, sementara tim manajemen bencana diwakili oleh apt.Gde Yulian Yogadhita, M.Epid., dan pembahasan oleh dr.Hendro Wartatmo SpB, moderator sesi ini ialah Nenggih Sri Wahyuni, MA.

Acara dibuka oleh dr Mei Neni Sitaresmi, PhD, Sp.A(K) selaku wakil dekan FK - KMK sekaligus, dalam pembukaannya pihaknya mengepresiasi willingness dari tim yang sudah sudi diberangkatkan ke daerah bencana dengan persiapan yang singkat dan dalam masa pandemi COVID-19 ini dengan risiko yang sudah dipertimbangkan betul dan kerja keras mereka di sana dengan segala keterbatasan di daerah bencana, alhamdulillah tim pulang dengan kondisi yang baik. Adapun terdapat hasil swab PCR positif dari anggota tim didapatkan bukan selama periode bertugas di daerah bencana.

Selanjutnya laporan disampaikan oleh dr Yudha Mathan, SpOT(K) mewakili seluruh anggota tim pelayanan kesehatan yang berangkat ke sana: Wahyu Tomo, Agus Damar, Sutarno Eko, Septian Gathot, Waafiyah Rizki, laporan disampaikan secara chronological time sequence, dimulai dari fase persiapan tim untuk dipastikan bagaimana tim berangkat dengan good assessment yang tervalidasi, memiliki objective yang tepat, kesiapan penugasan secara administratif, logistik dan koordinatif dengan tim yang sudah diberangkatkan lebih dulu, dan yang paling penting segera membangun kekompakan tim agar nantinya tim pre-deployment composite EMT AHS UGM ini benar - benar self-sufficient secara materiil dan spirituil. Berbeda dengan penugasan bencana terdahulu, sebelum berangkat, tim harus mendapatkan informed consent terlebih dahulu dari para anggotanya, saat bertugas pun tanda vital anggota selalu dipantau setiap hari dan protokol kesehatan selalu dijaga ketat, termasuk harus selalu mandi sebelum dan setelah keluar basecamp, minum (membuka masker) bergantian di dalam mobil dan selalu mendapat asupan makanan yang bergizi dan vitamin/obat - obatan profilaksis secukupnya.

live report 3 feb 1

Tim setelah berkoordinasi dengan tim manajemen yang diberangkatkan sebelumnya di pos koordinasi Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat untuk mendapatkan gambaran lapangan, melakukan pelayanan di Dusun Galang Utara, wilayah kerja Puskesmas Tapalang di hari ke-2, Puskesmas Botteng di hari ke-3, pos - pos pengungsian di wilayah kerja Puskesmas Binanga di hari ke-4, Puskesmas Tapalang di hari ke-5, Pustu Karampuang Puskesmas Bambu di hari ke-6, dan Desa Bambangan di Malunda di hari ke-7. Menariknya, karena ini adalah composite team (gabungan) di hari ke-3 beberapa anggota tim dipecah untuk memberikan layanan ke daerah terdampak bencana sesuai dengan keahliannya, seperti bu Wafiyyah yang membantu mengaktifkan SKDR Bencana menggunakan platform DHIS2 di pos koordinasi klaster Kesehatan Mamuju Bersama tim PHEOC Kemenkes, dan dr. Yudha Mathan yang melakukan tindakan operasi bersama tim UB di RSUD regional. Bahkan di hari terakhir, tim composite EMT AHS kemudian membentuk tim composite EMT lagi bersama tim UB RSSA untuk memberikan pelayanan Kesehatan di Desa Bambangan.

Narasumber kedua yaitu dr Wahyu Tomo SpB menambahkan bahwa sungguh sebuah pengalaman yang sangat berharga diberangkatkan menjadi bagian tim yang melakukan respon bencana di saat pandemi, dari hasil penyisiran pengungsian dalam rangka mendekatkan korban terdampak bencana alam dengan fasilitas kesehatan, tim mendapatkan banyak temuan untuk dibagikan dalam sesi laporan ini. Antara lain tidak adanya awareness akan prokes terkait COVID-19, kemudian beberapa pasien menolak dirujuk dengan alasan takut gempa lagi dan alasan COVID-19, oleh karenanya tim selalu melakukan edukasi berkesinambungan prokes covid dan kebersihan lingkungan pengungsian selama melakukan pelayanan medis, protokol Kesehatan selalu dijaga dan disiplin diterapkan saat melakukan pelayanan di lapangan. Satu hari seblum penugasan berakhir, tim melakukan swab antigen di lapangan PSC 119 Mamuju dengan hasil semua anggota negatif kemudian menyerahkan perbekalan medis orthopaeedi (gips, crutch dan cane) kepada dr.Indra Sakti Sp.OT sebagai Sp.OT Organik di Sulawesi Barat dan secara administrative menyerahkan exit report ke pos koordinasi klaster Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat.

Narasumber yang ketiga, apt.Gde Yulian menyampaikan bagaimana pihaknya sebagai tim manajemen bencana mencoba melakukan RHA (kaji cepat Kesehatan) dengan memanfaatkan potensi relawan kesehatan di klaster kesehatan. Untuk itu, koordinasi klaster kesehatan diperkuat terlebih dahulu dengan penyunan struktur komanda yang sesuai dengan sumberdaya yang ada, penyusunan peta respon dengan pendekatan fasilitas layanan Kesehatan, registrasi dan mobilisasi relawan, dan penguatan laporan harian untuk mendapatkan informasi penyakit di pos -pos pengungsian. Hasil ini kemudian disampaikan ke tim relawan kesehata yang salah satunya adalah tim AHS UGM agar lebih efisien dalam bekerja.

Pembahas pada sesi ini yaitu dr Hendro Wartatmo, SpB(K) Digestive, menyampaikan pengalamannya Ketika menangani Tsunami Aceh pada 2004 lalu, sekarang koordinasi sudah jauh lebih baik, sudah ada pencatatan baik itu relawan yang datang maupun penyakit dan pasien yang ditangani sehingga tenaga Kesehatan setempat lebih mudah melakukan follow up. Sambung beliau juga waktu Tsunami Aceh banyak kebetulan kebetulan yang terjadi untuk dapat memobilisasi sumber daya, dan pesannya agar pengalaman tim yang diberangkatkan ke sana segera didokumentasikan agar menjadi pembelajaran, lesson learnt untuk bencana yang akan datang. Apalagi ini bagian dari sejarah saat melakukan penanganan bencana di masa pandemi.

Reportase oleh: apt.Gde Yulian, M.Epid.

Reportase
Live Report:

PENGELOLAAN BENCANA ALAM DI KALA PANDEMI

(Bencana Non-Alam)

live report 2 feb

PKMK FK - KMK UGM bekerjasama dengan Caritas Germany, sejak respon bencana Sulawesi Tengah pada 2018 hingga saat ini telah melakukan peningkatan kapasitas untuk Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, Puskesmas dan masyarakat dalam merencanakan dan merespon bencana. Oleh karena itu, untuk merespon Gempa Bumi Sulawesi Barat 15 Januari 2021 lalu, telah melakukan koordinasi dan persiapan keberangkatan tim medis dengan mengandalkan kapasitas lokal Sulawesi Tengah sebagai provinsi tetangga.

Pada Selasa, 2 Februari 2021 pukul 07.30 – 8.30 WIB langsung dari Sulawesi Barat, telah dilaksanakan live report tim gabungan PKMK FK-KMK UGM bekerjasama dengan Caritas Germany dan kapasitas lokal Sulawesi Tengah (RS Undata, Puskesmas Marawola dan FKM Universitas Tadulako) yang menerjunkan tiga tim, tim manajemen bencana dengan narasumber Madelina Ariani, SKM, MPH., tim pelayanan kesehatan yang diwakili oleh Arifin, A.Md.Kep dan dr M Hapsi dari RSUD Undata, dan tim promosi Kesehatan Lusia Salmawati, SKM, MSc., dari FKM Untad. Acara ini dimoderatori oleh apt.Gde Yulian, M.Epid.

Saat live report berlangsung, tim manajemen bencana berada di PSC 119 Mamuju, tim pelayanan Kesehatan dan promkes sedang di basecamp bersiap untuk turun ke lapangan, alhamdulillah kondisi semua anggota tim pada hari ini baik dan sehat. Nama tim yang panjang yaitu “Tim Gabungan Pokja Bencana FK-KMK UGM, Caritas Germany, dan Sulteng (RSUD Undata, Puskesmas Marawola dan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Tadulako) menunjukkan bahwa ini adalah tim gabungan yang dibentuk sebelum ditugaskan (pre-deployed composite EMT). Dijelaskan oleh Madelina, ini adalah follow up dari project pelokalan dan pengingkatan kapasitas pasca Gempa-Tsunami dan Likuifaksi di Sulteng pada 2018, agar dinas Kesehatan, rumah sakit, puskesmas dan perguruan tinggi kesehatan di Sulteng berdayaguna dalam merespon bencana kesehatan baik di daerahnya maupun daerah terdekat.

Untuk anggota tim sendiri, ini adalah pengalaman pertama mereka bekerja dalam composite EMT, menurut dr Hapsi dan ners. Arifin ini pengalaman yang sangat menarik karena pelayanannya komprehensif dan efisien, saling mengerti kebutuhan di bidang keilmuan yang berbeda, sedangkan menurut dr Maya meskipun mereka belum pernah bertemu sebelumnya, namun semangat sebagai penyintas di bencana 2018 menyatukan mereka, membuka wawasan akan banyaknya komponen yang terlibat dalam penanggulangan bencana dan masing masing komponen itu penting. Sementara menurut bidan Evi dan bidan Intan, ide komposit ini saling melengkapi dan membangun kekompakan tim, Lusia dosen FKM Untad juga menambahkan pentingnya membangun jejaring saat kesiapsiagaan bencana. Kemudian dr.Bella Donna, M. Kes menjelaskan mengapa UGM melakukan pelatihan pelatihan dan pelokalan untuk mempersiapkan kejadian seperti ini, dimana kolaborasi tidak hanya sekedar teori di atas kertas.

Program kerja/target tim gabungan ini yang pertama memberikan layanan kesehatan dalam bentuk EMT tipe-1 dengan tambahan tim manajemen bencana dan promosi Kesehatan masyarakat. Untuk layanan kesehatan mobile mendapatkan tantangan tambahan karena bencana ini terjadi di masa pandemi dan di pengungsian masyarakat banyak yang mengabaikan protokol Kesehatan, jadi programnya selain untuk memberikan pelayanan primer, mendekatkan pasien korban gempa ke fasilitas layanan Kesehatan. Informasi dari Lusia, di ranah promosi Kesehatan sendiri programnya adalah edukasi 3M, edukasi pemberian makanan siap saji, sanitasi dan manajemen sampah di pos-pos pengungsian karena masalah Kesehatan masyarakat seperti ISPA dan diare mulai banyak bermunculan. Target daerah penugasan yaitu di tiga titik di wilayah kerja Puskesmas Botteng (bukit,kendang ayam, lapangan) dan Puskesmas Tapallang (bukit baruda, desa kaeli, desa takandeang).

live report 2 feb madelina

Ibu Madelina Ariani, SKM, MPH., memberikan laporan langsung dari pos koordinasi klaster Kesehatan Kab.Mamuju bertempat di PSC 119 Mamuju

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, bahwa penanganan bencana di masa pandemic ini membutuhkan kesiapan yang lebih untuk para relawan Kesehatan, dijelaskan oleh dr. Hapsi dan ners.Arifin bahwa relawan kesehatan yang memberikan pelayanan mobile agar selalu disiplin terhadap protokol Kesehatan pribadi dan tim, kemudian tidak henti - hentinya melakukan edukasi ke pengungsi akan pentingnya 3M jika bisa dilakukan. Ditambahkan oleh bu Madelina, rencana tim pengganti sudah ada dalam dua tiga hari kedepan dan akan bertugas selama seminggu melanjutkan pelayanan Kesehatan mobile di titik titik yang sudah disebut di atas. Pelayanan Kesehatan pun sedapat mungkin akan dilakukan di luar puskesmas mengingat pengungsi dan petugas puskesmas belum berani masuk ke puskesmas dan gempa masih kerap terjadi di Majene, untuk itu tim gabungan ini telah mencoba memfasilitasi untuk membuatkan standar alur pelayanan.

Reportase oleh: apt.Gde Yulian, M.Epid.

 

Reportase

Live Report:

PENGELOLAAN BENCANA ALAM DI KALA PANDEMI

(Bencana Non-Alam)

sulbar 19

Rabu, 20 Januari 2021, langsung dari pos klaster kesehatan Gempa SulBar, Dr. Joko Mardiyanto, Sp.An (Alumnus FK-KMK UGM dan MMR, MDMC, RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta) dan Apt. Gde Yulian Yogadhita, M.Epid (Tim medis AHS UGM dan Konsultan Divisi MBK PKMK FK-KMK UGM) memberikan laporan situasi di lapangan khususnya pengelolaan koordinasi dan relawan/EMT dalam memberikan pelayanan kesehatan. Diantaranya menanyakan tentang perbedaan penanganan bencana alam yang selama ini dilakukan dan situasi bencana non-alam pandemi COVID-19 kali ini, apa saran untuk emergency medical team/EMT dan relawan non medis untuk datang ke situasi bencana alam, serta apa yang harus disiapkan oleh dinas kesehatan daerah lain dalam kesiapsiagaan bencana alam. dr. Joko sangat menekankan persiapan baik fisik dan mental untuk seluruh EMT yang akan bertugas, perhatikan skrining dan tes COVID-19, perhatikan logistik, waktu kerja, dan istirahat karena situasi jelas sangat berbeda jika tidak ada COVID-19. Sedangkan Apoteker Gde menyatakan bahwa aktivasi klaster kesehatan jelas sangat berbeda, di sana telah dibentuk alur penanganan dan rujukan COVID-19 dan non- COVID-19, ambulans. Beruntungnya, masyarakat cukup sadar untuk tidak berkumpul pada satu titik pengungsian yang besar dan padat tetapi lebih memilih berdiam di halaman rumah atau berkumpul sesama anggota keluarga terdekat saja. Justru ini tantangan yang lain, dimana kita sangat membutuhkan banyak EMT Type 1 mobile yang memberikan layanan untuk masing - masing keluarga. Dr. Bella juga menambahkan bahwa pedoman ini sudah disusun oleh kementerian, inilah saatnya kita implementasi dan tentunya perlu tetap menyesuaikan dengan situasi bencana di masing - masing daerah.

ARSIP

Video   Rekaman Audio  

Reportase oleh: Madelina Ariani

Reportase

Zoom Meeting
Seminar Progress Hasil Literature Review SDM Kesehatan dalam Adaptasi Sistem Kesehatan Nasional Menghadapi Bencana dan Krisis Kesehatan

Senin, 21 Desember 2020

sdm kes1

Dok. PKMK FK-KMK UGM “Pemaparan seminar progress literature review SDM Kesehatan oleh Madelina Ariani, MPH”

Seminar ini bertujuan untuk menyampaikan kerangka, proses dan hasil sementara kajian literatur terkait pilar SDM Kesehatan (SDMK) dalam menghadapi bencana dan krisis kesehatan. Harapannya melalui seminar ini didapatkan masukan dan rekomendasi untuk penyempurnaan hasil kajian litertur. Seminar diselenggarakan melalui zoom meeting, dimana peserta yang mengikuti sekitar 115 orang. Terdapat 4 narasumber untuk menyampaikan dan membahas kajian literatur yaitu Madelina Ariani, MPH; Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes, MAS; dr. Bella Donna, M.Kes dan Renova Glorya Montesori Siahaan, SE, M.Sc.

Madelina Ariani dalam paparannya menyebutkan SDMK ini merupakan salah satu pilar sistem kesehatan nasional. Masalah strategis SDMK yang dihadapi di masa depan berdasarkan Perpres Nomor 72 Tahun 2012 tentang SKN ada dalam pengembangan dan pemberdayaan SDMK, perencanaan kebijakan dan program SDM kesehatan, pemerataan SDM Kesehatan, dan dalam pembinaan dan pengawasan mutu SDM Kesehatan. Hipotesis dari kajian literatur ini adalah SKN belum berwawasan manajemen risiko bencana dan krisis kesehatan. Manajemen risiko ini terkait dengan kapasitas dan kompetensi SDM Keseahtan saat bencana dan krisis kesehatan. Terdapat 4 poin menjadi hasil sementara dari kajian literatur yaitu : (1) Lemahnya koordinasi SDMK saat bencana dan krisis kesehatan; (2) Pendidikan terkait bencana dan krisis kesehatan masih lemah; (3) performa tenaga kesehatan dalam penanganan bencana dan krisis keseahtan masih lemah dan (4) pentingnya review kurikulum bencana kesehatan di perguruan tinggi.

sdm kes2

Dok. PKMK FK-KMK UGM “Pemaparan Tantangan SDMK di situasi pra bencana dan krisis kesehatan dalam pelaksanaan SKN”

Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes, MAS menekankan kembali bahwa pendekatan sistem kesehatan sangat penting untuk meminimalisir risiko dan dampak akibat bencana dan krisis kesehatan. Pada era sistem kesehatan, SDMK tidak bisa dilihat lagi secara individu tetapi attached dengan fasyankes. Penanganan SDMK tidak bisa disendirikan hanya pada saat bencana namun di masa pra bencana juga perlu diperhatikan. Hal ini terkait dengan apakah ada kejelasan tim penanggulangan bencana saat pra bencana, SDM kesehatan dipersiapkan untuk bencana yang mana, apakah penugasan SDMK berbasis individu atau tim. Beberapa sekolah sudah mempersiapkan kurikulum dan mengadakan training terkait bencana namun masih belum spesifik. Dalam isu keselamatan, beban kerja dan asuransi, Staff Shortages akan terjadi jika bencana yang terjadi banyak mengakibatkan kematian SDMK. Misalnya dalam pandemi COVID-19 sudah ribuan SDMK gugur dalam bertugas. Artinya proteksi kepada SDMK kesehatan tidak cukup memadai. Model aktivasi SDMK dalam bentuk tim lebih efektif dengan catatan tim ini bukan baru terbentuk tetapi sudah dipersiapkan jauh jauh hari mulai dari legalitas, training APD, insentif asuransi dan rumah singgah. Dalam aktivasi saat bencana berbicara juga terkait kualitas dan kuantintas. Kuantitas terkait ketersediaan dan distribusi sementara jualitas terkait dengan kompetensi dan kinerja. Intinya dalam pra bencana tidak banyak yang dilakukan paling jauh pada pendidikan dan pelatihan yang sporadik. Artinya belum spesifik pada becana tertentu.

dr Bella Donna, MPH menunjukkan data bahwa hingga Mei 2020, ada 1.296 terjadi bencana di Indonesia dan 1 diataranya bencana non alam. Namun faktanya 728 puskesmas di Indonesia masih kekurangan dokter, tenaga kesehatan masih terbatas. Dalam situasi normal faskes harus ditopang dengan kesiapsiagaannya dalam menghadapi bencana. Sementara dalam SDM yang disiapkan adalah kompetensi, jumlah, jenis dan safety. Pada saat respon yang penting dalam manajemen kebencanaan, salah satunya adalah sistem komando. BNPB sudah membuat sistem komando. Dalam sistem komando tersebut ada kegiatan terkait dengan klaster kesehatan. Bagaimana dengan pencatatan dari tim SDMK saat bencana di masing - masing daerah sudah terdata dengan baik. Beban layanan kesehatan saat tanggap darurat melebihi kapasitas kesehatan yang tersedia. Artinya saat bencana, dibutuhkan SDMK yang mempunyai kemampuan lebih yang bisa menopang sistem komando, surge capacity dan SPM bencana.

Renova Glorya Montesori Siahaan, SE, M.Sc dari Bappenas juga menampikan data bahwa dalam 16 tahun terakhir terdapat 5 penyakit menular baru. Belajar dari penanganan pandemi COVID-19 ini menunjukkan bahwa masih banyak hal yang harus diperbaiki dalam memperkuat SKN. Faktanya dari sistem pembiayaan saja, SDMK masih mengeluhkan kesusahan dalam penganggaran dana. Sistem yang dipakai sepertu situasi normal sementara dalam kondisi pandemi ini seharusnya lebih mudah. Temuan sementara pada studi cepat kesejahteraan tanaga medis dan tenaga kesehatan di FKRTL pada masa Pandemi COVID-19 disebutkan proporsi tenaga medis yang mengalamai kesejahteraan rendah sebanyak 35,4%. Salah satu major project RKP 2021 adalah reformasi sistem kesehatan nasional. Memperkuat sistem untuk kesiapan menghadapi pandemi, recovery dan penyelesaian masalah kesehatan, penguatan promotive preventif dan peningkatan anggaran kesehatan pemerintah.

Diskusi :

Pada sesi diskusi ini diantaranya membahas bagaimana meningkatkan inisiatif akademisi lain/universitas lain untuk bergabung dalam upaya menyeragamkan materi/kurikulum pendidikan bencana; bagaimana perlindungan kerja dan life insurance untuk tenaga kesehatan (ber-STR maupun tidak); dan bagaimana fasilitas kesehatan beroperasi dengan tingkat absensi 25% atau lebih. Dalam meningkatkan kurikulum terkait kebencanaan harus bekerja sama dengan semua universitas untuk menyeragamkan kurikulum terkait materi ini. Ini kaitannya dengan continuity alam menghadapi bencana. Intinya adalah konsistensi di - sounding di level nasional kalau pendidikan terkait bencana ini penting. Bagaimana kita bisa menyiapkan pendidikan ini sejak pendidikan dini. Melihat Indonesia ini rentan bencana, memang bencana ini harus menjadi bagian dari kurikulum. Materi terkait bencan ini tidak hanya sebatas kurikulum namun dalam penerapan sehari hari juga. Misalnya puskesmas ada pedoman terkait bencana, bagimana puskesmas mampu rutin merefresh pedoman penanganan bencana tersebut, karena bencana ini dinamis artinya kita harus tetap konsisten untuk menyiapkan.

Dalam perlindungan petugas kesehatan di lapangan, hal yang pertama dilakukan adalah menyiapkan tim dengan tugasnya saat bencana. Sehingga pada saat harus terjun ke lapangan maka admin/sekretaris tim sudah langsung mengurus asuransi tim agar selama bekerja jika terjadi sesuatu sangat terbantu. Dalam penugasan tim juga, logistik disiapkan tidak hanya untuk personal tetapi untuk tim dan operasional sehingga tim selama bekerja bisa nyaman bekerja. Artinya jauh - jauh hari sudah disiapkan tugas dan fungsi dari masing - masing tim . Harapannya termasuk untuk pandemi ini, seharusnya sudah disiapkan minimal dari daerah yang mengirimkan tim ke lapangan, apapun bencananya. Oleh karena itu sangat penting ada pencatatan tim di masing -masing daerah sehingga pengiriman atau mobilisasi tim lebih tersistem.

Salah satu tujuan faskes harus punya rencana penanggulangan bencana adalah untuk mengatasi masalah fasilitas kesehatan yang beroperasi dengan tingkat absensi 25% atau lebih. Salah satunya rencana kontiensi dan/atau rencana operasi pada saat respon, di sana dilakukan analisis risiko, analisis kapasitas, hasilnya nanti akan ketahuan bagaimana situasi faskes. Jika memang yang bisa hadir atau memberikan layanan sangat rendah, maka itu menjadi tanda untuk membuka kebutuhan relawan misalnya, atau kebijakan lainnya misalnya sistem shift, penyediaan APD dan jaminan lainnya.

Reporter : Happy R Pangaribuan

Div. Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM

Sub Seminar dalam Fornas JKKI

Kebijakan Ketahanan Kesehatan dalam
Menghadapi Bencana Pandemi COVID-19

Jumat, 20 November 2020


Reportase

fornas jkki topik5

Dok. PKMK FK - KMK UGM “Pemaparan Kajian Ketahan Kesehatan di Indonesia”

Seminar ini merupakan salah satu rangkaian seminar pada Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia X (Fornas JKKI 2020). Keprihatinan terhadap ketahanan kesehatan dengan adanya pandemi COVID-19 menjadi dasar diselenggarakan seminar kebijakan ketahanan kesehatan dalam menghadapi pandemi COVID-19. Pada seminar ini terbagi menjadi 2 sesi, yaitu sesi pertama Penyampaian policy brief terkait dengan Kebijakan Respon COVID-19 Bidang Kesehatan dan sesi kedua seminar kebijakan ketahanan kesehatan dalam menghadapi COVID-19.

Pada sesi pertama policy brief yang disampaikan ada tiga judul yaitu (1) Percepatan Penanganan COVID-19 dalam bentuk PSBB dan Karantina Terpusat di Kota Kupang oleh Dr. Drg Dominikus Minggu, M.Kes; (2) Penerapan Protokol Kesehatan dalam Era Tatanan Normal Baru di Provinsi NTT oleh Dr. Ina Debora Ratu Ludji, SKp., M. Kes. ; (3) Dua Pilihan, Kesehatan Fisik dan Mental atau Ekonomi oleh Dra. Sri Siswati, Apt. S. H., M. Kes”. Secara umum ketiga policy brief tersebut melihat bagaimana respon kebijakan COVID-19 menekan laju penularan COVID-19. Ada kesamaan rekomendasi dalam ketiga policy brief tersebut yaitu pentingnya peningkatan partisipasi masyarakat serta kerjasama lintas program, lintas sektor penegakan disiplin dan kepatuhan masyarakat melakukan kebijakan pembatasan sosial. Juri menekankan bahwa poin dalam policy brief ini adalah saran, apakah saran yang ada bersifat umum, spesifik dan sangat spesifik. Baiknya rekomendasi yang dituliskan sangat spesifik sehingga lebih mudah untuk dilaksanakan. Misalnya dari policy brief kedua, disebutkan penting untuk melibatkan masyarakat, lebih spesifik lagi melibatkan keuskupan. Selanjutnya dalam sesi policy brief ini, ada penyampaian rencana operasi dinas kesehatan oleh Alfina A.Deu, S.K.M.,M.Si dari Dinkes Provinsi Sulawesi Tengah. Dalam pelaksanaan rencana operasi COVID-19, dinas kesehatan mengaktifkan sistem komando pada klaster kesehatan. Pelaksanaan komando dan koordinasi penting untuk pemenuhan sumber daya.

Sesi kedua terkait seminar kebijakan ketahanan kesehatan dalam menghadapi COVID-19. Pada sesi ini ada narasumber menyampaikan dua hasil penelitian yaitu (1) Penelitian Ketahanan Kesehatan di Indonesia oleh Madelina Ariani, MPH; (2) Penelitian Dokumentasi Sistem Layanan Kesehatan pada Masa COVID-19 oleh Putu Eka Andayani, SKM., M.Kes. Kedua penyampaian penelitian ini dimoderatori oleh dr. Bella Donna, M.Kes dan kemudian didiskusikan oleh empat pembahas yaitu dr. Endang Budi Hastuti, Dewi Amila S, dr. Pandu Harimurti, dan drg. Pembayun Setyaning Astutie.

Madelina Ariani, MPH menyampaikan penelitian Ketahanan Kesehatan di Indonesia bertujuan untuk memberikan gambaran pemetaan program/ kegiatan, kebijakan yang terkait ketahanan kesehatan dan memberikan gambaran pemetaan pembiayaan di DI Yogyakarta untuk ketahanan kesehatan berdasarkan 19 area teknis ZEE. Lokasi penelitian adalah Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Bayuwangi dengan pertimbangan bahwa kedua wilayah tersebut memiliki riwayat kasus KLB yaitu antraks dan difteri. Gap antara krisis kesehatan dan bencana terletak pada saat sebelum ditetapkan bencana program yang berjalan adalah program di kesehatan saja. Tetapi setelah ditetapkan bencana, baru seluruh integrasi sistem bergabung. Sama seperti halnya pada kondisi sekarang, di pandemi COVID-19 sebelum ditetapkan tanggap darurat bencana masih menjadi masalah kesehatan. Namun sekarang semua lintas sektor sudah terlibat. Upaya penguatan ketahanan di kabupaten/kota dapat ditingkatkan dengan penyusunan dokumen rencana penanggulangan bencana dan krisis kesehatan yang operasional sesuai dengan ancaman masing - masing daerah (disimulasikan, dikomunikasikan ke lintas sektor).

Penelitian Dokumentasi Sistem Layanan Kesehatan pada Masa COVID-19 mencoba memotert apa yang dilakukan pemerintah agar grafik kasus COVID-19 tetap landai. Pengamatan dilakukan melalui 4 S yaitu sistem, structure, stuff dan staf. Dari segi sistem ada gugus tugas level wilayah dan rumah sakit, dari segi structure terkait dengan kapasitas telah ditunjuk 25 RS rujukan dengan lebih 430 tempat tidur isolasi. Pada saat itu ada beberapa rumah sakit belum optimal dalam pemenuhan standar ruang isolasi. Dari sisi staf ini mengandalkan dari tim klinis dan tim pendukung. Dari hasil forecasting yang dilakukan, diperkirakan DIY akan mengalami kekurangan kapasitas pada pertengahan Desember. Ada 3 skenario yang disiapkan yaitu optimis - moderat dan pesimis. Jika terjadi skenario optimis- m oderat RS disiapkan untuk surge capacity bahkan mulai diaktifkan kapasitas fisik, rekrut dan melatih relawan. Rekomendasi untuk skenario pesimis memobilisasi tenaga kesehatan dari fasilitas non COVID-19 ke layanan COVID-19, training ulang staf medis dan terdapat sistem informasi rujukan yang meng - cover seluruh fasilitas kesehatan (bukan hanya rumah sakit).

Pembahas pertama dr. Endang Budi Hastuti menyampaikan bahwa penelitian yang diapaparkan pas dengan kondisi pandemic COVID-19 sekarang ini. Kondisi sekarang adalah praktek apa yang sudah disusun sebelumnya baik itu rencana kontijensi dan rencana operasi. Ketahanan kesehatan sedang diuji. Terkait kesiapan kesehatan, rekomendasi dari WHO ada 3 indikator untuk mengetahui apakah negara siap yaitu dari surveilans, sistem kesehatan dan kesehatan masyarakat. Perlu di - highlight bagaimana kesiapan dalam hal pencegahan di rumah sakit. Upaya penemuan kasus secara dini perlu ditingkatkan. Pembahas kedua oleh Dewi Amila menyebutkan ada poin yang perlu dibenahi yaitu surveilans, manajemen data dan kapasitas pemeriksaan laboratorium. Dari sisi surveilans masih banyak yang belum dan terintegrasi pada satu flatform. Dari sisi anggaran, mekanisme khusus bencana ini dibuatkan khusus budget flow. Budget health security ini perlu diperhatikan. Anggaran kesehatan meningkat belum tentu menghasilkan derajat kesehatan baik. Surveilans berbasis laboratorium sangat dibutuhkan.

Selanjutnya pembahas ketiga dr. Pandu Harimurti menyoroti dari sisi multisektoral ketahanan kesehatana . Bagaimana Indonesia menerapkan international health regulation atau menjamin tingkat kesiapan menghadapi ketahanan kesehatan. Elemen financing merupakan elemen penting yang tidak bisa diabaikan dalam menjamin kesiapan suatu negara dalam menghadapi ancanam ketahanan kesehatan. Ada beberapa peraturan yang berlaku yang digunakan untuk menentukan bahwa situasi tersebut membutuhkan respon nasional atau respon daerah. Kejelasan mengenai situasi bahwa situasi tersebut merupakan tanggung jawab pusat atau daerah merupakan sesuatu yang perlu diluruskan. Di tingkat yang menjadi kelemahan adalah sifat multisektoralitas dari ketahanan kesehatan, untuk menilai ini sudah memadai atau belum. Ini menjadi tantangannya, kemudian cakupan kesehatan itu luas sehingga perlu penetapan prioritas. Pembahas keempat drg. Pembayun Setyaning Astutie menyoroti 3 hal yaitu sarana prasana, mobilisasi tenaga dan kebijakan. DIY wilayah kecil tetapi banyak sarana dan prasarana. Tidak mudah untuk memobilissi tenaga sesuai dengan kebutuhan rumah sakit. Kebijakan termasuk pengalokasi anggaran. Pemda DIY masih mempunyai perbedaan persepsi tentang anggaran, ini didasari dengan kebijakan yang dipakai berbeda. Jika di pusat dengan Permenkes tentang kanrantina kesehatan tetapi DIY tidak bisa melakukan itu, Gubernur DIY mengambil keputusan bahwa DIY menggunakan peraturan tentang bencana. sehingga Pemda DIY berhasi mengeluarkan anggaran bencana yang notabene tidak ada di dalam anggaran yang dialokasikan dalam kesehatan. Ini diambilkan dari dana taktis yang disebut dengan Biaya Tidak Terduga (BTT).

Penutupan

Terdapat beberapa poin penting dari hasil diskusi seminar untuk meningkatkan kebijakan ketahanan kesehatan dalam menghadapi pandemi COVID-19. Pertama terkait dengan peran masyarakat. Sesungguhnya masalah COVID-19 ini adalah masalah di masyarakat. Saatnya memberikan satu penguatan terhadap penegakan disiplin, literasi dan edukasi bagi masyarakat untuk implementasi kebijakan. Kedua terkait dengan surveilans dan kapasitas pemeriksaan laboratorium. Upaya penemuan kasus secara dini perlu ditingkatkan. Ketiga terkait dengan anggaran, komitmen pemerintah daerah sangat kuat untuk memudahkan mekanisme implementasi anggaran untuk bencana. Penting untuk dilakukan sosialisasi dari nasional dalam rangka menyamakan persepsi di tingkat daerah dalam mengeluarkan dana atau anggaran tersebut.

 

Reporter : Happy R Pangaribuan

Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM