logo2

ugm-logo

Pencarian Korban Erupsi Gunung Semeru Diperpanjang, Tim SAR Sisir 30 Titik

KOMPAS.com - Tim Search and Rescue (SAR) gabungan masih berusaha mencari para korban awan panas guguran (APG) Semeru, Lumajang, Jawa Timur.

Menurut Kepala Seksi (Kasi) Kantor SAR Surabaya I Wayan Suyatna, tim menemukan sejumlah titik diduga masih ada korban yang terjebak.

Dilansir dari Surya.co.id, setidaknya Tim SAR akan melakukan penyisiran 30 titik dalam tiga hari ke depan.

"Dalam masa perpanjangan waktu kami optimalkan pencarian yang diindikasi masih di daerah-daerah terdampak," katanya.

Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu.

Titik pencarian

KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Tim SAR gabungan melakukan proses pencarian korban di jalur material guguran awan panas Gunung Semeru di Kampung Renteng, Desa Sumberwuluh, Lumajang, Jawa Timur, Kamis (9/12/2021). Berdasarkan laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), jumlah korban meninggal hingga Kamis hari ini berjumlah 39 orang dan 13 orang dalam proses pencarian, serta penyintas berjumlah 6.022 jiwa yang tersebar di 115 titik pos pengungsian.

Wayan menjelaskan, tim SAR saat ini memfokuskan pencarian di lima titik, yaitu area tambang di Dusun Curah Kobokan/Desa Supit Urang Kecamatan Pronojiwo.

Lalu, tiga Dusun yang berada di Desa Sumber Wuluh, Kecamatan Candipuro. Ketiga dusun itu adalah Kamar Kajang, Kebondeli, dan Kampung Renteng.

Untuk titik terakhir yaitu kawasan tambang pasir Haji Satuhan.

 

"Kami berharap dalam kondisi apapun korban semua bisa ditemukan secepatnya," ujarnya.

Sementara itu, Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB) menjelaskan, jumlah korban jiwa akibat bencana alam ini hingga Selasa (14/12/2021), tercatat 48 orang.

Lalu, lebih kurang 2.000 warga terpaksa mengungsi. 

Memahami Gempa M 7,4 di NTT yang Picu 97 Kali Guncangan

Merdeka.com - Warga Larantuka, Nusa Tenggara Timur dibuat kaget dengan guncangan gempa berskala besar pada Selasa pagi. Besarnya mencapai magnitudo 7.4. Gempa tersebut sempat dikabarkan memicu potensi gelombang tsunami.

Sejumlah daerah di NTT yakni Flores Timur Bagian Utara, Pulau Sikka, Sikka bagian utara dan Pulau Lembata masuk status waspada tsunami. Bahkan, dampak kerusakan terjadi sampai ke Selayar, Sulawesi Selatan. Dua jam berselang, status waspada tsunami dicabut oleh BMKG.

Gempa besar yang terletak pada koordinat 7,59 LS - 122,24 BT itu diikuti sebanyak 97 kali. Getaran gempa memang tak sekencang gempa pertama. BMKG mencatat gempa susulan terbesar mencapai M 6,8 sedangkan magnitudo gempa susulan terkecil M 2,9.

Koordinator Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono memaparkan, gempa di laut Flores Timur itu merupakan jenis gempa dangkal dengan kedalaman 10 kilometer. Penyebabnya adalah aktivitas sesar aktif di Laut Flores dengan mekanisme pergerakan geser atau mendatar (strike slip).

Sesar aktif tersebut belum terpetakan. Sehingga, kata Daryono, hal ini menjadi tantangan bagi para ahli kebumian untuk mengidentifikasi dan memetakannya. Tujuannya, guna melengkapi peta sumber dan bahaya gempa di Indonesia.

"Meskipun pusat gempa ini terletak dekat jalur sumber gempa sesar naik Flores (Flores Thrust) tetapi pembangkit gempa ini bukan Sesar Naik Flores. Sesar Naik Flores memiliki mekanisme naik, sedangkan gempa ini memiliki mekanimse geser/mendatar," kata Daryono mengawali paparannya dikutip merdeka.com, Selasa (14/12).

Menurut dia, lokasi sumber gempa Laut Flores M7,4 tadi siang secara seismisitas sebenarnya jarang terjadi aktivitas gempa berdasarkan data seismisitas regional periode 2009-2021.

Sumber Gempa Tak Dikenali

Daryono menjelaskan, biasanya gempa gempa besar sudah ada sumbernya dan BMKG mengetahui sumber tersebut. Tetapi, pada gempa Flores, BMKG maupun ahli geologi belum mengetahui sumbernya atau bukan berada di jalur sesar.

"Nah selama ini hasil monitoring kita gempa gempa besar memang sudah ada sumbernya, ini yang ini benar benar-benar mengagetkan yang Flores," ujar Daryono.

Ada beberapa cara mengenali sumber gempa yang belum dikenali. Pertama, untuk di daratan melakukan survei morfologi yang bisa mengenali jalur kelurusan, bentuk sungai dan relief.

Sedangkan, untuk di laut terbilang sulit lantaran harus ada pemetaan menggunakan teknologi sonar guna memotret dasar laut apakah ada kelurusan atau ada pola besar. Kemudian di cek dengan Gps geodetik apakah ada pergeseran atau tidak.

"Membutuhkan teknologi yang effort kalau di laut, kalau di darat kan bisa kita foto reliefnya, menggunakan satelit, kalau di dasar laut perlu ada survei batimetri," ungkapnya.

Gempa Tak Terkait Aktivitas Semeru

Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita menyatakan, gempa yang terjadi di NTT tidak berkaitan dengan erupsi sejumlah gunung Semeru. Serta tidak berkaitan dengan situasi gunung Awu dan Merapi.

"Jadi bahwa tidak ada kaitannya dengan aktivitas gunung api yang saat ini sedang aktif erupsi misalnya gunung semeru, gunung awu, dan gunung merapi itu tidak ada kaitannya," katanya saat jumpa pers, Selasa (14/12).

"Saat ini kan ada Semeru sedang erupsi, kemudian Gunung Awu lalu kok tiba-tiba terjadi gempa (NTT), apakah itu ada kaitannya? jawaban kami adalah tidak ada kaitannya," tambahnya.

Dwikorita menjelaskan, adanya gempa tektonik justru dapat memicu dan diikuti meningkatnya aktivitas gunung api. Namun, BMKG belum melihat hal itu terjadi.

"dan untuk aktivitas gunung api analisisnya dnegan pusat vulkanologi dan mitigasi bencana geologi PVMBG yang saat ini sedang menangani gunung semeru dan gunung Awu," jelasnya.

Sejarah Gempa & Tsunami di Laut Flores

Sejarah mencatat, Laut Flores pernah terjadi gempa super besar pada 29 Desember 1820. Gempa ini menyebabkan tsunami hingga ke Sulawesi Selatan. Sebanyak 500 orang menjadi korban dari tsunami dan gempa tersebut.

Kemudian, gempa besar M7,8 di Laut Flores kembali terjadi pada 12 Desember 1992. Guncangan ini membangkitkan tsunami setinggi 30 meter. Menyebabkan 2.500 orang meninggal dan 500 orang hilang.

Melihat riwayat ini, Daryono mengingatkan gempa hari ini menjadi peringatan sumber gempa sesar aktif yang mampu memicu gempa kuat ternyata masih ada. Belum teridentifikasi dan terpetakan hingga sekarang. Setidaknya, sekitar 22 tsunami pernah terjadi di perairan NTT.

"NTT merupakan daerah rawan tsunami. Sejak tahun 1800-an di busur Kepulauan Sunda Kecil (Bali, NTB, NTT) sudah terjadi lebih dari 22 kali tsunami," papar Daryono. [ray]

More Articles ...