logo2

ugm-logo

Blog

Dua Desa di Singkil Terkurung Banjir

Dua Desa di Singkil Terkurung Banjir

Dua desa itu, berada di daerah aliran sungai Singkil. Tempat menyatunya sungai-sungai dari kabupaten/ kota tetangga yang bermuara di laut Singkil. Desa Rantau Gedang dan Teluk Rumbia, terisolasi lantaran akses jalan ke sana terendam banjir. Kendaraan roda dua dan empat sama sekali tidak bisa melintas. Akses masuk dua desa itu, hanya bisa melalui sungai menggunakan perahu. Dengan jarak tempuh, mencapai sejam lebih dari ibu kota Aceh Singkil.

Laporan Dede Rosadi I Aceh Singkil

SERAMBINEWS.COM, SINGKIL - Banjir menyebabkan penduduk dua desa di Kecamatan Singkil, Aceh Singkil, terisolasi, Kamis (5/12/2019).

Masing-masing Desa Rantau Gedang dan Desa Teluk Rumbia.

Dua desa itu, berada di daerah aliran sungai Singkil.

Tempat menyatunya sungai-sungai dari kabupaten/ kota tetangga yang bermuara di laut Singkil.

Desa Rantau Gedang dan Teluk Rumbia, terisolasi lantaran akses jalan ke sana terendam banjir.

Kendaraan roda dua dan empat sama sekali tidak bisa melintas.

Akses masuk dua desa itu, hanya bisa melalui sungai menggunakan perahu.

Dengan jarak tempuh, mencapai sejam lebih dari ibu kota Aceh Singkil.

"Banjir bertambah dalam dan besar," kata Pukak Dragon penduduk Rantau Gedang melalui sambungan telepon.

Banjir menggenangi wilayah Aceh Singkil, sejak tiga hari lalu.

Sempat surut sebelum kembali naik tadi malam.

Banjir tersebut merendam ratusan rumah serta merusak fasilitas umum.

Diberitakan sebelumnya, hujan deras yang mengguyur wilayah Aceh Singkil, tidak hanya menyebabkan banjir.

Tetapi menyebabkan kerugian material.

Berupa rusaknya fasilitas umum dan milik warga.

Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Singkil, Kamis (5/12/2019) kerugian akibat banjir menyebabkan jembatan serta rumah penduduk rusak.

Rinciannya jalan antar desa di daerah Cikala, Kecamatan Suro, tertimbun longsor.

Kemudian bangunan BUMDes di Desa Blok VI Baru Kecamatan Gunung Meriah, roboh.

Dampak kerugian material lainnya, kepala jembatan menuju Desa Lae Sipola, Kecamatan Singkohor amblas.

"Kendaraan roda empat tidak bisa lewat serta menghambat aktivitas masyarakat dan anak sekolah," kata Kepala BPBD Aceh Singkil, Mohd Ichsan.

Banjir merendam wilayah Aceh Singkil, sejak tiga hari lalu.

Banjir sempat surut, sebelum kembali naik tadi malam.

Bahkan di Kecamatan Singkil, sebaran banjir meluas.

Selain meluas kedalaman banjir bertambah dalam.

Diberitakan sebelumnya, banjir yang merendam wilayah Aceh Singkil, meluas, Kamis (5/12/2019).

Di Kecamatan Singkil, banjir yang tadinya hanya merendam empat desa bertambah menjadi lima desa.

Masing-masing Desa Ujung Bawang, Pemuka, Pea Bumbung, Rantau Gedang dan Teluk Rumbia. 

Di Desa Pemuka banjir mulai masuk lewat tengah hari ini. Padahal paginya air belum masuk.

Sehingga banjir masuk ke lantai rumah. Padahal rumah penduduk sudah dibangun tinggi dari tanah. 

"Banjir sudah masuk ke rumah, ketinggiannya bertambah," kata Mansur penduduk Pea Bumbung.

Meluasnya banjir di ibu kota Kabupaten Aceh Singkil, tersebut lantaran air yang tadinya merendam wilayah hulu sungai sudah masuk. Sebab Singkil berada di muara sungai.

Sementara itu banjir di daerah hulu sungai seperti di Kecamatan Suro, sudah surut. Kecuali di Simpang Kanan dan Cingkam, Gunung Meriah, masih menggenang namun ketinggiannya berkurang. 

Banjir ibu kota Aceh Singkil ini merupakan kiriman dari daerah hulu sungai. Di Singkil sendiri sepanjang hari hujan tidak turun. (*)

Mahasiswa IPB teliti robot pendeteksi korban bencana

Bogor (ANTARA) - Mahasiswa IPB University dari Departemen Ilmu Komputer Muhammad Harits Arrazi melakukan penelitian pendeteksian korban bencana alam melalui robot pencarian dan pertolongan.

"Deteksi korban bencana dilakukan melalui kamera infrared dengan fitur histogram of oriented gradients atau HOG untuk robot EPUCK v2" kata Muhammad Harits Arrazi, Selasa, seperti dikutip dalam siaran pers IPB University.

Menurut Muhammad Harits, Indonesia adalah negara yang rentan terhadap bencana alam tanah longsor, yang bisa saja terjadi di pemukiman padat.

"Pencarian korban tanah longsor adalah hal yang sulit dan berisiko, sehingga diperlukan robot pendeteksi keberadaan korban bencana longsor," katanya.

Guna mengurangi risiko pada pencarian korban bencana longsor, menurut dia, bisa digantikan dengan robot pencari dan pendeteksi korban. Harits menjelaskan, metode pendeteksian korban bencana pada robot pencarian, dengan metode thermal imaging menggunakan kamera infrared serta fitur HOG.

Mahaiswa yang dibimbing oleh Dr Karlisa Priandana dan Wulandari, MAgr Sc ini melakukan penelitian untuk mengembangkan model klasifikasi korban bencana longsor menggunakan fitur HOG dari data citra suhu untuk robot search and rescue menggunakan robot EPUCK v2.

Pada penelitian ini, Harits menambahkan prosesor Raspberry Pi ke robot untuk memperkuat kemampuan komputasi robot.

Menurut dia, aplikasi HOG merupakan fitur citra yang dapat merepresentasikan distribusi dan arah dari tepi gradien pada citra. "Ide dasar dari pemakaian HOG dalam pendeteksian manusia adalah penampilan dan bentuk obyek lokal seringkali dapat dikarakterisasi dengan baik oleh distribusi gradien intensitas lokal atau arah tepi," katanya.

Bahkan, kata dia, tanpa pengetahuan yang tepat tentang posisi gradien atau tepi yang sesuai, penggunaan fitur HOG dipilih karena petunjuk shape-based yang dimilikinya lebih efisien.

Sementara E-PUCK v2 adalah robot beroda berukuran mini yang sudah memiliki berbagai fungsi dan sering digunakan sebagai robot untuk menguji algoritma swarm.

E-PUCK mempunyai kemampuan komputasi, sambungan inter-integrated circuit (I2C), serial peripheral interface (SPI), dan kapasitas penyimpanan yang terbatas. Penggunaan Raspberry Pi 3 digunakan untuk mengatasi masalah keterbatasan kemampuan komputasi tersebut.*

32 Orang Meninggal karena Bencana di Jabar Sepanjang 2019

32 Orang Meninggal  karena Bencana di Jabar Sepanjang 2019

Jakarta, CNN Indonesia -- Sebanyak 32 orang meninggal dunia sepanjang bencana yang terjadi di Jawa Barat periode Januari-November 2019. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat mencatat dari total 1.740 kejadian bencana, tanah longsor mendominasi deretan bencana alam Jawa Barat sebanyak 478 kali.

"Khusus pada November ada 182 kejadian bencana. Mulai dari tanah longsor sebanyak 36 kejadian, kebakaran rumah (22), angin puting beliung (86), banjir (7), kebakaran hutan (30), dan satu gempa bumi," ujar Kepala Seksi Kedaruratan Bencana BPBD Jawa Barat, Budi Budiman Wahyu di Bandung, Selasa (3/12).

Selain dominasi longsor, bencana kebakaran bangunan terjadi sebanyak 357 kejadian sepanjang 2019. Angin beliung 368 kejadian, banjir 138 kejadian, kebakaran hutan dan lahan 385 kejadian dan gempa bumi 14 kejadian.

Budi menambahkan, dari bencana alam tersebut juga mengakibatkan 93.076 warga terdampak dari total 20.870 rumah terdampak. Adapun rincian rumah terdampak yaitu sebanyak 15.159 unit rumah terendam, 818 rusak berat, 2.130 rusak sedang dan 2.763 rusak ringan.

Kepala Pelaksana BPBD Jabar Supriyatno mengatakan ancaman bencana tanah bergerak atau longsor masih mendominasi angka musibah yang ada di Jawa Barat, terutama pada musim penghujan seperti saat ini. Pihaknya mencatat, ada 3.000 titik rawan bencana pergerakan tanah yang tersebar di 27 kabupaten dan kota.

"Titik rawan berada di Jawa Barat bagian selatan dan tengah," kata Supriyatno.

Menurut Supriyatno, potensi longsor di wilayah Jabar tengah dan selatan sangat besar mengingat tanah yang merekah selama musim kemarau akan sangat berbahaya saat menyerap guyuran air hujan.

Pihaknya memastikan siap melakukan penanggulangan bencana di wilayah yang terdampak bencana. Bahkan, persiapan sarana prasarana dinilainya sudah dalam keadaan siaga.

"Kami di dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana hidrometeorologi," ujarnya.

Mahasiswa ITS Rumuskan Pengurangan Risiko Bencana Pembangunan Pabrik

Liputan6.com, Surabaya - Saat membangun, termasuk pembangunan industri, tentu penting untuk mempertimbangkan berbagai aspek agar bisa meminimalkan dampak buruk yang mungkin terjadi. 

Hal itulah yang menginspirasi dua mahasiswa Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) untuk merumuskan rekomendasi pengurangan dampak bencana dari ada pembangunan unit produksi karbon disulfida (CS2) melalui upaya preventif, mitigasi, dan evakuasi.

Adalah Mabrur Zanata dan Amalia Sabrina, dua mahasiswa Teknik Kimia ITS yang merumuskan ide untuk memberikan rekomendasi tersebut. Mabrur menuturkan, CS2 merupakan salah satu senyawa yang penting dan banyak digunakan dalam industri. 

"Produk-produk manufaktur seperti karbon tetraklorida, kertas cellophane, kain rayon, hingga pupuk merupakan hasil olahan dari senyawa ini,” ujar dia, Rabu (27/11/2019).

Namun, di balik manfaatnya, lanjut Mabrur, senyawa tersebut bisa juga mengakibatkan bencana industri yang masif karena sifatnya yang beracun, mudah terbakar, mudah menguap, dan tidak berwarna.

Melihat banyaknya potensi bencana yang ditimbulkan dari senyawa ini, menurut Mabrur, perlu adanya peninjauan yang sangat mendalam sebelum akhirnya membangun unit produksi CS2. Analisis yang dilakukan ada tiga yaitu analisis dispersi, ledakan, dan kebakaran. Analisis dispersi dilakukan untuk menghitung konsentrasi senyawa yang menguap ke udara. 

Sedangkan analisis ledakan dan kebakaran dilakukan untuk memperkirakan potensi kerusakan ketika uap dari CS2 ini terkena panas yang dapat memicu ledakan dan kebakaran. 

"Ketiga analisis tersebut berguna untuk mengurangi kecelakaan kerja di dalam unit produksi dan meminimalkan dampak pada lingkungan di sekitar unit produksi CS2 yang baru,” ungkap mahasiswa angkatan 2016 ini.

Dalam analisisnya, Mabrur dan Amalia menggunakan software ALOHA untuk memodelkan analisis dispersi, ledakan, dan kebakaran dari unit produksi baru CS2 ini. 

ALOHA adalah program yang dapat memodelkan bencana yang sangat umum dipakai untuk merencanakan dan merumuskan strategi dalam menangani permasalahan oleh senyawa kimia.  ALOHA mampu mengestimasi seberapa uap beracun yang terdispersi dan juga skenario ledakan dan kebakaran yang mungkin terjadi.

Karena zat ini mudah menguap, Mabrur menuturkan, tentu daerah terdampaknya sangat dipengaruhi oleh arah dan kecepatan mata anginnya. Sehingga pada analisis yang mereka lakukan, digunakan dua arah dan dua besaran kecepatan angin yang berbeda. 

"Kami memakai variabel arah mata angin yakni arah timur dan barat, serta kecepatan angin yang kami gunakan pada analisis yaitu sebesar dua dan lima meter per detik,” ungkap mahasiswa asal Bogor ini.

Dengan memperkirakan kemungkinan paling buruk, ungkap Mabrur, ditemukan daerah sekitar pembangunan unit produksi CS2 baru ini dikategorikan sebagai red zone atau sangat berpotensi terkena dampak dispersi, ledakan, dan kebakaran. 

Hal ini disebabkan karena daerah sekitar unit produksi CS2 berpotensi terkena dispersi dengan konsentrasi sebesar 500 ppm, potensi ledakan mencapai 85.000 pascal, dan radiasi panas mencapai 10 kilowatt per meter persegi. Hasil analisis tersebut kemudian dimasukkan ke dalam software MARPLOT untuk divisualisasikan dalam bentuk peta.

"Hal ini berarti kemungkinan terburuk yang dapat terjadi akibat pembangunan unit produksi CS2 adalah kualitas udara sangat tidak sehat bagi manusia, dan jika terkena panas akan menyebabkan ledakan yang masif dan bahkan mampu meluluhlantakkan daerah sekitar unit produksi CS2,” beber mahasiswa ITS ini.

Setelah mengetahui potensi kerusakan yang ditimbulkan, Mabrur dan Amalia merumuskan tiga upaya untuk mengurangi dampak yang mungkin terjadi. Yang pertama ada tindak preventif berupa pembangunan sistem keamanan berlapis.

Sistem ini mencakup dari desain proses yang lebih aman, desain peralatan kontrol, sistem alarm, emergency shutdown, dan proteksi fisik. Sedangkan pada tindak mitigasi yang direkomendasikan adalah pembuatan tanggul untuk memperkecil luasan tumpahan guna memperkecil laju penguapan. 

Sedangkan untuk tindak evakuasi, perlu direncanakan jalur evakuasi dan titik kumpul yang ada di setiap arah mata angin di dalam unit produksi CS2.

"Selain itu perlu adanya kerja sama dengan pemerintah untuk pembuatan regulasi mengenai titik evakuasi untuk masyarakat yang tinggal di daerah permukiman,” tutur Mabrur.

Atas rekomendasi yang mereka rumuskan tersebut, Mabrur dan Amalia juga telah berhasil meraih juara ketiga pada kompetisi paper internasional yakni Safety Competition (Safecom) 2019 di Universitas Gadjah Mada (UGM), 14-16 November. 

Besar harapan Mabrur untuk dapat menyempurnakan paper karyanya ini agar dapat menjadi solusi yang komprehensif dan dapat menjadi acuan dalam setiap pembangunan unit produksi industri.

Ajang Safecom sendiri merupakan kompetisi yang berbasis kompetensi teknik kimia dan terkait keamanan dan keselamatan di dunia industri. Dalam penyelenggaraan kali ketujuh tersebut, Safecom menantang para mahasiswa untuk menganalisis dampak dan memberi rekomendasi terkait kasus pembangunan unit produksi CS2 yang berada di dekat daerah permukiman.

Masyarakat Gowa Waspada Bencana Banjir Bandang

Banjir Bandang di Gowa Awal Tahun 2019 Lalu

Masyarakat Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan (Sul-Sel) diminta siap siaga dan mengambil langkah antisipsi jelang musim hujan. Hal ini dilakukan Pemkab Gowa dimana tahun sebelumnya terjadi bencana alam luar biasa di Gowa, tanah longsor di dataran tinggi dan banjir bandang disebagian dataran rendah menelan puluhan korban dan kerusakan infrastruktur, khususnya beberapa jembatan.

Imbauan itu dilakukan dengan mengeluarkan surat edaran yang diteken langsung Wakil Bupati Gowa, Abdul Rauf Mallaganni Karaeng Kio. Surat edaran ini adalah tindak lanjut dari imbauan Bupati Gowa, Adnan Purichta Ichsan. Surat dengan nomor 360/031/BPBD juga meminta kepada pemerintah kecamatan untuk intens menyampaikan kepada masyarakat.

Wakil Bupati Gowa, Abd Rauf Malaganni meminta seluruh camat untuk memenindak lanjuti apa yang menjadi arahan Bupati Gowa. Termasuk pula rutin melakukan doa bersama pada kegiatan Jumat Ibadah yang mulai dilakukan hingga ke tingkat kecamatan.

Berdasarkan laporan BMKG curah hujan yang akan terjadi di wilayah Kabupaten Gowa agak ekstrim.

"Instruksi dari Bapak Bupati Gowa yaitu memerintahkan seluruh masyarakat khusus pada kegiatan Jumat Ibadah agar rutin berdoa agar dijauhkan dari bencana. Perlu adanya doa secara spiritual untuk meminta perlindungan dari Allah SWT," ungkapnya, Rabu, 27 November 2019.

Selain imbauan, langkah antisipasi lainnya yakni dengan melakukan latihan mitigasi tim gabungan penanggulangan bencana. Dimana dalam tim itu Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) bekerjasama Komando Resort Militer 141 Toddopuli, Kodam XIV Hasanuddin, tim gabungan TNI, Polri, Satpol PP, Basarnas, Tim Tanggap Bencana (Tagana) hingga Damkar.

Kepala BPBD Gowa Ikhsan Parawangsa menyebutkan, tim gabungan telah diberi bekal bagaimana pertahanan masyarakat dan kesiapannya saat terjadi bencana alam baik banjir maupun longsor. Apalagi di wilayah Kabupaten Gowa ini ada dua dataran rendah rawan bajir dari 18 kecamatan yang tersebar, di wilayah dataran rendah biasa terjadi banjir dan angin kencang, sementara di wilayah dataran tinggi terjadi longsor dan kebakaran hutan dan lahan.

Tak hanya tim gabungan, khusus di wilayah dataran tinggi, masyarakat mulai diberikan pelatihan jika terjadi bencana alam seperti longsor. Mulai dari memberikan pengetahuan tentang jalur evakuasi, titik kumpul, jalur pengungsian, cara membuat dapur umum dan lainnya.

Untuk potensi bencana seperti tahun sebelumnya kami tidak bisa memprediksi.

"Pengetahuan ini diberikan khususnya kepada masyarakat yang tinggal di wilayah rawan bencana," ujar Iksan.

Berdasarkan kondisi iklim yang dilaporkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bahwa hujan di wilayah Sulawesi Selatan khususnya di Kabupaten Gowa terjadi mulai November 2019 hingga Maret 2020. Untuk puncak terjadinya hujan yakni akhir November, Desember dan Januari 2020.

"Berdasarkan laporan BMKG curah hujan yang akan terjadi di wilayah Kabupaten Gowa agak ekstrim lagi sehingga memungkinkan untuk terjadinya banjir dan longsor," tambah Iksan.

Meski begitu, dia tidak bisa memprediksi ancaman bencana. Pada tahun lalu, bendungan Bili-bili yang dimana memiliki luas waduk terbesar di Sul-Sel over kapasitas. Sehingga pintu pembuangan langsung dibuka dengan skala besar yang mengakibatkan sejumlah perumahan atau kompleks pemukiman didataran rendah mengalami banjir bandang. Tidak hanya itu sejumlah jembatan di aliran sungan Jenneberang juga putus.

"Untuk potensi bencana seperti tahun sebelumnya kami tidak bisa memprediksi. Itu menjadi ketentuan yang maha kuasa, hanya saja kita tetap mengantisipasi hal tersebut jika terjadi," ujar Iksan. []