logo2

ugm-logo

Blog

Ini Sebabnya Angka Kematian akibat Virus Corona Berbeda di Tiap Negara

Jakarta - Secara global, angka kematian akibat virus corona COVID-19 ada di sekitar angka 3,4 persen. Namun bila dilihat di tiap negara, terdapat variasi yang sangat beragam.

Kenapa mortalitas atau tingkat kematian akibat virus corona bisa berbeda-beda?

"Itu kan sebenarnya dikaitkan dengan banyaknya jumlah kasus (COVID-19) yang ditemukan," kata Ketua Pokja Penyakit Infeksi New Emerging dan Reemerging RSPI Sulianti Saroso dan dokter yang merawat pasien, dr. Pompini Agustina, SpP, di RSPI Sulianti Saroso pada detikcom, Senin (9/3/2020).

"Selain itu, tergantung pada beratnya kasus yang ditemukan. Dan itu (penyebab) yang sampai saat ini diketahui ya," imbuhnya.

Pada kesempatan yang berbeda, Ahli Penyakit Tropik dan Infeksi dari RS Ciptomangunkusumo (RSCM), dr Erni Juwita Nelwan, SpPD, mengatakan sampai saat ini mortalitas atau kematian akibat virus corona masih terbilang rendah. Dari sekian ratus pasien yang menjalani perawatan, persentase kematian masih rendah dan banyak pasien sudah dipulangkan atau rawat jalan.

"Untuk nCoV itu kalau kita lihat nggak sampai 5 persen kematiannya dan itupun kematiannya tidak dapat dikaitkan langsung dengan virus ini karena diduga meninggalnya justru karena komorbid atau penyakit penyerta yang sudah ada di pasien," kata dr Erlina Burhan, SpP, spesialis paru dari RS Pusat Persahabatan beberapa waktu lalu.

Meski angka kematiannya cukup rendah, penularannya tetap harus diwaspadai saat ini. Hal ini mengingat kegiatan manusia yang cepat dan beragam, bisa membuat kasus infeksi ini meningkat.

Menkes Lantik Jubir Virus Corona Covid-19 Achmad Yurianto Jadi Dirjen P2P Kemenkes

Sekretaris Ditjen P2P Kemenkes Achmad Yurianto

Jakarta -

Menteri Kesehatan RI, Terawan Agus Putranto, melantik dr Achmad Yurianto sebagai Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan menggantikan Anung Sugihantono yang telah pensiun dari jabatannya. Saat ini dr Yuri, sapaan akrabnya, juga ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo sebagai juru bicara Istana untuk perkembangan virus corona Covid-19.

"Kalau Covid kan tetap tugas khusus," kata dr Yuri kepada media saat dijumpai di Kantor Kementerian Kesehatan RI, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (9/3/2020).

Meski diberi tugas khusus oleh Presiden Jokowi, ia melihat masalah kesehatan di Indonesia masih cukup banyak yang belum terselesaikan.

"Melanjutkan. Sekarang kita Covid pasti, DBD juga. Kita masih punya masalah dengan tbc, malaria," imbuhnya.

Saat ini memang masyarakat tengah dihebohkan dengan adanya wabah virus corona yang sudah menulari enam orang WNI. Untuk itu, Kemenkes mengimbau untuk selalu menjaga kebersihan dan kesehatan agar tidak mudah tertular virus.

"Germas itu paling penting, tinggal bagaimana mengubah jadi sosialisasi menjadi membudayakan germas," tutupnya.

Tagana dinilai sebagai ujung tombak penanganan bencana

Jakarta (ANTARA) - Taruna Siaga Bencana (Tagana) dinilai sebagai ujung tombak dalam upaya penanganan bencana di Tanah Air sehingga keberadaannya patut mendapatkan apresiasi, kata Menteri Sosial Juliari P. Batubara. “Tagana patut mendapat apresiasi yang tinggi karena pengabdiannya dalam penanganan bencana," katanya saat memimpin rapat evaluasi penanganan bencana di wilayah Jabodetabek yang diikuti 250 relawan Taruna Siaga Bencana (Tagana) Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat, di Jakarta, Minggu.

Ia mengatakan ucapan tersebut sebagai apresiasi yang paling tulus dan penghargaan yang tidak bisa dinilai dengan uang.

Aset Kementerian Sosial, lanjutnya, paling berharga saat kebencanaan adalah relawan Tagana.

Menurut dia, tidak ada yang lebih berharga dari Tagana bagi Kementerian Sosial khususnya pada saat bencana melanda.

"Oleh karena itu, saya mewakili Kementerian Sosial izinkan sekali lagi untuk menyampaikan penghargaan apresiasi yang setinggi-tingginya untuk teman-teman Tagana semua. Karena tanpa Tagana pastinya Menteri Sosial tidak bisa apa-apa pada saat bencana,” katanya.

Sejak menjabat sebagai Mensos, Juliari bisa melihat langsung pengabdian banyak tagana yang semua dalam keadaan yang siaga dan dalam keadaan “in action”.

"Jadi bukan dalam keadaan yang seliweran tanpa koordinasi, bisa kita nilai semua dalam keadaan siaga dan ‘in action’,” kata Ari.

Ari mengatakan bahwa bencana di Indonesia sifatnya permanen jadi tidak mungkin tidak ada bencana.

“Apakah itu banjir, gempa, letusan gunung berapi, kemudian juga bencana alam bencana sosial juga tetap kita harus waspada dan siaga,” katanya.

Oleh karena itu, ungkapnya, sudah sangat pantas apabila kehadiran tagana ini bisa meringankan atau meminimalisasi bertambah beratnya atau bertambah korban pada saat bencana terjadi karena Tagana ini lahir dari “community base disaster management” yang berasal dari masyarakat.

Rapat evaluasi penanganan bencana yang melibatkan 250 Tagana tersebut juga dihadiri oleh Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Harry Hikmat, Dirjen Pemberdayaan Sosial Pepen Nazarudin, Dirjen Rehabilitasi Sosial Edy Suharto, dan Kepala BP3S Syahabuddin.

Lebih lanjut, Ari menekankan bahwa kedepan bukan hanya jumlah anggota Tagana yang dirawat tapi kualitas ditingkatkan. Jumlah Tagana terutama harus bertambah begitu juga Tagana Madya dan Tagana Pratama.

"Tagana Madya menjadi tagana utama yang semula Pratama menjadi Madya. Inilah penjenjangannya yang harus diperkuat,” kata Politisi PDIP tersebut.

Ombudsman Usul Indonesia Punya Dana Abadi Hadapi Bencana

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Ombudsman RI Alamsyah Saragih mengusulkan agar pemerintah mulai mengumpulkan dana abadi untuk digunakan ketika negara menghadapi masalah-masalah krusial, seperti wabah hingga bencana alam."

Kita agak kurang serius membangun yang namanya sovereign wealth fund, dana yang dikumpulkan untuk hal-hal seperti ini, bencana, serangan wabah, dan menjamin masa depan," kata Alamsyah  di Jakarta, Minggu (8/3/2020).Langkah ini, sudah dilakukan misalnya oleh China. Dalam kurun waktu 16 tahun, negeri tirai bambu itu berhasil mengumpulkan hingga USD 900 miliar.

"Yang diambil sekian persen dari SDA yang dieksploitasi, dari hutan, dan dari aspek-aspek eksploitasi lain yang memang mereka peruntukan untuk mengantisipasi apabila ada bencana alam dan ada hal-hal yang krusial seperti ini," sambungnya.

Indonesia, memang sudah ada mekanisme pengumpulan dana abadi. Tapi masih kecil dan tidak berfokus pada tujuan spesifik."Ada di bawah Kementerian Keuangan dan terlalu banyak. Dia (China) bisa bangun satu rumah sakit hanya dalam sekian hari karena dananya di cukup. Kita menangani bencana di Palu saja sampai hari ini orang masih tinggal di hunian sementara (Huntara)," tegas dia.

Dia pun berharap, pemerintah harus sudah mulai mengumpulkan dana semacam itu. Dan itu pun nanti bakal digelontorkan ketika Indonesia menghadapi situasi genting, seperti bencana alam maupun wabah."Kalau kita istilahnya semacam dana abadi yang hanya bisa dikeluarkan apabila presiden tanda tangan. Seperti di China juga perdana menteri dan presiden tanda tangan baru keluar dan kemudian bangun rumah sakit dengan cepat," urai dia.

Jika menilik kemampuan SDM dalam menghadapi Covid-19, Indonesia tidak kalah dengan negara lain. Hanya memang dukungan dari segi anggaran yang harus dikuatkan."Apakah orang Indonesia mampu? Mampu. Itu rumah sakit di Wuhan, arsiteknya anak Malang. Dari kapasitas kita bisa, tapi resource itu memang harus kita tabung," ujar dia.

Dari APBN

Menanggapi usulan tersebut, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin mengatakan bahwa sejauh ini pemerintah sudah mengalokasikan anggaran dari APBN untuk menangani berbagai masalah, seperti bencana alam dan wabah. Dana tersebut dialokasikan ke BNPB.

"Kayak di (Karantina WNI) Natuna memang ditangani langsung oleh BNPB. Kemudian di Departemen Keuangan ada alokasi dana yang disiapkan dalam rangka menghadapi masalah-masalah atau bencana-bencana, wabah seperti Corona maupun bencana alam,"

Ngabalin mengakui bahwa dari segi jumlah anggaran memang belum terlampau besar. Meski demikian, dia menegaskan, khusus untuk penanganan Covid-19, dananya sudah disiapkan pemerintah.

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Merdeka.com

Pemerintah Sebut Pasien Sembuh dari Corona Bisa Tertular Lagi

Jakarta, CNN Indonesia -- Juru bicara pemerintah khusus penanganan wabah Virus Corona Achmad Yurianto mengatakan pasien yang dinyatakan sembuh dari Covid-19 bisa saja kembali tertular.

"Jadi bukan penyakit kambuh, tapi ketularan lagi," kata Yurianto di di Kompleks Istana Kepresidenan, Minggu (8/3).

Oleh karena itu, kata dia, edukasi tentang virus ini penting bagi masyarakat agar senantiasa berhati-hati dan waspada. Misalnya, penggunaan masker jika sedang sakit, rajin mencuci tangan, dan beberapa tindakan preventif lainnya.

"Kita harus tetap hati-hati karena penyakit ini pada awalnya tidak tunjukan gejala yang berat," ujarnya.

Di sisi lain, Yurianto menyampaikan suspect Corona yang kemudian dinyatakan negatif bakal diminta untuk melakukan self isolate atau mengisolasi diri. Hal itu juga berlaku bagi pasien dalam pengawasan (PDP).

"Beberapa kasus yang kemudian PDP negatif dan sudah boleh pulang, maka langkah berikutnya kita akan melakukan self isolate," ucap Yuri.

Self isolate yang dimaksud itu yakni pasien diminta untuk berada di dalam rumah selama 14 hari. Selama itu, kata Yurianto, yang bersangkutan diminta untuk menggunakan masker dan mengurangi kontak dekat dengan keluarga.

[Gambas:Video CNN]

Yurianto menuturkan selama 14 hari pihak Dinas Kesehatan setempat ataupun puskesmas perlu melakukan pemantauan terhadap kondisi pasien tersebut.

"Kalau baik semua dan kita nyatakan tidak masalah maka bisa bersosialisasi seperti biasa," ujarnya.

Diketahui, sejumlah pasien Virus Corona di sejumlah negara dinyatakan sembuh. Namun, beberapa di antaranya kembali tertular.