logo2

ugm-logo

Blog

Report Day 1 EMT Session

Report Day 1 EMT Session, Monday July, 25 2016

Coverage from the Nakula Sadewa Room
Center for Health Policy and Management (CHPM), Faculty of Medicine, Universitas Gadjah Mada-Jogja.

INSARAG ASIA PACIFIC REGIONAL EARTHQUAKE RESPONSE EXERCISE


Yogyakarta, 25-28 July 2016


 

Emergency Medical Team Session

Our country is considered by many as a country that is plagued with disasters. These disasters are either caused by natural disasters such as earthquake, floods, tsunami, and many other causes or from human activities such as bombing terrors, civil unrest, fire or even accidents at work due to human negligence. As part of the ERT (Emergency Response Team), the Medical Emergency Response Team (EMT) focuses on providing medical assistance to the disaster victim.

pembukaan-insarag 

ERP (Emergency Response Plan)  management system is always needed and must ready to be implemented in the event of an emergency, therefore it is advised that every corporation incorporate ERP management system as early as possible. One of the many ways to learn it is through dissemination and Emergency Response Plan exercises, followed by routine and continuous exercises.

It is hoped that through this exercise, participants will acquire knowledge in meaning disaster and conduct emergency techniques accurately. The purposes of the exercise are as follows:

  • To coordinate Emergency Planning efforts/ERP (Emergency Response Plan) therefore efficiency and effectiveness can achieved in managing emergency.
  • To have the proper understanding with the logistics of things concerning with ERP (Emergency Response Plan) as a system that is always needed and implemented in the event of an emergency therefore emergency response can be carried out quickly and with precision.
  • To understand the risk of emergency situation and exercise preparedness in managing emergency situation therefore anxiety and panic can be managed.
  • To be better prepared in reducing the risk of more loses in the event of an emergency.  
  • To manage procedures in conducting Emergency Response thus reducing company loss.
  • To ensure that control measures and ERP (Emergency Response Plan) is well organized.

Report Day 1, Monday July, 25 2016
Nakula Sadewa Room, Inna Garuda Hotel

INSARAG ASIA PACIFIC REGIONAL EARTHQUAKE RESPONSE EXERCISE

Yogyakarta, 25-28 July 2016


INSARAG Asia Pacific Regional Earthquake Response Exercise was held in Inna Garuda Hotel, Malioboro on Monday, July 25, 2016. The opening ceremony begins with the singing of the Indonesian national anthem by all of the INSARAG participants, and then followed by Gambyong traditional dance.
 
insasrag-2016-opening

The opening speech came from Mr. Gatot as the Yogyakarta Special Region representative. In his speech, he was very pleased to have the INSARAG Asia Pacific Regional Earthquake Response Exercise held in Yogyakarta. This exercise would increase the capabilities of community of Search and Rescue Agencies especially in managing with earthquakes disaster. This exercise would also create awareness both for the people and the government in Yogyakarta Special Region in managing and providing relief aid due to earthquakes disaster. Furthermore, the regional government views this exercise as an opportunity for Yogyakarta to become the local representative for Indonesia in the international community.
 
insasrag-2016-opening-speech

Mr.Zhao Ming, as the head of INSARAG Asia Pacific Regional added that reflecting from the Banda Aceh tsunami in 2004, Indonesia has demonstrated the ability as a nation capable in dealing with unexpected challenges emerged from such natural disaster.  As a developing country and as a nation that is plagued with natural disaster, it is hoped that through this exercise, Indonesia would like to be ready in managing all kinds of natural disaster.  
Mr.Zhao-Ming---insarag

Mr.Oliver Lacey Hall, Head of OCHA Indonesia/ASEAN Liaison Officer stated that through this exercise it enables a nation to reinforce its safety lines and relief aid, especially Indonesia. As a nation, Indonesia has to be ready at all times to deal with natural disaster.
 

Supporting statement arise also from the head of the Indonesia Search and Rescue Agency (BASARNAS), Air Marshall Mr. FHB Soelistyo, he conceded that there is an opportunity to cooperate and coordinate with other nations and continue its commitment for humanity. It is hoped that in the near future this development of readiness will be maintained and developed along with Indonesia’s regional partner and it can also become a valuable experience and an opportunity for collaboration with the regional government that is hit with the natural disaster as a response to the Indonesian people concerning health and safety in the event of a disaster.

Reportase Sesi 1:

Seminar Persiapan Rumah Sakit Dalam Penanggulangan Bencana

sesi-1

Dalam rangka Annual Scientific Meeting (ASM) 2016 FK UGM, Pokja Bencana Kesehatan bekerjasama dengan PKMK FK UGM turut berpartisipasi melalui penyelenggaraan seminar sehari dengan tema Persiapan Rumah Sakit dalam Penanggulangan Bencana. Kegiatan ini digelar di FK UGM Jumat 18 Maret 2016.

Dalam sambutannya, Dekan FK UGM, Prof. DR. dr. Teguh Aryandono, SpB(K)Onk mengapresiasi kegiatan ini karena perlu kiranya sikap sadar bencana dipraktekkan oleh semua pihak, terutama di negara Indonesia yang merupakan daerah bencana. Dekan FK UGM juga berharap Hospital Disaster Plan (HDP) ini dimiliki oleh rumah sakit di seluruh Indonesia, agar risiko bencana dapat diminimalisir.

Membuka sesi 1, dr. Handoyo Pramusinto, SpBS selaku moderator menjelaskan bahwa sekitar 70% rumah sakit yang ada di DIY memang sudah memiliki HDP, tetapi bagaimana standar dan kualitas HDP nya perlu dievaluasi lagi?.

Sementara itu, bergabung via Webinar (teleconference) dari Jakarta pembicara Sesi 1 dr. Achmad Yurianto selaku Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes RI, yang mempresentasikan tentang Klaster Kesehatan. HDP muncul karena terjadinya pergeseran paradigma dalam pengelolaan bencana, yang sebelumnya lebih difokuskan pada penanggulangan pasca bencana, kini bergeser ke manajemen risiko pra bencana yang ternyata lebih efektif dalam pengurangan risiko. Kaitannya dengan sistem klaster, sistem klaster dibuat berdasarkan keputusan kepala BNPB no. 173 tahun 2014, agar tidak terjadi tumpang tindih dalam proses penanggulangan bencana sehingga masing-masing pihak terkait dapat bekerja secara cepat, tepat, dan akurat sesuai tupoksi masing-masing. Saat ini terdapat 8 klaster dalam mekanisme PRB, dan klaster kesehatan termasuk salah satu diantaranya. Tugas utama klaster kesehatan meliputi layanan kesehatan, DVI, kesehatan reproduksi, kesehatan jiwa, gizi, air, dan sanitasi. Namun dari sistem klaster ini permasalahan yang masih ada diantaranya belum dibuatnya ketentuan terkait tata kerja antar klaster sehingga overlap masih kerap terjadi, dan belum disosialisasikan ke tingkat pemda sehingga koordinasi dengan lembaga lain terkait di tingkat daerah masih kurang baik.

Kemudian Kudiana, SKM,MSc dari Dinkes DIY menyebutkan bahwa Hospital Disaster Plan (HDP) telah diatur dalam Permenkes No. 64 tahun 2013; yang esensinya memperkuat koordinasi dan kemitraan antar sumber daya, optimalisasi sarana prasarana yang ada, dan informasi penanggulangan krisis kesehatan secara cepat-tepat-akurat. Bahkan menurut Permenkes No.12 tahun 2012, HDP sudah masuk dalam DEP Akreditasi rumah sakit. Adapun peran Dinkes dalam HDP adalah mendorong terbentuknya HDP di rumah sakit di wilayahnya dengan memberikan pelatihan HDP bagi rumah sakit.

Berdasarkan pengalaman saat turun langsung ke lapangan pasca bencana, dr. Sulanto Saleh Danu, SpFK selaku konsultan bencana kesehatan dari PKMK FK UGM menjelaskan, bahwa dari sisi kesehatan ada 2 hal yang perlu diperhatikan. Yakni setelah terjadi krisis atau bencana, apakah rumah sakitnya hancur atau rumah sakitnya utuh tetapi menerima banyak korban bencana. Hal ini penting untuk merumuskan HDP yang tepat untuk masing-masing wilayah karena karakteristik bencana antar wilayah tentunya berbeda. Dr. Sulanto juga membagikan berbagai pengalaman menarik selama mendampingi pembuatan HDP, mulai dari fase persiapan yang ternyata tidak semua RS siap karena hanya ingin memiliki HDP sebagai syarat akreditasi, baik dari sisi infrastruktur maupun tingkat pengetahuan SDM nya. Hal-hal tersebut diharapkan dapat menjadi lesson learned agar rumah sakit dapat memperbaiki HDP nya.

Berbagai pertanyaan turut mewarnai sesi diskusi, seperti bagaimana efektivitas SPGDT online yang saat ini sedang dirintis oleh Dinkes DIY? Perumusan anggaran PRB? Koordinasi klaster kesehatan dengan lembaga lain antar klaster? Serta mengapa simulasi bencana yang sepertinya sudah sangat baik tidak sejalan dengan praktek di lapangan saat bencana terjadi?.


Reportase oleh Edna

Reportase Sesi 2: Seminar Persiapan Rumah Sakit Dalam Penanggulangan Bencana

adib

Bom Sarinah Thamrin yang terjadi beberapa waktu lalu membuat salah satu RS di sekitar lokasi menerapkan Hospital Disaster Plan (HDP) yang sempat disusun sebelumnya. Bahkan, tiga hari sebelum terjadinya bencana bom (teror) ini, RS tersebut melakukan simulasi terror. Sehingga, terror Sarinah menjadi simulasi kedua bagi staf medis di RS tersebut. Mereka menyebut system komando saat bencana di RS-nya dengan nama White Code. Hal ini dituturkan oleh dr. Adib Abdullah Yahya, MARS (PERSI). Catatannya, penting untuk melakukan latihan atas HDP yang disusun suatu RS.

Apa yang harus disiapkan saat masa Response ini? Hal pertama yang harus dipikirkan ialah bagaimana sistem komando yang harus dilakukan seluruh pihak dalam penanggulangan bencana ini. lalu apa yang harus disiapkan uuntuk menyusun HDP? Pertanyaan ini terjawab dalam  sesi penyusunan dan penerapan HDP dalam Seminar Penerapan Hospital Disaster Plan di Rumah Sakit.

Materi dalam penyusunan HDP antara lain, kebijakan direktur, sistem komando, protap (SOP), dukungan administrasi, denah RS dan sekitar, fasilitas (pos komando saat bencana seharusnya ditaruh di depan RS, mudah diakses, dan ada sarana komunikasi), lalu kapasiitas darurat. Hal yang perlu dipahami bersama ialah HDP bukan untuk menghindari chaos, tapi memperpendek masa chaos tersebut, ungkap dr. dr.Hendro Wartatmo, SpB, KBD (Pokja Bencana FK UGM).

Saat bencana terjadi, harus ada disaster commander yang mengepalai seluruh kegiatan tanggap darurat atau penanganan pasien di suatu RS. Untuk RS yang kecil, disaster commander ini bisa dijabat orang lain, selain Direktur RS. Namun untuk RS besar dengan pasien yang sangat banyak, disaster commander-nya ialah direktur RS, ungkap dr. Adib Abdullah Yahya, MARS (PERSI). Adib menjadi pembicara kedua di sesi ini.

Saat penanggulangan bencana, harus menggunakan kartu tugas dalam penanganan pasien. Kartu tugas ini mencakup job action sheet, perlu diatur tanggung jawab masing-masing, perlu ditulis garis kewenangan yang jelas (lengkap, disimpan di posko dan bisa ditaruh di IGD), serta identifikasi personel yang akan bergerak saat penanggulangan bencana.

Catatan penting lainnya yang harus disiapkan antara lain: pusat komando, sistem komunikasi, manajemen lalu lintas, keamanan, pengunjung, sukarelawan, penerimaan korban, lokasi utama. Tim lapangan, daftar kontak, RS yang terisolasi dan training. Selain itu, harus ada peta Jawa, wilayah kejadian bencana, serta peta RS per ruangan atau bagian.

Hal lain yang perlu diperhatikan, perlu regulasi yang mengatur persediaan obat saat terjadi bencana. Dulu, persediaan obat semacam ini dianggap inefisiensi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan akhirnya menjadi temuan auditor. Kita perlu belajar dari pergudangan yang dimiliki tentara nasional Indonesia. Sekitar sepertiga dari gudang mereka diperhitungkan untuk masa-masa perang, antara lain suplai obat-obatan, amunisi, bahan makanan dan lain-lain (Wid).

Reportase Diskusi Outlook Manajemen Bencana Kesehatan Tahun 2016

Description: C:\Users\Madelinaani\Downloads\IMG_8865.JPG

Setiap  awal tahun Pusat Kebijakan Manajemen Kesehatan  rutin melaksanakan outlook kebijakan dan Manajemen Kesehatan. Diskusi outlook manajemen bencana kesehatan tahun 2016 ini dimoderatori oleh Madelina Ariani, SKM, MPH. Diskusi diawali penyampaian refleksi dan outlook manajemen bencana oleh dr. Bella Donna, M.Kes selaku Kepala Divisi Manajemen Bencana PKMK FK UGM. Bella menyampaikan bencana yang terjadi pada tahun 2015 lebih banyak disebabkan oleh bencana yang berhubungan dengan perubahan iklim seperti banjir, tanah longsor, dan kebakaran hutan. Bencana kebakaran hutan merupakan bencana yang memiliki dampak paling parah. Kebijakan penanggulangan bencana sektor kesehatan tahun 2016 masih akan berfokus pada pengurangan risiko bencana sesuai dengan Sendai Framework.

Diskusi outlook kebijakan manajemen bencana kesehatan menghadirkan pembicara yaitu Danang Samurizal, ST dari BPBD DIY. Danang menyampaikan koordinasi penanggulangan bencana dilaksanakan pada fase pra bencana, sedangkan pada saat tanggap darurat yang berlaku adalah sistem komando. Danang menegaskan untuk menciptakan koordinasi yang bagus maka diperlukan sebuah perencanaan yang dituangkan dalam Rencana Penanggulangan Bencana. Terkait dengan dana penanggulangan bencana, Danang menyampaikan dana on call memang terpusat di BNPB, sedangkan di daerah untuk penanggulangan bencana masuk dalam belanja tidak terduga. 

Pembicara kedua dr. Achmad Yurianto, Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Achmad menyampaikan berdasarkan hasil assessment kesiapsiagaan sektor kesehatan di 34 Kabupaten/Kota, masih banyak daerah yang belum siap. Untuk tahun 2016, sesuai dengan renstra kebijakan sektor kesehatan masih pada isu pengurangan risiko bencana. Pendekatan penanggulangan bencana yang digunakan oleh PPKK antara lain pendekatan faktor hazard, kerentanan masyarakat dan kemudian peningkatan kapasitas masyarakat. Selanjutnya, penanggulangan bencana dilaksanakan dengan pendekatan klaster kesehatan. untuk mengkoordinasikan semua kapasitas. Koordinasi akan lebih bagus jika dikumpulkan dalam satu klaster sehingga kapasitas terebut bisa berkolaborasi dengan baik.

Pembicara ketiga Rimawati, SH, M.Hum, Dosen Fakultas Hukum UGM itu menyoroti isu kebakaran hutan yang hampir terjadi setiap tahun yang meresahkan masyarakat juga negara tetangga. Perlu adanya sanksi tegas bagi pelaku pembakaran hutan. Sanksi yang diberikan dapat berupa sanksi perdata, pidana dan sanksi administratif. Peran lintas Sektor-SKPD dalam penegakan hukum terhadap isu pengendalian kabut asap dapat berupaya preventif seperti sosialisasi, advokasi dan evaluasi dan dapat juga upaya represif dengan penegakan regulasi penanganan bencana.
dr Handoyo Pramusinto, Sp.BS selaku ketua pokja bencana menyoroti rencana penanggulangan bencana di daerah dan rumah sakit. Handoyo menyatakan bahwa dalam Permenkes No 64 Tahun 2013 mengatur peran kementerian kesehatan, dinas kesehatan provinsi dan kabupaten dalam penanggulangan krisis kesehatan. Dalam Permenkes tersebut belum ada yang mengatur peran rumah sakit dan masyarakat dalam penanggulangan krisis kesehatan, Handoyo mengusulkan agar Permenkes dapat direvisi.

Description: C:\Users\Madelinaani\Downloads\IMG_8861.JPG


Pembicara terakhir adalah dr. Iskandar Leman dari Masyarakat penanggulangan Bencana di Indonesia. Iskandar menyampaikan bahwa sekarang kita fokus pada pengurangan risiko bencana dengan membentuk masyarakat yang tangguh bencana. Iskandar memandang sangat penting untuk memasukkan agenda penguatan kapasitas masyarakat dalam penanggulangan bencana. Kementerian memiliki banyak program desa binaan, tetapi berjalan sendiri-sendiri sehingga program-program ini perlu diintegrasikan (Oktomi Wijaya).