logo2

ugm-logo

Blog

Tim Mahasiswa UGM Kaji Efektivitas Tanggul Long Storage untuk Mitigasi Banjir Rob

Tim mahasiswa Universitas Gadjah Mada yang tergabung dalam PKM Riset Sosial Humaniora melakukan riset tentang efektivitas tanggul long storage atau bangunan penahan air dalam menangani banjir rob yang bertempat di Wonokerto Kulon, Pekalongan, Jawa Tengah. Kegiatan ini mereka lakukan sebagai bentuk kontribusi dalam penanganan perubahan iklim yang saat ini memerlukan respon yang tanggap dari berbagai pihak.

Diketuai oleh Ilham Andriyanto (S1 Antropologi Budaya), Tim PKM-RSH Cerita Tanggul UGM 2024 ini beranggotakan Aqilur Rachman Abdul Charitz (S1 Antropologi Budaya), Yuni Setya Ningrum (S1 Sejarah), Ratna Diah Maharani (S1 Pembangunan Wilayah), dan Agung Ahmad Haidar Fasya (S1 Teknik Infrastruktur Lingkungan).

Riset yang dilakukan menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan geografis melalui survei kuesioner kepada 98 responden di Desa Wonokerto Kulon serta metode kualitatif dengan pendekatan etnografis dan historis.

Ilham Andiyanto menyebutkan, riset tersebut menggunakan sepuluh narasumber yang terdiri dari teknisi, tokoh masyarakat di pemerintahan, dan beberapa petani tambak  yang terdampak pembangunan tanggul long storage. ia menyebutkan, beberapa penelitian sebelumnya banyak menyoroti kemampuan dan implikasi teknis dari pembangunan tanggul. “Masih belum ada yang menaruh perhatian terhadap implikasi dan konsekuensi sosio-ekologis yang ditimbulkan dari pembangunan tanggul tersebut,” kata Ilham, Senin (19/8).

Menurutnya, di samping keberhasilannya untuk mengatasi banjir rob melalui konsep pembangunan infrastruktur air, pembangunan tanggul long storage justru  dapat menghasilkan dampak yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.

Dari hasil penelitian tim, kata Ilham, pihaknya menemukan bahwa tanggul long storage berhasil mengurangi banjir rob, dibuktikan dengan hasil kuesioner dengan masyarakat di Wonokerto Kulon, banjir rob sudah tidak pernah hadir kembali setelah tahun 2021 hingga saat ini. “Namun, kehadiran tanggul long storage tidak efektif dalam melindungi lahan pertanian tambak di sisi selatan tanggul,” paparnya.

Efektivitas tanggul long storage di Kabupaten Pekalongan dalam mengatasi banjir rob memang diakui oleh masyarakat, namun kekhawatiran akan ketinggian air di tanggul long storage yang terus meningkat memicu berbagai respon. Masyarakat mengambil langkah-langkah teknis dengan meningkatkan rumah mereka, langkah-langkah ekonomis dengan menambah faktor produksi dan diversifikasi pendapatan, serta langkah-langkah politis dengan menuntut perhatian dari pemerintah. “Riset ini diharapkan mampu menjadi dasar pertimbangan pengambilan keputusan bagi pemerintah dalam upaya mitigasi bencana,” paparnya.

Dr. Agung Wicaksono, selaku dosen pembimbing dalam riset ini mengatakan pembangunan tanggul long storage di Kecamatan Wonokerto merupakan itikad pemerintah untuk memitigasi bencana banjir rob, namun kehendak baik belum tentu berjalan dengan baik karena perlu penguatan kapasitas komunitas melalui pendidikan, partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan pemberdayaan ekonomi sangat diperlukan. “Untuk memastikan bahwa strategi mitigasi yang dilakukan tidak hanya efektif dalam mengatasi banjir rob saat ini, tetapi juga berkelanjutan dan dapat diterima oleh masyarakat lokal dalam jangka panjang,” katanya.

Penulis : Lintang

Foto. : Kementerian PUPR

Editor : Gusti Grehenson

Dua Desa di Aceh Jaya Dikepung Banjir

KBRN, Aceh Jaya: Banjir melanda wilayah Kecamatan Jaya di Kabupaten Aceh Jaya pada hari Minggu, 18 Agustus 2024, sekitar pukul 16.15 WIB. Hujan deras yang disertai angin kencang dengan intensitas tinggi menyebabkan meluapnya air sungai dan menggenangi kawasan pemukiman serta perumahan masyarakat di dua desa, yakni Desa Sapek dan Desa Meudheun.

Kepala Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops PB) BPBD Kabupaten Aceh Jaya, T. Zopan Mustika, menjelaskan bahwa banjir ini dipicu oleh hujan yang terus mengguyur daerah tersebut selama beberapa jam. Akibatnya, sungai yang melintasi kedua desa tersebut tidak mampu menampung debit air yang meningkat drastis, sehingga meluap dan merendam pemukiman warga.

"Intensitas hujan yang tinggi dan angin kencang telah menyebabkan air sungai meluap, menggenangi rumah-rumah warga di Desa Sapek dan Desa Meudheun. Tim BPBD bersama aparat desa setempat sudah turun ke lokasi untuk melakukan pendataan dan evakuasi warga yang terdampak," ujar Zopan.

Menurut data sementara yang dihimpun oleh BPBD Kabupaten Aceh Jaya, banjir ini telah berdampak pada 339 kepala keluarga (KK) dengan total 1.186 jiwa. Di Desa Sapek, sebanyak 189 KK dengan 661 jiwa terdampak banjir, sementara di Desa Meudheun, 150 KK dengan 525 jiwa juga mengalami hal serupa.

Saat ini, tim BPBD bersama aparat TNI, Polri, dan relawan sedang bekerja keras untuk mengevakuasi warga yang terjebak banjir serta menyediakan bantuan logistik darurat. Beberapa fasilitas umum juga terdampak banjir, termasuk akses jalan yang menjadi sulit dilalui akibat genangan air.

Zopan menambahkan bahwa posko darurat telah didirikan untuk menampung warga yang harus mengungsi dari rumah mereka. "Kami juga terus memantau kondisi cuaca dan akan melakukan tindakan lanjutan jika hujan terus berlanjut. Masyarakat diimbau untuk tetap waspada dan mengikuti arahan dari petugas di lapangan," ungkapnya.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada laporan mengenai korban jiwa atau luka-luka akibat banjir ini. Namun, BPBD Kabupaten Aceh Jaya terus berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memastikan keselamatan warga dan mempercepat proses penanganan banjir. Pihak berwenang juga mengimbau masyarakat untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman dan tidak mengabaikan peringatan cuaca ekstrem yang telah dikeluarkan sebelumnya.

PBB: Ratusan Ribu Orang Terdampak Banjir di Afrika Tengah dan Barat

Farhan Haq, Wakil Juru Bicara Sekretaris Jenderal PBB, mengatakan kepada wartawan pada Selasa (13/8), bahwa banjir berdampak pada ratusan ribu orang di wilayah Afrika tengah dan barat.

Juru bicara tersebut menyampaikan laporan dari Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan, bahwa “hujan lebat dan banjir besar telah berdampak pada lebih dari 700.000 orang di Republik Afrika Tengah, Chad, Pantai Gading, Republik Demokratik Kongo, Liberia, Niger, Nigeria, Mali dan Togo.”

Pada Jumat (9/8) lalu, badan urusan pengungsi PBB mengatakan bahwa kondisi banjir di Sudan telah menghambat pengiriman bantuan ke daerah-daerah di mana banyak orang sudah menghadapi kelaparan.

Badan tersebut mengatakan dalam sebuah pernyataan, bahwa setidaknya 11.000 orang di Sudan, banyak dari mereka sudah mengungsi, terdampak hujan lebat dan banjir.

Haq mengatakan untuk memerangi banjir, “PBB dan mitra-mitra kami mendukung tanggapan pemerintah di wilayah tersebut, termasuk distribusi makanan, tempat tinggal, serta bantuan air dan sanitasi.”

Dia mengakhiri pernyataannya dengan mengatakan bahwa tahun ini, “Dana Tanggap Darurat Pusat PBB, mengalokasikan $10 juta ke Kongo, Republik Demokratik Kongo, dan Niger untuk menanggapi keadaan darurat terkait guncangan iklim, termasuk banjir.” [ab/ns]

Bentuk Mitigasi Bencana ala Jepang, Selamatkan Ribuan Jiwa

KBRN, Purwokerto: Sebagai pembimbing mahasiswa program OSIP (Overseas Students Internship Program / Program Magang Mahasiswa Luar Negeri), Dosen Prodi S1 Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unsoed Dian Bayu Firmansyah,S.Pd.,M.Pd mulai tanggal 28 Desember 2023 sampai dengan 12 Januari 2024 mengunjungi mahasiswa FIB di Jepang,

“Jepang diguncang bencana alam gempa bumi 7,6 SR yang berpusat di semenanjung Noto di Prefektur Ishikawa dan berpotensi menimbulkan gelombang tsunami setinggi 5 meter berdasarkan info dari Kishoochoo atau Badan Meteorologi Jepang,” ungkap Bayu (sapaan akrab Dian Bayu Firmansyah,S.Pd.,M.Pd) saat pemaparan jarak jauh yang di pandu Ir.Alief Einstein,M.Hum. dari kafapet-unsoed.com

Otoritas Jepang langsung mengeluarkan peringatan tsunami besar yang merupakan peringatan level tertinggi, dan meminta seluruh penduduk yang tinggal di pinggiran pantai di sekitar semenanjung Noto, Prefektur Ishikawa, Prefektur Toyama, dan Prefektur Nigata untuk segera mengungsi dan menyelamatkan diri ke tempat-tempat tinggi.

Terpantau pada sore hari, gelombang tsunami setinggi 1,2 meter telah tiba di Pelabuhan Wajima, sampai malam hari gelombang tinggi setinggi 0,3 meter hingga 1,2 meter terpantau di beberapa daerah di prefektur Ishikawa, prefektur Toyama, dan prefektur Niigata, seperti dilaporkan oleh kantor-kantor berita di Jepang. Hal ini berdampak pada terhentinya layanan Hokuriku Shinkansen dari stasiun Nagano sampai stasiun Kanazawa, yang mengakibatkan sebanyak 1.400 orang penumpang tidak dapat melanjutkan perjalanan.

Selain itu juga mengakibatkan padamnya aliran listrik di prefektur Ishikawa, Toyama, dan Niigata, yang memberikan dampak pada 33.000 rumah di daerah tersebut, seperti yang diberitakan oleh NHK. Diketahui juga beberapa orang mengalami luka-luka, serta mengakibatkan kerusakan pada sarana dan prasarana seperti jalan raya yang mengalami retak dan terangkat aspalnya sampai setinggi 15 cm lebih di prefektur Ishikawa dan sekitarnya, kata Bayu (Dosen ahli Pendidikan Bahasa Jepang, FIB Unsoed).

Menurut Bayu yang juga Pengurus Pusat Bidang Teknologi Informasi Asosiasi Studi Pendidikan Bahasa Jepang Indonesia (ASPBJI) bahwa peringatan tsunami besar level tertinggi ini ditenggarai merupakan peringatan yang sama dengan bencana gempa pada bulan Maret 2011 di wilayah Tohoku, yang mengakibatkan kerusakan reaktor nuklir di prefektur Fukushima. Pada kedua peristiwa gempa tersebut, Bayu yang kebetulan sedang berada di Jepang dapat melihat dan merasakan secara langsung bagaimana proses mitigasi bencana yang dilakukan oleh otoritas dan penduduk Jepang. Pada tahun 2011, Bayu sedang bekerja di kota Hamamatsu, prefektur Shizuoka, sedangkan pada awal tahun 2024 ini, Bayu sedang berada di prefektur Chiba, yang memiliki lokasi cukup jauh dari kedua pusat gempa besar tersebut.

Gempa besar yang menimbulkan gelombang tsunami pada tahun 2011 menimbulkan banyak kerugian dan korban jiwa serta mengakibatkan “kelumpuhan” sementara di beberapa daerah di Jepang yang juga berdampak secara tidak langsung ke daerah lainnya. Tahun 2011, perusahaan tempat Bayu bekerja sampai meliburkan perusahaan selama kurang lebih satu minggu karena terganggunya pasokan material dari daerah Tohoku. Pasokan rantai makanan pun sempat terkendala kala itu, ujar Bayu yang punya pengalaman kerja di Jepang.

Awal tahun 2024 ini, Bayu sudah datang llagi ke Jepang dalam rangka kunjungan untuk  menjenguk dan monitoring mahasiswa  FIB Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), yang sedang melaksanakan proses magang melalui Overseas Student’s Internship Program (OSIP). Pada saat terjadi gempa, Bayu baru saja mengunjungi mahasiswa Unsoed yang melakukan magang di Komeda Café, Lalaport Fujimi di daerah Saitama, Tokyo. Dalam perjalanan pulang menuju stasiun Tsuruse, di dalam bis tiba-tiba seluruh telepon genggam serentak berbunyi dan menampilkan notifikasi peringatan gempa serta tsunami, termasuk telepon genggam yang dimiliki oleh Bayu.

Ternyata peringatan tersebut merupakan peringatan gempa di semenanjung Noto, prefektur Ishikawa yang berpotensi tsunami besar. Peringatan melalui telepon genggam tersebut merupakan salah satu Tindakan mitigasi bencana dari otoritas Jepang, yang cukup ampuh untuk meminimalisir jumlah korban dari bencana. Dalam Bahasa Jepang dikenal dengan Kinkyuu Jishin Sokuhoo atau Earthquake Early Warning System, yang memberikan info mengenai akan datangnya getaran gempa kuat. Peringatan tersebut juga telah beberapa kali diterima oleh Bayu selama beberapa kali berada di Jepang dalam periode yang berbeda, yang cukup membantu dalam mempersiapkan diri untuk tetap tenang ketika getaran gempa datang. Selain melalui telepon genggam, peringatan tersebut juga disiarkan melalui tv dan radio, terutama setelah terjadinya gempa besar tahun 2011.

Bayu sebagai anggota Asosiasi Studi Jepang Indonesia (ASJI), mengatakan Jepang yang dikenal sebagai negara dengan jumlah bencana alam cukup tinggi, telah membekali penduduknya dengan program mitigasi bencana yang disosialisakan secara berkala dan berjenjang baik di fasilitas pendidikan seperti sekolah, maupun perusahaan. Sehingga ketika bencana terjadi tidak ada kepanikan berlebihan yang dapat menimbulkan korban jiwa. Otoritas Jepang juga mengeluarkan buku panduan multibahasa yang dapat memudahkan bagi orang asing untuk mempelajari tindakan apa yang sebaiknya diambil ketika terjadi bencana alam, baik ketika di dalam rumah, di luar rumah, di dalam kendaraan pribadi maupun transportasi umum seperti kereta dan lain-lain.

Selanjutnya Bayu mengungkapkan bahwa sosialisasi mitigasi bencana disertai dengan latihan persiapan bencana yang dilakukan di Jepang secara berkala cukup ampuh memberikan pemahaman kepada penduduk dan mampu mencegah jatuhnya korban jiwa.

Pada gempa awal tahun 2024 ini, Bayu beserta mahasiswa FIB Unsoed yang sedang menjalani proses internship selama satu tahun di Jepang terkonfirmasi dalam keadaan sehat dan baik, karena lokasi tempat tinggal yang cukup jauh dari pusat gempa.

Bayu yang juga punya pengalaman banyak dalam mendapatkan beasiswa/hibah dari Jepang menambahkan bahwa update info pada hari ini Selasa pagi (02 Januari 2024) bahwa korban meninggal dunia ada 6 orang di prefektur Ishikawa. Sedangkan peringatan level tertinggi (mengungsi) sudah dicabut, berganti peringatan untuk siaga (warna kuning) di seluruh semenanjung Pantai Utara Jepang. Bayu berharap, bencana tahun 2024 tidak menimbulkan dampak sebesar gempa besar tahun 2011.

BMKG Ungkap Prediksi Gempa Megathrust Nankai di Jepang Selatan dan Upaya Mitigasi di Indonesia

RAGAM PALU - Gempa besar Megathrust Nankai yang terjadi di Jepang Selatan pada 8 Agustus lalu telah diprediksi sebelumnya oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menyatakan bahwa BMKG sudah memodelkan kemungkinan terjadinya tsunami akibat gempa tersebut. "Hasil pemodelan BMKG menunjukkan ancaman 'waspada' dengan tinggi tsunami kurang dari setengah meter, dan ini terkonfirmasi dengan terjadinya tsunami setinggi 31 cm di Pantai Miyazaki, Jepang, yang tidak menyebabkan kerusakan," jelas Daryono, seperti yang dilaporkan oleh CNBC Indonesia pada Minggu (11/8/2024).

Gempa Megathrust Nankai berasal dari sumber gempa di sebelah timur lepas pantai Pulau Kyushu, Shikoku, dan Kinki di Jepang Selatan. Zona Megathrust Nankai merupakan area 'seismic gap', yaitu zona sumber gempa potensial yang belum mengalami gempa besar dalam kurun waktu puluhan hingga ratusan tahun. Saat ini, diduga zona tersebut sedang mengalami akumulasi medan tegangan atau stress pada kerak bumi.

"Sistem Megathrust Nankai sangat aktif. Berdasarkan data sejarah, zona sumber gempa ini dapat memicu gempa dahsyat dengan magnitudo M8,0 hingga lebih dalam rentang waktu satu atau dua abad," ungkap Daryono. Jika seluruh segmen patahan pada Palung Nankai tergelincir bersamaan, para ilmuwan Jepang percaya bahwa palung tersebut bisa menghasilkan gempa berkekuatan hingga M9,1.

Daryono menambahkan bahwa kekhawatiran ilmuwan Jepang terhadap Megathrust Nankai juga dirasakan oleh para ilmuwan di Indonesia, terutama terhadap Seismic Gap Megathrust Selat Sunda (M8,7) dan Megathrust Mentawai-Siberut (M8,9). "Kedua segmen megathrust ini sudah ratusan tahun tidak mengalami gempa besar, sehingga rilis gempa pada segmen-segmen ini bisa dibilang tinggal menunggu waktu," ujarnya.

Meski demikian, Daryono menekankan bahwa masyarakat Indonesia tidak perlu khawatir karena kejadian seperti di Jepang dapat dipantau secara real time oleh BMKG. "Kami mampu menganalisis dengan cepat, termasuk memodelkan tsunami yang mungkin terjadi serta dampaknya menggunakan sistem InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System), sehingga informasi gempa dan peringatan dini tsunami dapat segera disebarluaskan di seluruh wilayah Indonesia, khususnya di bagian utara," jelasnya.

Sebagai langkah antisipasi dan mitigasi, BMKG telah mempersiapkan sistem monitoring, pemrosesan, dan diseminasi informasi gempa serta peringatan dini tsunami yang semakin cepat dan akurat. Selain itu, BMKG juga telah memberikan edukasi, pelatihan mitigasi, drill, dan evakuasi berbasis pemodelan tsunami kepada pemerintah daerah, stakeholder, masyarakat, pelaku usaha pariwisata pantai, industri pantai, dan infrastruktur kritis seperti pelabuhan dan bandara pantai.

Pelatihan ini dilaksanakan melalui program Sekolah Lapang Gempabumi dan Tsunami (SLG), BMKG Goes To School (BGTS), serta Pembentukan Masyarakat Siaga Tsunami (Tsunami Ready Community). "Harapan kami adalah agar upaya mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami dapat berhasil, sehingga dampak bencana dapat ditekan seminimal mungkin, bahkan hingga menciptakan zero victim," tutup Daryono.***