logo2

ugm-logo

Blog

Reportase Table Top Exercise (TTX) Public Health Emergency Operation Center (PHEOC) di Daerah Istimewa Yogyakarta

Reportase

Table Top Exercise (TTX) Public Health Emergency Operation Center (PHEOC)

di Daerah Istimewa Yogyakarta

Selasa-Rabu, 13-14 Agustus 2024


TTX diy 2024 2

PKMK-Yogyakarta. Dalam membentuk ketahanan dan kesiapan dalam penanggulan bencana diperlukan adanya uji coba dokumen pedoman yang ada. Pada kesempatan kali ini, PKMK FK-KMK UGM bekerja sama dengan enters for Disease Control and Prevention (CDC) melaksanakan Table Top Exercise (TTX) Penanggulangan Kegawatdaruratan Kesehatan Masyarakat (Public Health Emergency/PHE) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada Selasa-Rabu, 13-14 Agustus 2024.

A. Proses Persiapan

Sebelum melaksanakan uji coba TTX dilakukan beberapa persiapan agar kegiatan dapat berjalan secara efektif, efisien, dan lancar. Proses persiapan uji coba TTX di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dikatakan berjalan dengan cukup baik karena semua pihak dapat memberikan masukan dan usulan yang membangun. Proses persiapan ini, terhitung sejak akhir Juli hingga awal Agustus 2024, dengan total 4 kali pertemuan yang menghasilkan:

  1. Menentukan peran masing-masing tim penyusun sebagai panitia lokal, evaluator, dan observer
  2. Menentukan jadwal pelaksanaan TTX
  3. Pembuatan matriks skenario dan melengkapinya (membuat inject, menentukan alur pemain, SOP yang diujikan, peserta yang terlibat, hingga peralatan yang dibutuhkan)
  4. Memastikan setiap peserta yang terlibat mendapatkan peran
  5. Mengidentifikasi instansi dan jumlah peserta yang dilibatkan dalam TTX
  6. Pembuatan kerangka acuan kegiatan dan draft undangan
  7. Penentuan lokasi dan susunan acara kegiatan TTX
  8. Menyusun alat evaluasi dan lembar jawab bagi peserta
  9. Finalisasi teknis dan strategi pelaksanaan TTX

TTX diy 2024 1

Selama kegiatan persiapan TTX, ditemukan bahwa dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta belum memiliki SOP khusus untuk menangani kasus yang masuk ke scenario. Sebagai gantinya, SOP atau pedoman yang akan digunakan adalah pedoman-pedoman yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan juga Keputusan Gubernur. Kemudian ketika menilik dari pedoman yang ada, ternyata banyak lintas sektor yang akan terlibat dibandingkan dengan PHEOC itu sendiri. Namun untuk menghindari terlalu banyak pemain, akhirnya dari tim PKMK FK-KMK UGM memberikan solusi untuk mengutamakan lintas sector yang langsung berhubungan dengan PHEOC.

B. Tahap Pelaksanaan

Uji coba TTX dilaksanakan pada Selasa, 13 Agustus 2024 pukul 9.30-16.30 WIB di Hotel Alana Malioboro. Acara diawali dengan seremonial pembukaan. Sambutan pertama disampaikan oleh perwakilan dari Tim PKMK FK-KMK UGM, dr. Bella Donna, M.Kes, menyampaikan bahwa kegiatan uji coba TTX ini merupakan salah satu bentuk peningkatan kapasitas bagi PHEOC dan juga lintas sektor untuk dapat mempersiapkan ketahanan dan juga kesiapan dalam menghadapi kasus yang terjadi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Bella juga menyampaikan terima kasih atas kehadiran seluruh tamu undangan yang terdiri dari akademisi, ahli, dan lintas sektor. Sambutan selanjutnya disampaikan oleh Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Setiyo Harini, S.KM, M.Kes, menyampaikan uji coba TTX ini dilaksanakan agar apa yang sudah dimiliki oleh daerah dan juga lintas sektor menjadi semakin sempurna. Kemudian Gunungkidul sudah memiliki One Health Crisis Center (OHCC), sehingga diharapkan setelah kegiatan TTX ini, akan muncul rekomendasi sebagai masukan untuk perbaikan tata kelola yang nantinya akan disesuaikan dengan Surat Edaran Kementerian Dalam Negeri yang terbaru. Terakhir pihaknya menyampaikan bahwa evaluasi yang ada akan menjadi finalisasi dengan lintas sector dan akan ada pertemuan untuk melakukan finalisasi akhir.

Pelaksanaan uji coba diawali dengan pengkondisian pemain, observer, dan juga evaluator. Fasiitator dalam uji cob aini ialah dr. Bella Donna, M.Kes.; Apt. Gde Yulian Yogadhita, M.Epid.; dan Happy R. Pangaribuan, MPH. Sedangkan notulen uji coba adalah dr. Alif Indiralarasati dan dr. Muhammad Alif Seswandhana. Tata letak ruang dibuat melingkar dengan lingkaran pertama diisi oleh pemain dan lingkaran kedua diisi oleh observer dan evaluator yang duduk secara acak agar para peserta dapat menjaga konfidensialitasnya dalam menjawab.

TTX diy 2024 3

Uji coba TTX dibagi menjadi 3 fase, yakni pra krisis, krisis, dan resolusi. TTX kali ini mengangkat topik kasus antraks di Kabupaten Gunungkidul yang akan diperberat dengan kasus gempa bumi. Pedoman PHEOC yang diujikan kali ini banyak melibatkan lintas sektor dibandingkan komponen internal Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri. Tugas-tugas kelompok kerja serta alur koordinasi dan komunikasi menjadi fokus uji coba pedoman pada kesempatan kali ini. Tampak perbedaan dari pemain yang memiliki pedoman dan sudah pernah latihan sebelumnya dengan pemain yang belum memahami dokumen dan berpegang pada pengalaman selama ini. Namun dalam pelaksanaannya, jawaban dan diskusi yang dilontarkan pemain berjalan dengan sangat aktif dan hidup dikarenakan pemain yang diundang merupakan ahli pada bidang masing-masing.

Evaluator pada kegatan kali ini menghadirkan ahli dari multi sektor, yakni Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, One Health Collaborating Center (OHCC) DIY, Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta, dan dr Citra Indriani (Pusat Kedokteran Tropis UGM). Sedangkan untuk observer kegiatan kali ini menghadirkan Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan DIY, Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan DIY, Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta, Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Yogyakarta, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DIY.

TTX diy 2024 4

TTX ditutup dengan After Action Review (AAR), yaitu sesi penyampaian hasil evaluasi dan hasil observasi yang berisi masukan, kesan, dan pesan terhadap jawaban dan alur diskusi hari ini. Semua input didokumentasi dan menjadi bahan evaluasi untuk mempersiapkan uji coba tahap selanjutnya, yaitu Field Training Exercise (FTX) yang bertujuan untuk menguji secara spesifik tugas dan fungsi setiap komponen dengan melakukan demonstrasi lapangan.

C. Evaluasi dan Rencana Tindak Lanjut

Rapat evaluasi dari kegiatan TTX dilaksanakan pada hari selanjutnya yakni Rabu, 14 Agustus 2024. Rapat dihadiri oleh panitia lokal yang terdiri dari tim penyusun pedoman dan skenario serta tim PKMK FK-KMK UGM. Agenda yang dibahas pada pada rapat kali ini adalah:

  1. Evaluasi pelaksanaan kegiatan TTX berdasarkan hasil jawaban pemain serta koreksi oleh evaluator dan observer
  2. Persiapan kegiatan FTX
    1. Menyamakan persepsi tujuan pelaksanaan FTX
    2. Menentukan jadwal rapat rutin persiapan FTX
    3. Menentukan fase-fase FTX, detail skenario, dan pemain yang diundang
    4. Menentukan lokasi kegiatan dan waktu pelaksanaan

Koordinasi selanjutnya dari pembahasan kali ini kemudian dilakukan melalui grup WhatsApp dan rapat rutin secara daring hingga mendekati hari H.

Reporter: dr. Muhammad Alif Seswandhana (Divisi Manajemen Bencana Kesehatan, PKMK UGM)

Reportase

Diskusi Publik Rencana Kesiapsiagaan

Subklaster Kesehatan Reproduksi Menghadapi Situasi Krisis Kesehatan di Provinsi DIY dan Provinsi NTT

12 Juli 2024


ddp ntt 1

Dokumentasi PKMK FK-KMK UGM: Diskusi publik yang ke-2 draft rencana kesiapsiagaan subklaster kesehatan reproduksi menghadapi situasi krisis kesehatan di Provinsi NTT dibuka dan ditutup oleh Iwan Martino Pellokila, S.Sos. selaku kepala bidang Kesehatan Masyarakat di Dinas Kesehatan Provinsi NTT.

Terkait upaya penyusunan rencana kontijensi/ disaster plan untuk kesehatan reproduksi (Kespro) di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur, yang dilakukan oleh Yayasan Kerti Praja, Dinas Kesehatan DIY dan Dinas Kesehatan NTT atas dukungan dari Kementerian Kesehatan dan UNFPA Indonesia, telah dilakukan technical support dan diskusi publik draft Rencana Kontijensi/ Disaster Plan PPAM Kespro.

Provinsi DIY

Diskusi publik untuk dokumen renkon PPAM Provinsi DIY dilaksanakan pada Jumat (12/7/2024) di Ingkung Grobog, acara ini dihadiri oleh Julianto Wibowo, S.T., selaku perwakilan BPBD DIY; dr. Gregorius Anung Trihadi, MPH. selaku Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan; Setiyo Harini, SKM., M.Kes yang merupakan Kepala Bidang Pengendalian Penyakit; Endang Pamungkasiwi, SKM., M.Kes. selaku Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat dan dr. Prahesti Fajarwati selaku Kepala Seksi Kesga Gizi dan Keswa, perwakilan Dinkes Provinsi DIY.

Sementara dari pemerintah pusat yang hadir adalah dr. Astuti, MKKK., Ketua Tim Kerja Kelompok Rentan di Direktorat UPL bersama Indah Nugraheni Mardhika, SKM, MSc.PH., dan drg Wara Pertiwi, M.Kes., Vanda Roza, S.Kom., MKM yang merupakan perwakilan Pusat Krisis Kesehatan. Fasilitator dari Yayasan Kerti Praja (YKP) Dinar Saurmauli Lubis, SKM., MPH., PhD., dan Rini Handayani, SE. Acara diawali dengan presentasi terkait rencana kontijensi dari BPBD DIY dilanjutkan dengan dokumen Dinkes Disaster Plan Provinsi DIY dari dr. Anung yang dilanjutkan dengan diskusi publik mengkaji dokumen renkon PPAM yang telah disusun oleh Dinkes DIY difasilitasi oleh YKP dipandu oleh apt.Gde Yulian, M.Epid dari PKMK FK-KMK UGM.

ddp ntt 2

Gambar 1: Pendekatan yang digunakan dalam dokumen ini adalah all-hazard approach dan multi hazard, bukan single-hazard sebagaimana seharusnya rencana kontijensi sehingga disepakati untuk mengganti nama dokumen menjadi rencana kesiapsiagaan subklaster kesehatan reproduksi dalam menghadapi situasi krisis kesehatan

Beberapa masukan dari BPBD dan Pusat Krisis Kesehatan terkait terminologi penamaan dokumen, karena BPBD DIY memiliki beberapa dokumen rencana kontijensi, kemudian intervensi kebijakan dan strategi subklaster kespro di lapangan relatif serupa untuk satu ancaman bencana dengan ancaman yang lain dan antisipasi ke depan adalah ancaman bencana maupun krisis kesehatan multi hazard. Kemudian dokumen ini disepakati dengan nama “Rencana Kesiapsiagaan Subklaster Kesehatan Reproduksi Menghadapi Situasi Krisis Kesehatan”. Dinkes DIY sudah memiliki “Dinkes Disaster Plan” yang mengatur aktivasi klaster kesehatan menjadi HEOC sehingga memudahkan rencana kesiapsiagaan subklaster kespro untuk mengadaptasi kebijakan dan strategi untuk disesuaikan dengan SOP-SOP yang ada di dokumen HEOC.

Provinsi NTT

Sementara untuk diskusi publik, dokumen renkon PPAM Provinsi NTT dilaksanakan pada Selasa (16/7/2024) di Wisma Harapan Jaya, acara ini dihadiri oleh Ir. Cornelis Wadu, M.Si., selaku perwakilan BPBD NTT, Dr. Yusi selaku Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kesejahteraan Sosial Tuna Netra / Panti Hit Bia Oepura, Iwan Martino Pellokila, S.Sos., Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat dan apt. Yuli Ledoh, Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan Rujukan sebagai perwakilan dari Dinkes Provinsi NTT. Sementara dari pemerintah pusat yang hadir adalah Akbar Nugroho Sitanggang, SKM dan Putri dari Direktorat UPL bersama Arti Novelia, SKM Perwakilan Pusat Krisis Kesehatan. Fasilitator dari Yayasan Kerti Praja (YKP) Dinar Saurmauli Lubis, SKM., MPH., PhD., dan Rini Handayani, SE serta Elisabeth Sidabutar sebagai perwakilan UNFPA. Acara diawali dengan presentasi terkait rencana kontingensi dari BPBD DIY dilanjutkan dengan dokumen Dinkes Disaster Plan Provinsi DIY dari apt.Yuli yang dilanjutkan dengan diskusi publik mengkaji dokumen renkon PPAM yang telah disusun oleh Dinkes DIY difasilitasi oleh YKP dipandu oleh apt.Gde Yulian, M.Epid dari PKMK FK-KMK UGM.

ddp ntt 3

Gambar 2: Hierarki interoperabilitas rencana kontingensi sub-sub klaster dengan rencana kontingensi klaster penanggulangan bencana serta rencana kontingensi milik BPBD yang sejatinya adalah bagian tak terpisahkan

Hal senada juga disampaikan tim dari BPBD dan Pusat Krisis Kesehatan dalam diskusi, yaitu terkait terminologi penamaan dokumen, dokumen ini kemudian juga disepakati untuk dinamai sebagai “Rencana Kesiapsiagaan Subklaster Kesehatan Reproduksi Menghadapi Situasi Krisis Kesehatan”, namun yang menjadi tantangan di NTT adalah karena Dinkes belum memiliki “Dinkes Disaster Plan” sehingga rencana kesiapsiagaan subklaster kespro perlu mengidentifikasi kebijakan dan strategi dan SOP-SOP yang dibutuhkan untuk diintegrasikan dengan dokumen HEOC. Seperti halnya di level nasional, di level provinsi penyusunan regulasi pun berkejaran atau tunggu-menunggu satu dengan yang lain, SOTK baru Dinas Kesehatan akan disusun di akhir tahun karena pemisahan Dinkes dengan Dukcapil.

Rencana tindak lanjut setelah pertemuan ini akan ada latihan gladi ruang atau table top exercise menggunakan skenario bencana BPBD setempat di pertengahan Agustus dan akhir September 2024 dan akan melibatkan akademisi sebagai pengendali.

 

Reporter: apt. Gde Yulian, M.Epid. dan Faiz Pratama, SKM.

Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM

Reportase “Pertemuan Penguatan Pelayanan Kesehatan pada Krisis Kesehatan”

Selasa, 9 Juli 2024

PKMK-Bawen. Konsultan dan peneliti divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM diundang menjadi pembicara dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah pada Selasa, 9 Juli 2024 bertempat di Kampung Kopi Banaran, Bawen, Jawa Tengah. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pelatihan mengenai penguatan sistem pelayanan kesehatan bagi Rumah Sakit (Hospital Disaster Plan) untuk menghadapi krisis kesehatan. Kegiatan kali ini diikuti oleh perwakilan Rumah Sakit Daerah terpilih sebanyak 35 instansi dari seluruh wilayah Provinsi Jawa Tengah.

bella dona 1

dr. Bella Donna, M.Kes menyampaikan dua materi dalam kegiatan ini, yakni “Konsep HDP dalam Mendukung Safe Hospital” dan “Interoperabilitas HDP”. Dalam materi pertama, Bella menjelaskan bagaimana konsep surge capacity, komponen dokumen HDP, dan bagaimana mencapai safe hospital. Perlu dipahami bahwa konsep safe hospital tertuang di dalam Hospital Safety Index (HSI) yang dikembangkan oleh WHO. Dalam HSI terdapat 4 modul dimana HDP merupakan modul keempat, sehingga HDP hanya mencakup sebagian kecil dari safe hospital. Kemudian, Bella melanjutkan dengan materi selanjutnya yaitui interoperabilitas HDP dalam sistem penanggulangan bencana. Bella menjelaskan mulai dari konsep klaster kesehatan dan HEOC, lalu bagaimana kedudukan rumah sakit dalam tatanan sistem tersebut, serta hubungan antara rencana penanggulangan krisis kesehatan dan HDP dalam tiga fase bencana (pra bencana, bencana, dan pasca bencana).

bappy bawen 1

Materi berikutnya disampaikan oleh tim PKMK FK-KMK UGM yaitu “Penilaian Risiko Bencana di RS” oleh Happy R. Pangaribuan, SKM., MPH. Analisis risiko menjadi salah satu dasar dalam penyusunan dokumen HDP. Perhitungan analisis risiko dalam HDP dapat menggunakan instrumen Hazard Vulnerability Assessment (HVA) dan HSI terutama di modul keempat. Happy mendemonstrasikan penggunaan alat-alat tersebut dan bagaimana implementasi hasil dari penilaian tersebut untuk pengembangan skenario dan penyusunan SOP.

Selain penyampaian materi juga terdapat sesi diskusi. Peserta yang mengikuti pelatihan menyampaikan sejumlah pertanyaan dan tanggapan atas materi yang dipaparkan, juga mendukung upaya peningkatan kapasitas rumah sakit melalui penyusunan dokumen HDP. Para pemateri berharap rumah sakit dapat segera menyusun dokumen HDP jika belum memiliki, memperbaiki dokumen HDP agar sesuai dengan komponen dan situasi terkini bagi yang sudah memiliki, dan melakukan uji coba pedoman untuk melihat operasionalisasi dokumen. Tim Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM juga menyatakan kesiapan untuk mendampingi rumah sakit jika diperlukan.

Reporter: dr. Alif Indiralarasati (Divisi Manajemen Bencana Kesehatan, PKMK UGM)

Activity Report Conducting The On-Site Table-Top Exercise (TTX)

based on The ASEAN Protocols on Cross-Border Contact Tracing

and Rapid Outbreak Investigation


20 – 21 June 2024  | Jakarta, Indonesia

organized by
GIZ , Ministry of Health Indonesia, ASEAN Member State (AMS)
collaboration with
Division Disaster Health Management Center for Health Policy and Management (CHPM) Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, UGM


ttx d1

Doc. MoH Indonesia “Participants TTX”

Opening Section

Opening remark from Dr. Tunggul Birowo, Deputy Director for Health Quarantine Directorate Surveillance and Health Quarantine. Tunggul appreciated all participants for engage to conduct TTX protocol cross border contact tracing and rapid outbreak investigation. He hopes after conducting TTX, participants can maintain good coordination and collaboration in order to better prepare for the next hard time. Tunggul motivated all participants together to support the protocol and give a good input to develop and implement this protocol for a better response in future pandemic. Second remark by Ms. Poucharmarn Wongsanga as a GIZ Project Director for ASEAN PHE Project. Poucharmarn said during the 2 days activities are crucial because it is a critical step to enhance region control management to prepare response PHE. All the participants know about this protocol so they can practice the protocol in future. Poucharmarn hopes AMS has a spirit of collaboration, work togetherness seemingly, and is equipped to manage future pandemics. All together contribute and have a commitment to build a resilient health system based on protocol.

Overview of Protocol: “The ASEAN Protocol of Cross Border Contact Tracing and Rapid Outbreak Investigation

 ttx d2

Doc. MoH Indonesia “Overview Protocol”

Randy Adrian from ASEC Health Division presented Asean Protocol for Cross Border Contact Tracing and Rapid Outbreak Investigation.Randy explained the progress, timeline and policy to conduct this protocol. Based on experience in the last pandemic, ASEAN needs to establish a cross border public health response protocol for conduct tracing and rapid outbreak investigation. ASEAN protocol in line with implementation of IHR 2005. ASEAN Protocol developed since enhancing cooperation on COVID-19 in April 2020 to coordinate cross border PH response. Then in Feb 2021 got concept notes for development of Protocol and finally the protocol was conducted in 2023 followed by a referendum consultation for review and endorsement of the protocol.

Masdalina Pane as representative an Indonesian Epidemiologist Association on behalf of the designer of the document presented an overview of the protocol. Masdalina explained the protocol, the components, objective and mechanism that manage in this protocol. This protocol describes contact tracing work flow and cross border notification. There are four possible scenarios of crossbordering mentioned, how this scenario can be used to review the operation of the protocol. The first scenario is a detected case of a confirmed case who cross bordering, the second is undetected contact who cross bordering, the third is an incoming contact of a confirmed case abroad and the last is a detected incoming case who arrived from traveling abroad.

Table Top Exercise (TTX)

ttx d3

Doc. MoH Indonesia “Facilitator lead the Table Top Exercise”

TTX participants are representative from ASEAN Member State (AMS) those 6 countries (Indonesia, Malaysia, Philippine, Lao PDR, Brunei Darussalam, Cambodia, Thailand) onsite and 4 countries online. Before conducting TTX dr. Bella Donna, M.Kes as a facilitator from PKMK FK-KMK UGM explained the mechanism of TTX for two days. Scenario divided into four phases based on the protocol of Cross Border Contact Tracing and Rapid Outbreak Investigation. Phase 1 is Out Break Early Detection and Preparedness, Phase 2 is Contact Tracing, Phase 3 is Cross Border Information Sharing, Phase 4 is Rapid Outbreak Response, Investigation and Management. All participants will answer directly the question alternately and also they can fill in a questionnaire google form.

The scenario mentioned three categories countries that describe cross bordering, the first is “Your Country” means participants country, the second “Neighboring Country” means neighboring of Your Country which has land border to Your Country, the third “Other Country” means a Neighboring Country which has no land border with Your Country ether Neighboring Country so it can be accessed by air or sea.

ttx d4
ttx d5

Doc. MoH “Participants answered the question”

Phase 1 asked how the local health authorities respond to the outbreak and the steps taken by authorities to notify PHE. Phase 2 asked how national ASEAN focal point notify the ASEAN EOC and/or ACHPEED regarding contact tracing. Phase 3 asked how government officers know and relay the information to the supervisor. Phase 4 asked about surge capacity, how to maintain the decrease of cases and de-escalation situation. Each participant responded directly and answered the question based on their experience and their health system policy. Participants also can tap the answer on questionnaire google form. TTX activities runned for approximately 5 hours.

Evaluation/Hot Wash

ttx d6

Doc. MoH Indonesia “Evaluator (left) and Closing Statement for GIZ (right)”

Evaluation aims to evaluate the process TTX and highlight points that need to develop the protocol. First evaluation from evaluator, followed by the observer and the last participant. Evaluators are GIZ, MoH and WHO. They said Each country already has a plan and capacity to respond, how to communicate, how to collaborate and share information. For phase one, AMS fully understands the protocol. Public health emergency operation center emplaced in each AMS during the outbreak, on national and management will be implemented an information update to higher level. AMS knows to inform, to mention ASEAN Focal Point. So the notification was sent to neighboring countries, WHO, ACPHEED, and then published by ASEAN and WHO. Risk assessment for humans not established and also mapping outbreaks, what is the hazard needed to draft first. Input from evaluators is AMS can conduct webinar in cross country to synergize communication on SAPPHIRE and CRYSTAL and also by many countries we can have a join webinar, how to establish the protocol.

ttx d7

Doc. MoH Indonesia “Observer”

Observer from ASEAN Secretariat (ASEC), ASEAN BioDiaspora Virtual Center (ABVC) and ASEAN Centre for Public Health Emergencies and Emerging Diseases (ACPHEED) mentioned suggestions including a commitment to revise and develop protocol, explore more about public health emergencies, and through reported data and information. Collaboration is very useful for investigation, communication, coordinating, it's very encouraging. Reporting is very important now because recent data is very affecting the public. Communication is informal for follow up action, it's very good action for every country.

The last session, participants from each country said they have a good knowledge and experience from this activity. They will share and socialize this protocol to their country, especially to the government and stakeholders. They will commit together to develop and implement the protocol.

Reported by

Happy R Pangaribuan, MPH

Researcher and assistant consultant CHPM, Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, UGM

Reportase

Launching The ASEAN One Health Network (AOHN) and ASEAN One Health Joint Plan of Action (OH-JPA)

Jakarta, 19 Juni 2024

diselenggarakan oleh

GIZ , Kemenkes Indonesia, ASEAN Member State (AMS)
bekerja sama dengan
Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM


Pembukaan

 

SESI PEMBUKAAN

aohn opening

“Perwakilan ASEAN Member State” Dok. Kemenkes Indonesia

Peserta yang mengikuti kegiatan ini adalah ASEAN Member State yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Kamboja, Lao PDR, Malaysia, Filipina, Thailand, Myanmar, Vietnam dan Singapura. Kegiatan ini diselenggarakan sebagai upaya sosialisasi tujuan dan maksud pengembangan AOHN dan OH JPA dengan harapan terjadi kolaborasi yang lebih kuat khususnya dalam negara ASEAN. Kegiatan ini juga bentuk komitmen ASEAN dalam menjalankan ASEAN Leaders’ Declaration on One Health Initiative. Setelah launching dilanjutkan dengan sesi ebinar dengan topik Public Health Emergency Response Focusing on Future Preparation dan Lesson Learn from International Cooperation/International Organization in Implementing One Health.

aohn opening id

“Pengantar dari SOMHD Indonesia”. Dok. Kemenkes Indonesia

Kegiatan dimulai dengan pengantar dari Senior Officials' Meeting on Health Development (SOMHD) Indonesia Syarifah Liza Munira sebagai Director General for Health Policy Agency. LIza menekankan kembali ASEAN One Health Network berkomitmen untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam merespon Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (Public Health Emergency/PHE). Pengalaman berbagai negara khususnya ASEAN menghadapi pandemi COVID-19 menunjukkan betapa pentingnya kolaborasi dengan pendekatan yang holistik dan komprehensif. Dengan adanya kolaborasi yang kuat akan memungkinkan AMS lebih kuat dalam mempersiapkan diri menghadapi PHE dimasa depan. Oliver Hoppe selaku Counsellor for Development Cooperation The Embassy of Federal Republic of Germany to Indonesia, ASEAN and Timor Leste juga menyampaikan hal yang sama bahwa yang perlu di-highlight dalam pertemuan ini adalah menyadari pentingnya kolaborasi untuk meningkatkan PHE, membangun ketahanan sistem kesehatan melalui program-program ASEAN.

 

Reporter :

Happy R Pangaribuan, MPH
Peneliti dan asisten konsultan PKMK FK-KMK UGM