logo2

ugm-logo

Waspada Klaster Pengungsian Banjir, Ini Saran dari Satgas Covid-19

JAKARTA - Memasuki musim penghujan menjadi kekhawatiran sendiri munculnya klaster baru penyebaran virus corona atau Covid-19. Dalam hal ini masyarakat rentan tertular di posko-posko pengungsian bagi mereka yang rumahnya terdampak banjir.

Menurut Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito, kebersihan lokasi pengungsian akan menjaga para pengungsi dari penyakit-penyakit lainnya yang bisa disebabkan oleh musim hujan. Beberapa diantaranya demam berdarah dengue, lepra, tifus, diare dan penyakit kulit.

"Semua penyakit ini dapat menurunkan imunitas sehingga masyarakat menjadi rentan tertular Covid-19. Jika tidak memungkinkan menjaga jarak, maka sebisa mungkin pemerintah setempat memastikan adanya sirkulasi udara yang baik, sinar matahari yang cukup dan memastikan kebersihan lokasi pengungsian," kata Wiku dalam keterangannya, Jakarta, Kamis (24/9/2020).

Pasalnya, masyarakat yang terdampak banjir harus tinggal di lokasi pengungsian sehingga terjadi kerumunan di lokasi-lokasi tersebut. Lokasi pengungsian katanya berpeluang menjadi klaster baru penyebaran Covid-19.

"Namun, kedisiplinan masyarakat tetap mematuhi protokol kesehatan yang ketat dengan memakai masker, menjaga jarak serta mencuci tangan termasuk menjaga kebersihan dapat menekan potensi penularan tersebut," ujar Wiku.

Disisi lain, Wiku menyatakan, pada klaster perkantoran ada peran kantor yang bisa membantu pemerintah. Dalam hal ini, perkantoran perlu transparan melaporkan kasus Covid-19 di lingkungannya kepada dinas kesehatan setempat.

Lalu, kata Wiku, melakukan trading lanjutan untuk menjaring kontak erat dan berkoordinasi dengan dinas kesehatan setempat.

Kantor juga harus memberi swab gratis bagi daftar kontak erat. Jika ditemukan kasus positif tambahan , segera merujuk dengan berkoordinasi dengan dinas kesehatan.

Maka harus dirujuk ke rumah sakit khusus menangani Covid-19 dan biaya ditanggung pemerintah. Baik peserta BPJS Kes ataupun belum menjadi peserta termasuk warga negara asing (WNA).

"Bagi karyawan yang negatif, harus diperkenankan dirumah (WFH). Jika ditemukan kasus positif dalam jumlah banyak, maka kantor tersebut ditutup sementara untuk dilakukan disinfeksi," kata Wiku.

(kha)

Banjir Bandang di Tengah Musim Kemarau, Mengapa Bisa Terjadi?

Sejumlah desa di Kecamatan Simpang Dua, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat terendam banjir. Banjir membuat beberapa akses jalan terputus dan sejumlah lokasi terisolir. Ratusan warga juga telah mengungsi ke daratan yang lebih tinggi.

KOMPAS.com - Banjir bandang menerjang beberapa wilayah di Sukabumi, Jawa Barat, Senin (21/9/2020) sekitar pukul 17.00 WIB.

Peristiwa tersebut terjadi saat sejumlah daerah di Sukabumi diguyur hujan dengan intensitas tinggi beberapa jam. Hingga Selasa (22/9/2020), setidaknya 11 desa dan 11 kampung yang terdampak.

Masing-masing yakni, Kecamatan Cicurug meliputi Desa Cisaat (Kampung Cipari), Pasawahan (Cibuntu), Cicurug (Aspol), Mekarsari (Kampung Nyangkowek dan Kampung Lio) dan Bangbayang (Perum Setia Budi).

Kecamatan Parungkuda meliputi Desa Langensari (Kampung Bojong Astana) dan Kompa (Bantar).

Kecamatan Cidahu yakni Desa Babakanpari (Kamping Bojong Astana), Podokkaso Tengah (Bantar), Jayabakti (Cibojong) dan Cidahu.

Selain itu, 133 kepala keluarga (KK) atau 431 jiwa terdampak banjir bandang.

Sejumlah warga mengungsi ke tempat saudara dan tetangga terdekat.

Sementara itu, kerusakan akibat banjir bandang mencakup rumah rusak berat 47 unit, rusak sedang 41 dan rusak ringan 45.

Secara umum, wilayah Indonesia belum memasuki musim penghujan.

Lantas, mengapa banjir bandang bisa terjadi ketika belum masuk musim penghujan?

Potensi hujan tidak selalu saat musim penghujan

Kepala Subbid Peringatan Dini Cuaca Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika ( BMKG) Agie Wandala Putra mengatakan, potensi hujan lebat tidak semata terjadi pada periode musim hujan.

Dan hal itu, lanjut Agie, perlu diedukasikan kepada masyarakat.

"Termasuks saat ini ketika kita baru memasuki masa peralihan sudah terdapat energi atsmofer yang cukup besar yang dapat membuat hujan memiliki intensitas tinggi," kata Agie saat dihubungi Kompas.com, Rabu (23/9/2020).

Agie menambahkan, itu menunjukkan betapa uniknya wilayah Indonesia yang berada benua maritim tropis dan melimpahnya curah hujan tetapi perlu juga memahami behaviour hujan ekstrem.

Jika ditinjau dari analisis meteorologi, hujan lebat yang terjadi pada Senin, 21 September 2020 sore hingga Selasa, 22 September 2020 dini hari, terjadi karena beberapa faktor.

Faktor-faktor

istimewa Sejumlah desa di Kecamatan Simpang Dua, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat terendam banjir. Banjir membuat beberapa akses jalan terputus dan sejumlah lokasi terisolir. Ratusan warga juga telah mengungsi ke daratan yang lebih tinggi.

Pertama, terpantaunya gangguan gelombang ekuator.

"Yakni gelombang Equatoria Rossby di Jawa bagian Barat yang mampu meningkatkan proses pembentukan awan di wilayah Banten, Jawa Barat dan Jabodetabek," ucap Agie.

Kedua, adanya anomali suhu muka laut atau peningkatan suhu muka laut dibandingkan dengan normalnya.

Hal ini terjadi di perairan Selatan Banten-Jawa Barat yang memberikan suplai uap air untuk pembentukan awan-awan hujan di wilayah Jawa Bagian Barat, khususnya di Jabodetabek.

Ketiga, terpantaunya pola pertemuan dan perlambatan kecepatan angin (konvergensi).

"Faktor ketiga terjadi di Jawa Barat yang meningkatkan proses pembentukan awan hujan khususnya di Jabodetabek," katanya lagi.

Terakhir, atmosfer yang labil di Jawa bagian Barat yang dapat mengintensifkan proses pembentukan awan hujan di wilayah Jabodetabek.

Hal-hal tersebut, kata Agie, mengakibatkan terjadi hujan dengan intensitas curah hujan dan volumnya sangat tinggi dan dalam periode singkat.

"Ini yang berkaitan sebagai pemicu banjir bandang, meskipun kita harus lihat bagaiman kondisi permukaan tanah apakah mampu menampung jumlah curah hujan tersebut atau tidak. Seperti yang terjadi di Sukabumi," jelasnya.

More Articles ...