logo2

ugm-logo

Blog

LUNCH SEMINAR DAN WEBINAR LAPORAN KEGIATAN GEMPA PIDIE JAYA DAN BANJIR BANDANG BIMA

Yogyakarta, 8 Februari 2017
Reportase oleh:  Intan Anatasia

PKMK Yogyakarta.


Acara webinar ini dibuka oleh dr. Mei Neni Sitaresmi, Sp.A(K).Ph.D selaku Wakil Dekan Bidang Kerja Sama, Alumni, dan Pengabdian Masyarakat. Mei menyampaikan Fakultas Kedokteran UGM tetap menjalankan Tri Dharma dengan memberangkatkan Tim Bencana untuk melakukan kontribusi di Gempa Pidie Jaya dan Banjir Bandang Bima. Harapannya dari laporan kegiatan ini kita bisa sama-sama belajar untuk melakukan rencana tindak lanjut ke depannya.

 mei neni wadek fk

Acara selanjutnya adalah Pengenalan Mengenai Kelompok Kerja Bencana (POKJA BENCANA) Fakultas Kedokteran UGM  oleh dr. Handoyo Pramusinto, SpB. Handoyo mengharapkan agar Surat Keputusan dari Universitas Gadjah Mada segera turun untuk legalitas dari Pokja Bencana FK UGM. Handoyo juga menjelaskan bahwa POKJA BENCANA ini terdiri dari beberapa komponen yaitu dari RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, Rumah Sakit Akademik UGM, termasuk juga dari lintas bidang karena tim ini terdiri dari klinis/kedokteran, surveilans, promosi kesehatan, gizi dan kesehatan jiwa. Pokja Bencana FK UGM mempunyai harapan untuk terintegrasi dengan DERU UGM dan Pusat Studi Bencana Alam.

handoyo 

Masuk ke acara inti yaitu penyampaian Laporan kegiatan Tim Klaster Kesehatan Gempa Pidie Jaya oleh dr. Hendro Wartatmo, SpB.KBD. Hendro menyampaikan alasan mengapa tim berangkat ke Pidie Jaya pada fase recovery, karena saat fase akut biasanya sudah banyak tim yang datang untuk membantu sehingga diambil keputusan untuk berangkat pada fase recovery setelah tim assessment mendapatkan penilaian kebutuhan awal. Koordinasi dilakukan selama 5 hari sebelum keberangkatan. Hendro menceritakan pada hari pertama tim menyambangi Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) untuk berdiskusi dan melakukan pemetaan daerah terdampak. Pertemuan ini dipimpin langsung oleh Kepala Pusdalops BPBA Aceh. Pertemuan ini juga membahas plan of action di Pidie Jaya.

Selanjutnya tim menuju pos kesehatan di RSUD Pidie Jaya. Di pos kesehatan, sudah ada tim Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya, dan Kemenkes. Kembali dilakukan koordinasi dengan klaster kesehatan yang sudah ada, sebagian tim juga melakukan pengecekan lokasi RSUD, dan sebagain lagi mendirikan tenda. Seluruh tim akan bermalam di lokasi ini. Hendro menunjukan pula foto-foto bangunan seperti bangunan Rumah Sakit Pidie Jaya yang hancur.

Pada hari ketiga masih melanjutkan rencana operasi bahwa hari ini tim layanan kesehatan diberangkatan ke Puskesmas Cubo dan tim health management support berada di pos kesehatan untuk mengikuti rapat koordinasi dengan pihak terkait. Hendro menyempatkan untuk tetap menikmati keindahan di daerah Pidie Jaya dan menikmati kuliner durian di Pidie Jaya. Kerja dari tim  pertama dilanjutkan kembali oleh tim kedua dimana kegiatan yang dilakukan berupa pendampingan Primary Health Care Disaster Plan (PHCDP) dan Pelatihan Penanganan Luka. Di akhir paparannya, Hendro Wartatmo menyampaikan lesson learnt yang bisa diambil dari kegiatan ini adalah bahwa respon pada fase akut saat sudah cukup cepat, tim kesehatan sudah aktif di hari pertama dan networking lokal sudah ada. Masih ada hal yang perlu diperbaiki yaitu kondisi di Pidie Jaya sudah tidak baik bahkan sebelum bencana contohnya IPAL di RSUD Pidie Jaya kondisinya semakin parah setelah gempa terjadi. Komunikasi saat kondisi bencana sangat sulit walaupun akhirnya berjalan lancar maka harus disadari pentingnya menjaga komunikasi.

 Dok. PKMK FK UGM. Laporan Kegiatan Gempa Pidie Jaya dan Banjir Bandang Bima

Masuk ke sesi kedua yaitu Laporan Kegiatan Tim Klaster Kesehatan Banjir Bandang Bima yang disampaikan oleh Sutono S.Kep.,M.Sc. Sutono menyampaikan rasa bangganya kepada alumni-alumni di Universitas Gadjah Mada yang responsif untuk menyebarkan berita bencana ke Divisi Manajemen Bencana sehingga bisa segera merespon untuk melakukan tindakan ke lokasi bencana. Sutono menjelaskan mengenai alasan untuk berangkat ke Bima karena sudah ada laporan bahwa ada 4 puskesmas yang lumpuh dan tidak bisa melakukan pelayanan.

Tujuan tim Bima berangkat yang pertama adalah mengidentifikasi permasalahan di sektor kesehatan dan menyiapkan tim lanjutan untuk membantu korban bencana di kota Bima. Tim langsung menyisir 33 lokasi pengungsian yang belum di-follow up untuk mendata jumlah pengungsi dan mendapatkan data kelompok rentan yang ada. Dari hasil survey ditemukan berbagai penyakit setelah hari kedelapan banjir seperti myalgia, dermatitis dan ISPA. Identifikasi potensi Kejadian Luar Biasa seperti demam berdarah dan dicurigai leptospirosis akibat manajemen sampah yang buruk.  Terdapat juga korban yang meninggal diakibatkan oleh infeksi tetanus. Masih banyak desa yang belum mendapatkan vaksin sehingga ditemukan disalah satu yang mengalami campak.

Fasilitas kesehatan di Bima belum mendapatkan pengetahuan dalam membuat perencanaan penanggulangan bencana di fasilitas kesehatan. Tim pertama merekomendasikan untuk manajemen air, potensi wabah, pembuatan regional disaster plan agar sektor kesehatan bisa melakukan persiapan. Tim kedua yang diterjunkan ke Bima mulai 18 – 21 Januari 2017 terdiri dari 4 orang yang terbagi menjadi 2 grup yaitu: Grup 1 terdiri dari Dr. Ir. Agus Maryono dan Rifqi Amrillah Abdi yang berfokus pada penerapan teknologi alat pemanen air hujan. Grup 2 terdiri dari Prof. dr. Hari Kusnanto, DrPH dan Bayu Fandhi Achmad, S.Kep., Ns., M.Kep. yang berfokus pada studi kesehatan lingkungan. Tim selanjutnya dibagi menjadi 2 yaitu 1 grup bergerak ke kantor Dinas Kesehatan Kota Bima untuk mempresentasikan teknologi alat pemanen air hujan pada perwakilan puskesmas dan Dinas Kesehatan Kota Bima serta 1 grup bergerak untuk mempersiapkan berbagai alat dan bahan yang akan digunakan untuk pembuatan alat pemanen air hujan tersebut. Prof. dr. Hari Kusnanto juga melakukan survey keliling untuk melihat permasalahan kesehatan lingkungan di kota Bima. Tim kedua masih merekomendasikan untuk tim berikutnya untuk mengelola air di kota Bima dan mengelola lingkungan kota Bima bisa tertata dan mencegah banjir datang. Harapannya akan ada program jangka panjang untuk membangun kota Bima.

Dok. PKMK FK UGM. Sesi Tanggapan dan Diskusi

Pada sesi Diskusi dan Tanggapan,  dr. Mei Neni Sitaresmi, Sp.A(K).Ph.D menanggapi mengenai kesulitan komunikasi birokrasi di daerah bencana dan mengapresiasi pengorbanan dari tim yang sudah meluangkan waktu untuk ke daerah bencana bahkan saat hari libur nasional. Mei juga menyampaikan pentingnya sektor kesehatan untuk menjalin kerjasama dengan lintas sektor dan kearifan lokal yang ada di masing-masing daerah bencana. Tanggapan kedua diberikan oleh Dr. rer. nat. dr. BJ Istiti Kandarina menyampaikan peran aktif dari Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada Kedokteran (KAGAMA Dok) di setiap daerah untuk selalu bertukar informasi terutama yang berkaitan dengan bencana dan selain itu juga sangat tertarik dengan cerita dari kearifan lokal di masing-masing daerah bencana.

Tanggapan diberikan oleh Prof. dr. Yati Soenarto Sp.A (K) mengenai harapannya untuk kegiatan ini tidak hanya sekali saja pergi ke daerah bencana dan kemudian hit and run namun harus dilakukan secara berkesinambungan serta membantu untuk pasca terjadinya bencana. Tanggapan selanjutnya diberikan oleh Kudiyana yang berasal dari Dinas Kesehatan Provinsi Yogyakarta mengenai dana siap pakai yang digunakan saat terjadi bencana. Dana siap pakai untuk membantu masih sangat sulit birokrasinya maka perlu ada evaluasi bersama pemerintah daerah mengenai dana bantuan ini.

Acara ditutup oleh dr. Mei Neni Sitaresmi, Sp.A(K) yang menyampaikan kesimpulan dimana koordinasi sangat penting bahkan sebelum tim bencana itu berangkat. Selain itu, kesinambungan juga sangat penting agar yang kita kerjakan dapat berkelanjutan dan terintegrasi sehingga dapat meningkatkan SDM yang ada didaerah bencana. Hal-hal yang kita kerjakan sangat baik didokumentasikan baik seperti acara webinar dan juga menjadi bahan-bahan penelitian.

 

Materi Presentasi:

Sarasehan Divisi Manajemen Bencana PKMK FK UGM

Sarasehan Divisi Manajemen Bencana PKMK FK UGM

Yogyakarta, 8 Februari 2017

Reportase oleh:  Intan Anatasia

PKMK Yogyakarta.


 Dok.PKMK FK UGM.  Pembukaan oleh dr. Bella Donna, M.Kes

Divisi Manajemen  Bencana PKMK FK UGM telah menyelenggarakan kegiatan Sarasehan Divisi Manajemen Bencana  dan Lunch Seminar Laporan Kegiatan Gempa Pidie Jaya dan Banjir Bandang Bima. Kegiatan ini diwebinarkan, sehingga peserta yang tidak datang hadir langsung, tetap dapat memantau secara langsung. Acara sarasehan ini dibuka oleh dr. Bella Donna, M.Kes selaku kepala Divisi Manajemen Bencana. dr. Bella Donna menyampaikan tujuan diadakan sarasehan ini untuk mempererat hubungan antara Divisi Manajemen Bencana dengan rekanan dan klien, mendiskusikan lesson learnt penanggulangan bencana sektor kesehatan pada tahun 2015/2016 dan arah kebijakan penanggulangan bencana sektor kesehatan pada tahun 2017/2018. dr. Bella Donna juga menyampaikan pada sesi siang akan diselenggarakan webinar mengenai laporan kegiatan Gempa Pidie Jaya dan Banjir Bandang Bima oleh tim UGM yang bertugas.

Sarasehan dimulai dengan Perkenalan Tim Divisi Manajemen Bencana dan Konsultan di Divisi Manajemen Bencana PKMK FK UGM yang disampaikan oleh Intan Anatasia N.P.,M.Sc.,Apt.  Dalam hal ini, disampaikan struktur dari penasehat, kepala divisi, konsultan dan peneliti serta asisten konsultan yang terlibat dalam Divisi Manajemen Bencana hingga saat ini.

Selanjutnya disampaikan mengenai Pengantar Refleksi 2015/2016 dan Outlook Manajemen Bencana 2017 oleh dr. Bella Donna, M.Kes. Bella menyampaikan bahwa Indonesia kembali dikejutkan dengan bencana gempa bumi yang berkekuatan 6 SR pada pukul 05.03 WIB di Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh, setelah Tsunami yang terjadi sekitar 12 tahun lalu. Ada sekitar 1009 kejadian bencana yang terjadi di Aceh sejak tahun 1815-2016. Tetapi pulau Jawa masih menempati rangking pertama dalam jumlah kejadian bencana terbanyak di Indonesia (sumber: Pusat Data Informasi dan Humas – BNPB). Perjalanan kesiapan penanggulangan bencana di Indonesia selama tahun 2016 semakin meningkat. Sumber daya manusia di sektor kesehatan semakin sadar bahwa dibutuhkan peningkatan seluruh kapasitas. Salah satu bentuk yang dilakukan dengan penyusunan rencana kontijensi yang sudah dilakukan Dinas Kesehatan serta kesiapan rumah sakit (HDP) dan puskesmas di Indonesia. Bukan hanya hal tersebut, melalui Permenkes No 19 Tahun 2016 Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu juga dikembangkan menjadi salah satu sistem yang terkordinasi dari pre Hospital, Inter Hospital dan Intra Hospital. Melihat hal ini, maka dibutuhkan sumber daya baik tenaga medis maupun para medis yang terampil dan siap jika dibutuhkan sewaktu-waktu.  Untuk itu, sudah dilakukan pertemuan dan rencana ke depan agar tiap kabupaten, provinsi dan tingkat nasional wajib menyiapkan Tim Reaksi cepat ( Emergency Medical Team) sesuai dengan panduan WHO, dan siap terjun saat terjadi krisis kesehatan ataupun bencana.

Berdasarkan Prioritas dan perubahan paradigma ke arah kesiapsiagaan, dalam kebijakan penanggulangan bencana di tahun 2017 pada fase pra bencana sesuai dengan “Sendai Framework” yaitu pengurangan risiko bencana dengan penguatan kapasitas masyarakat dan pemerintah lokal. Maka Divisi Manajemen Bencana PKMK FK UGM juga melakukan aksi ini melalui beragam kegiatan yang bekerja sama dengan Kemenkes, WHO, rumah sakit, puskesmas, BPBD, Pemda dan lintas fakultas dalam memberikan pendampingan guna membantu fasilitas kesehatan dan sumber daya manusia agar siap dalam menghadapi krisis kesehatan. Melalui Deklarasi UGM kampus tangguh bencana, maka pengembangan kurikulum manajemen bencana masih akan tetap dilakukan dan selalu dievaluasi agar Fakultas Kedokteran khususnya bisa memiliki mahasiswa yang memahami peran mereka jika masuk dalam situasi bencana. Tidak hanya mahasiswa, tetapi pihak Ilmu Kesehatan masyarakat (IKM) di Fakultas Kedokteran akan membangun sistem keselamatan kerja terhadap dosen, staf, satpam, petugas yang sehari-hari bertugas saat jam kerja dan di luar jam kerja, agar siap menghadapi kegawatdaruratan. Harapannya tidak hanya di lingkungan IKM tetapi seluruh civitas di lingkungan FK akan terbangun sistem keselamatan kerja dan bangunan yang aman (safety building).
 
Dok. PKMK FK UGM. Pemaparan Kegiatan Divisi Manajemen Bencana oleh Madelina Ariani, SKM.,MPH.

    Acara kedua adalah Pemaparan Kegiatan Rutin dan Program Divisi Manajemen Bencana tahun 2017 yang disampaikan oleh Madelina Ariani, SKM., MPH. Pada sesi ini disampaikan mengenai kegiatan rutin dan unggulan dari Divisi Manajemen Bencana, Paket Pendampingan Pelatihan, Kerjasama Divisi Manajemen Bencana, Program Divisi Manajemen Bencana 2017, Pengenalan Webinar dan Video, serta Peluang Kerja Sama yang dibuka oleh Divisi Manajemen Bencana. Madelina Ariani juga menjelaskan mengenai paket-paket pelatihan dan pendampingan yang diberikan oleh Divisi Manajemen Bencana yaitu terdiri dari In House Training Hospital Disaster Plan (HDP), Seminar dan Sosialisasi HDP, Workshop HDP, Review HDP, Simulasi Bencana di Rumah Sakit, Pelatihan Primary Health Care Disaster Plan (PHCDP), Pengembangan Kurikulum Bencana Kesehatan, Sosialisasi HDP/PHCDP untuk Dinas Kesehatan, dan workshop lainnya. Rekanan yang pernah bekerja sama dengan Divisi Manajemen Bencana FK UGM antara lain Pusat Krisis Kesehatan Kementrian Kesehatan, WHO, Dinas Kesehatan, Pemda, universitas baik di dalam maupun luar negeri, Fakultas-fakultas yang ada di UGM, LSM, rumah sakit, puskesmas, BNPB, BPBD, World Vision dan lain-lain. Program dan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Divisi Manajemen Bencana pada 2017 antara lain seminar, workshop dan bimbingan teknis,  Launching Buku Bencana, Perkuliahan, Pameran Ilmiah Bencana Kesehatan, Webinar Series, dan Community of Practice. Selain itu, disampaikan juga oleh Madelina Ariani mengenai pembelajaran webinar dan kebutuhan pembuatan video yang juga bisa difasilitasi dan didiskusikan dengan Divisi Manajemen Bencana PKMK FK UGM.  Besar harapan dari Divisi Manajemen Bencana untuk senantiasa menjalin kerjasama dengan klien-klien yang membutuhkan jasa konsultasi dan pendampingan mengenai manajemen bencana.

Pada sesi Diskusi dan Tanggapan, dr. Achmad Yurianto selaku Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan menyampaikan rasa senangnya selama ini telah bekerja sama dengan Divisi Manajemen Bencana PKMK FK UGM. Harapan ke depannya dapat dibuat juga kebijakan-kebijakan baru yang berkaitan dengan manajemen bencana, melakukan pelatihan dan pendampingan di daerah, pengembangan kurikulum perguruan tinggi, melakukan pengabdian masyarakat dan menyusun buku pembelajaran manajemen bencana.  Ada pula tanggapan dari RSUD Wonosari dan Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul yang sangat senang diundang hadir di acara Sarasehan Divisi Manajemen Bencana dan menyatakan sangat menunggu untuk bisa mendapatkan pendampingan prehospital dan simulasi bencana di rumah sakit mereka.

Dok.PKMK FK UGM. Tanggapan dari RSUD Wonosari dan RS Panembahan Senopati Bantul

Acara terakhir pada kegiatan sarasehan ini adalah Pengenalan Website Bencana Kesehatan yang dikelola oleh Divisi Manajemen Bencana Kesehatan oleh Intan Anatasia N.P.,M.Sc.,Apt. Disampaikan kepada peserta acara ini bahwa Divisi Manajemen Bencana mempunyai website www.bencana-kesehatan.net yang selalu meng-update kejadian bencana dan keilmuan manajemen bencana.

Dok. PKMK FK UGM. Pengenalan Website Bencana Kesehatan oleh Intan Anatasia N.P.,M.Sc.,Apt.

Update Laporan :

Tim Klaster Kesehatan FK UGM dalam Bakti Sosial di Bima, Nusa Tenggara Barat


Pembaca website bencana kesehatan pada 21 Desember 2016 telah terjadi banjir bandang akibat hujan deras yang mengguyur wilayah Bima dan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Akibat hujan deras ini ribuan rmah terendam banjir di Kota Bima, Kabupaten Bima dan Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Fakultas Kedokteran UGM pada 30 Desember 2016 mengirimkan tim klaster kesehatan untuk melakukan penilaian awal dalam kebutuhan dalam bencana banjir bandang di Bima.

Hari 1

LAPORAN KEGIATAN TIM ASSESSMENT
LOKASI BANJIR BIMA

PKMK-Bima, 30 Desember 2016

Tim Klaster Kesehatan FK UGM tiba di Bandara Sultan M.Salahudin Bima jam 14.00 wita, dijemput oleh dr. Sri Yati (Residen Anak yang sedang referal di RSUD Bima) dan Sdr. Firman mahasiswa S3 FK UGM, menitipkan barang ke penginapan langsung menuju Balai Kota Bima yang saat ini dipakai sebagai “Pos Komando Penanganan Banjir Kota Bima”.

bima 1

Tim melapor ke ruang posko “Klaster Kesehatan” yang dipimpin oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota Bima. Selanjutnya  tim Klaster Kesehatan bertemu dengan  Asisten 1 Walikota Bima Drs. M. Farid., M.Si. Tim Klaster Kesehatan  menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan tim ke Bima. Selain itu, direncanakan ada tim lanjutan dengan anggota multi profesi untuk membantu menangani dan memberikan masukan pada pemerintah kota Bima terkait dengan bencana banjir yang dihadapi dan bagaimana langkah ke depannya.  M. Farid  sangat welcome dan berharap tim dari UGM dapat berkontribusi untuk mengatasi tahap rehabilitasi pasca banjir bandang.

kantor walikota bima

Tim Klaster Kesehatan bertemu  dengan ketua IDI Kota Bima : dr. Fatur Rahman. Beberapa informasi yang kami dapatkan adalah stok obat penyakit kulit yang menipis, serta tingginya penyakit kulit, meningkatnya kasus diare khususnya pada anak-anak. dr. Fatur Rahman juga menyampaikan bahwa  baru-baru ini ia dihubungi oleh Prof. Suhardjo yang menyampaikan bahwa tim beliau akan datang ke Bima. Kami sampaikan juga bahwa KAGAMA telah mengirimkan bantuan lewat perwakilan KAGAMA yang ada di Bima (dr. Erma) yang mungkin akan datang 1 atau 2 hari lagi.

audiensi idi bima

Permasalahan yang ditemukan saat ini di posko klaster kesehatan adalah terbatasnya SDM yang melakukan entry data sehingga tim membantu entry data untuk data baru dan data yang sudah lewat tanggal.

Rencana kegiatan hari ke-2, adalah mengikuti rapat koordinasi klaster kesehatan pagi sekitar jam 8.00 WITA. Selanjutnya tim UGM akan menyisir seluruh lokasi pengungsian yang terdata sekitar 36 lokasi pengungsian, dengan tujuan untuk:

  1. Validasi data jumlah pengungsi dan lokasi pengungsian
  2. Identifikasi karakteristik kelompok pengungsian berdasarkan usia, serta kelompok rentan ( BALITA, Bumil dan Busui, Lansia, serta penyakit kronis).
  3. Identifikasi masalah kesehatan yang muncul di kampung / kelurahan yang terkena banjir.
  4. Koordinasi dan kolaborasi pelayanan medis di Rumkit lapangan milik TNI.

Demikian kegiatan tim pada hari pertama serta rencana hari kedua.



Dilaporkan oleh  Sutono dan  Kontributor lapangan : Tim Assesment Banjir Bima

 

 

 

 

Laporan :

Tim Klaster Kesehatan FK UGM ke-2 dalam Bakti Sosial di Bima, Nusa Tenggara Barat


Pembaca website bencana kesehatan pada 21 Desember 2016 telah terjadi banjir bandang akibat hujan deras yang mengguyur wilayah Bima dan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Akibat hujan deras ini ribuan rmah terendam banjir di Kota Bima, Kabupaten Bima dan Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Fakultas Kedokteran UGM pada 30 Desember 2016 mengirimkan tim klaster kesehatan untuk melakukan penilaian awal dalam kebutuhan dalam bencana banjir bandang di Bima.

Hari 1

LAPORAN KEGIATAN HARI PERTAMA
TIM KEDUA-BENCANA BANJIR BIMA

PKMK-Bima, 18 Januari 2017

TIM Ke 2 tiba di bima

Tim kedua yang diterjunkan ke Bima mulai tanggal 18 – 21 Januari 2017 terdiri dari 4 orang yang terbagi menjadi 2 grup yaitu:
1.    Grup 1 terdiri dari Dr. Ir. Agus Maryono dan Rifqi Amrillah Abdi yang berfokus pada penerapan teknologi alat pemanen air hujan
2.    Grup 2 terdiri dari Prof. dr. Hari Kusnanto, DrPH dan Bayu Fandhi Achmad, S.Kep., Ns., M.Kep. yang berfokus pada studi kesehatan lingkungan.
Tim Kedua FK UGM

Tim tiba di Bandara Sultan M.Salahudin Bima jam 14.00 WITA, dijemput oleh Bapak Agus Salim (Mahasiswa FETP UGM-salah satu anggota dari tim pertama yang diterjunkan ke Bima) langsung menuju ke Balaikota untuk menghadap Asisten II Walikota Bima untuk memperkenalkan diri sekaligus menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan tim. Asisten II Walikota Bima sangat mengapresiasi kedatangan tim UGM dan mengucapkan terima kasih telah peduli dan membantu warga kota Bima yang sedang ditimpa musibah berupa bencana banjir.

TIM UGM 2 bakti banjir bima

Tim selanjutnya dibagi menjadi 2 yaitu 1 grup bergerak ke kantor Dinas Kesehatan Kota Bima untuk mempresentasikan teknologi alat pemanen air hujan pada perwakilan PUSKESMAS dan Dinas Kesehatan Kota Bima serta 1 grup bergerak untuk mempersiapkan berbagai alat dan bahan yang akan digunakan untuk pembuatan alat pemanen air hujan tersebut. Dalam presentasi yang dihelat pada pukul 15.00 WITA tersebut, Dr. Ir. Agus Maryono berusaha menyampaikan materi berupa:

  1. Filosofi memanen air hujan
  2. Manfaat memanen air hujan
  3. Keutamaan air hujan dibandingkan dengan air dari PDAM dan sumur bor
  4. Masalah-masalah yang timbul terkait dengan air tanah
  5. Cara membuat alat pemanen air hujan

presentasi panen hujan

Respon peserta terlihat sangat antusias dan tertarik dengan teknologi alat pemanen air hujan tersebut karena dirasa cukup mudah diaplikasikan dengan biaya yang relatif terjangkau. Dari pertemuan tersebut diusulkan bahwa 1 prototipe alat pemanen air hujan akan dipasang di salah satu PUSKESMAS Kota Bima dan 1 prototipe lagi dipasang di Dinas Kesehatan Kota Bima.

Setelah kegiatan tersebut tim bergerak menuju salah satu sungai di kota Bima untuk melakukan pengamatan dan berdiskusi dengan warga sekitar. Kondisi saat ini, warga Kota Bima sudah memulai beraktifitas namun masih terdapat masalah yang dihadapi oleh warga kota Bima yaitu managemen sampah pasca banjir yang masih belum tertangani dengan baik. Sampah domestik masih menggunung dipinggir jalan dan belum sepenuhnya terangkut. Kondisi air tanah juga masih berasa dan berbau tidak sedap sehingga menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat. Selain itu kondisi sungai terlihat telah terokupasi oleh pemukiman masyarakat bantaran sungai, bibir sungai sudah dibangun tembok batu sehingga ekosistem sekitar sungai mati.

masalah pasca banjir bima

Rencana hari kedua adalah

  1. Melakukan presentasi dan demonstrasi terkait penerapan teknologi alat pemanen air hujan di kantor walikota Bima
  2. Melakukan survey penyakit dan masalah kesehatan pasca banjir di rumah sakit Bima

 

 

 {jcomments on}

 

Mewujudkan SPGDT-S dan SPGDT-B Terintegrasi Pra, Intra dan Inter Hospital Secara Nasional

Notulensi INDO HCF Expert Meeting:

Mewujudkan SPGDT-S dan SPGDT-B Terintegrasi Pra, Intra dan Inter Hospital Secara Nasional

http://bpbd.pemkomedan.go.id/foto_berita/66DSC_0550.JPG

Jakarta. INDO HCF menyelenggarakan expert meeting pada 1 Desember 2016, forum ini telah lama menggerakkan banyak diskusi terkait kegawatdaruratan. Kali ini, INDO HCF mengundang para ahli dari bidang terkait, yaitu Prof. Dr. dr. Idrus Paturusi, SpB, SpOT; Prof. Dr. dr. Aryono D Pusponegoro Sp. B (K)-BD, FINACS, FRCS (Ed); dr. Hendro Wartatmo, Sp.BD; David Handojo Muljono, MD, Sp.PD, FINASIM, Ph.D, serta dr. Tri Hesty Widyastoeti Marwotosoeko, Sp.M (Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan, Ditjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes). Pertemuan ini bukan yang pertama, upaya INDO HCF untuk concern terhadap isu kesehatan telah dilakukan berulang kali, antara lain:  penelitian terkait pelayanan JKN di puskesmas (KIA), serial diskusi panel JKN, isu strategis, serta berbagai penelitian dan pelatihan yang terkait bidang tersebut.

Faktanya, hingga saat ini banyak pakar di bidang kesehatan tetapi tidak bisa dimanfaatkan di daerah.

Ide terlaksananya expert meeting kali ini ialah bagaimana menurunkan angka emergensi di Indonesia. Menurut WHO dalam kematian akibat lalu lintas nomor 3, setelah Tiongkok dan India. Harapannya, forum semaca ini dapat mengumpulkan komunitas terkait, diskusi bersama dan akhirnya saling terinformasikan. Masalah utama dalam penanganan bencana ialah tidak ada info tenaga medis yang akurat, tegas dr. Supriyantoro (Ketua INDO HCF) dalam sambutannya. Selain itu, perlu juga dilakukan penguatan di tingkat masyarakat dan hal tersebut menjadi tanggung jawab bersama. Tema yang diambil kali ini yaitu SPGDT yang harapannya bukan hanya membentuk call center. Masih muncul pula isu dalam rujukan, seharusnya ini menjadi tanggung jawab RS, merujuk, menginformasikan keadaan dan mengirim pasien. Pernyataan dari Supri ialah perlukah ada wadah untuk merumuskan banyak hal untuk kebijakan-kebijakan RS.

Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan, Kementrian Kesehatan RI menyatakan, dalam manajemen bencana kita tidak ada manajemen resiko yang benar-benar baik. Dalam pemaparannya terkait Kebijakan Pemerintah dalam Pemerintah SPGDT-S dan SPGDT-B, harapannya  dalam penanganan korban dapat mempercepat waktu penanganan korban. Kita harus banyak mencontoh pengalaman Tokyo, yang dapat mengirim ambulans maksimal 10 menit sejak dipanggil. Hal ini sudah ditiru Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) Tulungagung yang tidak banyak mengalami kemacetan.

Public safe center wajib dibentuk di seluruh daerah, di 540 kabupaten namun baru127 yang terhubung dengan call center 119. Latar belakang pentingnya SPGDT:

  1. Berubahnya pola penyakit (kecelakaan menduduki urutan ke-2 saat ini)

  2. Meminimalisir  kecacatan atau kematian.

Kemenkes membutuhkan masukan dari pakar dan asosiasi profesi. Masukan untuk masalah terkait pasien dapat disampaikan ke bagian layanan kesehatan (yankes) dan khusus untuk masalah terkait bencana dapat disampaikan ke Pusat Krisis Kesehatan (PKK) baru ke yankes.

dr. Hendro Wartatmo, Sp. BD (FK UGM) menyatakan SPGDT sudah dimulai sejak terbitnya peraturan Sekjen pada 2003. Pada periode 1996-2004, SPGDT dijalankan melalui Pusbankes 118 PERSI DIY. SPGDT merupakan perpaduan antara unit-unit pelayanan kesehatan. Sementara, call center adalah konsekuensi logis, bagian dari komponen saja. Nama awal SPGDT ialah Deklarasi Makkasar tahun 2000, mama kedua yaitu Brigade Kesehatan Bencana. Pengalaman Hendro, Tim Bantuan Bencana UGM mendarat di Meulaboh, pasca tsunami, menumpang pesawat Mensos saat itu. Tim pertama berangkat, iuran dari kantong pribadi. Jika sudah ada sistem, pemberangkatan tidak sulit, terang Hendro. Kemudian, program ini dilanjutkan hingga 2 tahun dan dinamai Aceh Supporting Program dan di-back-up oleh FK UGM serta RS Sardjito.

Saat ini tim Pokja Bencana UGM mengembangkan secara teknis dan manajemen. Manajemen bencana telah menjadi intrakurikuler di FK UGM di program S1 dan S2. Hendro juga menjadi anggota World Association Disaster and Management (WADEM) agar dapat terus berkontribusi pada upaya penanganan dan manajemen bencana di Indonesia. Hendro memaparkan seharusnya insider commander berasal dari BNPB.

David Handojo Muljono, MD, Sp.PD, FINASIM, Ph.D (FK Univ. Hasanudin) memaparkan “Memasyarakatkan SPGDT sehari-hari dan efisien”. Handojo menyatakan masih banyak praktek membawa pasien ke RS dengan kendaraan umum/pribadi. Sayangnya baru 4,7% dari seluruh daerah di Indonesia yang memiliki layanan  gawat darurat. Sebaiknya ada pelatihan yang diinisiasi pemerintah, agar terjadi keterpaduan antara pemerintah dan masayarakat dalam kegawatdaruratan,

Prof. Dr. dr. Aryono D Pusponegoro Sp. B (K)-BD, FINACS, FRCS (Ed) memaparkan “Kontroversi dalam penanggulangan kegawatdaruratan”. Salah satu fakta yang menjadi kontroversi ialah di beberapa daerah call center tidak bisa ditelpon karena listrik mati. Aryono berpendapat komandan dalam penanganan bencana atau insider commander sebaiknya polisi sebagai komandannya, karena ia memiliki fungsi secara law and order. Untuk setiap daerah/kota harus membentuk public safety center, ada polisi, ambulans dan damkar.

Pengalaman di lapangan. pasca bom Bali 1, Aryono berhasil melatih 3000 pecalang, sehingga saat bom Bali 2 pecalang. Menurut Aryono, triase harus dilatihkan ke pihak pengamanan hotel jika ada ancaman kecelakaan/bencana di sekitar hotel. Poin yang dapat disimpulkan, sejauh ini tenaga penanganan bencana di Indonesia masih not well organized dan not well trained.

Beberapa poin penting. Pertama perlu dipikirkan juga untuk evakuasi korban di daerah terpencil dan perbatasan, bagaimana sistemnya. Kedua,  pelibatan masyarakat selalu bisa coba dilakukan, seperti di Jatim yang telah terbentuk Forum Pengurangan Bencana. Di Sleman, saat erupsi stakeholder berhasil menggerakkan komunitas melalui Jalin Merapi (radio komunitas). Selain itu, perlu tokoh dari pemerintah yang mau terjun memimpin, seperti di negara tetangga, Malaysia, Wakil Perdana Menteri yang langsung mengkoordinir setiap kasus emergensi bencana nasional. Ketiga, permintaan dari peserta yaitu BNPB ialah pemerintah tergerak untuk menyusun pelatihan agar Tim Reaksi Cepat diberi pelatihan yang akan bermanfaat di lapangan. Sayangnya sudah ada BPBD daerah yang memiliki ambulans, namun tidak ada paramedisnya. Keempat, kelemahan dalam penanganan bencana ialah sistem dan integrasi yang belum kuat. Tantangan ke depan ialah pengembangan flying healthcare untuk menjawab kebutuhan di pulau-pulau yang terisolasi atau sulit dijangkau melalui transportasi darat. Prof Idrus menambahkan, ke depan, perlu dilakukan pengorganisasian relawan (W).


pdf icon Materi Presentasi