logo2

ugm-logo

Blog

Anies Susun Ingub, Tambah 2 Kali Lipat Lokasi Pengungsian Banjir Cegah Corona

Di tengah pandemi corona, Jakarta harus bersiap dengan potensi banjir tahunan. Begitu pula dengan potensi penularan corona di tengah penanganan banjir.
Salah satunya di lokasi pengungsian banjir yang berpotensi menjadi klaster baru. Pasalnya, sangat mungkin terjadi kerumunan dan interaksi banyak orang atau pengungsi.
Kepala Pusat Data dan Informasi Kebencanaan BPBD DKI Jakarta, Mohammad Insaf, mengatakan, camat dan lurah diminta menambah jumlah lokasi pengungsian. Sehingga, jumlah pengungsi bisa dipecah dan tiap lokasi pengungsian menampung lebih sedikit orang.

Pengendara bermotor menggunakan jasa gerobak untuk melintasi banjir dengan latar belakang lukisan persawahan dikawasan Pluit, Jakarta Utara, Sabtu (19/1). Ketinggian air yang mencapai 1,5 hingga 2 meter dengan arus yang deras tersebut menyulitkan warga untuk di evakuasi ke tempat pengungsian. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
"Untuk mengantisipasi pada masa pandemi COVID-19, camat dan lurah diminta menyiapkan lokasi pengungsian 2 kali lipat dari sebelumnya," kata Insaf saat dihubungi kumparan, Selasa (29/9).

Insaf mengatakan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tengah menyusun Instruksi Gubernur (Ingub) terkait hal ini. Namun sampai saat ini, lokasi-lokasi penampungan belum ditentukan.

"Namun saat ini belum dilakukan inventarisir karena baru akan disiapkan Ingubnya lokasi pengungsi alternatif 2 kali lipat dari yang ada," jelasnya.
Anies Susun Ingub, Tambah 2 Kali Lipat Lokasi Pengungsian Banjir Cegah Corona (820123)

Sebelumnya, Anies memang telah menyampaikan bahwa penampungan atau pengungsian banjir tahun ini akan berbeda. Sebab, perlu ada protokol kesehatan di tengah ancaman corona.

"Kali ini agak berbeda karena tempat penampungannya harus memasukkan protokol COVID. Selain menyediakan masker juga lokasinya dibuat ada jaga jarak, sehingga warga juga terbebas dari potensi penukaran COVID," jelas Anies di Pintu Air Manggarai, Selasa (22/9) malam.

Potensi Banjir Hantui Warga DKI di Tengah Pandemi

Jakarta - DKI Jakarta kembali dikepung banjir di tengah pandemi virus Corona (COVID-19). Cuaca ekstrem membuat Ibu Kota kembali dihantui potensi banjir. Penanganan bencana banjir kali ini pun berbeda di tengah situasi pandemi.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan saat ini wilayah Indonesia memasuki masa pancaroba. BMKG memperingatkan potensi hujan dengan intensitas tinggi di berbagai wilayah dalam satu pekan ke depan.

"Menyusul rilis BMKG untuk peringatan kewaspadaan selama pancaroba menjelang masuknya musim hujan 2020/2021 yang telah kami sampaikan pada tanggal 7 September 2020 yang lalu, perlu disampaikan kembali bahwa kewaspadaan terhadap hujan dengan intensitas tinggi tetap perlu terus ditingkatkan," kata Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, dalam keterangan yang diterima detikcom, Selasa (22/9/2020).

Pada massa pancaroba ini, BMKG meminta masyarakat waspada terhadap potensi hujan ekstrem, serta potensi angin kencang. "Pada masa peralihan musim ini, perlu diwaspadai potensi cuaca ekstrem seperti hujan lebat dalam durasi singkat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang, angin puting beliung, bahkan fenomena hujan es," sebut Guswanto.

Hujan mengguyur Ibu Kota sejak Senin (21/9). Tinggi muka air di Bendung Katulampa sempat naik hingga berstatus siaga 1. Warga DKI Jakarta pun diminta waspada.

Pada Selasa (22/9), sejumlah titik banjir muncul di jalan-jalan hingga permukiman warga. Berdasarkan data BPBD DKI Jakarta pukul 06.00 WIB, ada 63 RT yang terendam banjir, 104 warga mengungsi, dan 23 jalan di Ibu Kota dilaporkan terendam banjir. Sementara, berdasarkan data per pukul 12.00 WIB, lokasi pengungsian tinggal 1 titik di Kembangan, Jakarta Barat dengan 15 jiwa mengungsi.

Pemprov DKI Jakarta mengantisipasi banjir yang akan terjadi. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan antisipasi banjir Jakarta kali ini berbeda dan penampungan warga harus menerapkan protokol kesehatan.

"Antisipasi kita adalah satu untuk masyarakat, siapkan tempat-tempat penampungan apabila sampai mereka terkena banjir. Dan kali ini agak berbeda karena tempat penampungannya harus memasukkan protokol kesehatan COVID-19," kata Anies.

Anies mengatakan penampungan warga terdampak banjir harus menyediakan masker dan jaga jarak. Hal ini untuk menghindari penyebaran virus Corona di tengah situasi banjir.

Sementara itu, Wagub DKI Jakarta Ahmad Riza Patria meminta warga bersiap menghadapi banjir. Sejumlah lokasi pengungsian pun disiapkan, dengan jumlah dua kali lipat dan mengedepankan protokol kesehatan.

"Kami juga sudah menyiapkan titik-titik jumlah penampungan yang jumlahnya dua kali lipat karena ini masa pandemi COVID jadi kita tetep memperhatikan protokol COVID, kemudian juga jajaran kami sudah siap," katanya.

Legislator di Ibu Kota pun meminta Pemprov DKI tak setengah-setengah dalam menangani banjir. Meski saat ini kondisi serba terbatas di tengah pandemi Corona.

"Kasatpel (kepala satuan pelaksana) setiap kecamatan harus selalu sigap jika terdapat indikasi banjir. Jangan kerja setengah-setengah dalam menghadapi banjir di masa pandemi COVID ini. Cek rumah-rumah pompa yang bermasalah dan siapkan semua pompa mobile," ujar anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Hardiyanto Kenneth dalam keterangannya, Selasa (22/9).

Menurut BMKG, Tsunami 20 Meter Hanya Butuh Waktu 20 Menit Capai Daratan

Jakarta - Ilmuwan Institut Teknologi Bandung (ITB) menyatakan ada potensi tsunami setinggi 20 meter di selatan Pulau Jawa. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan cuma butuh waktu 20 menit bagi gelombang raksasa itu untuk sampai pantai.

"Dari hasil modelling kami, di selatan Jawa kurang-lebih hanya sekitar 20 menit tsunami sudah melanda daratan," kata Kepala Pusat Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono kepada detikcom, Jumat (25/9/2020).

Di selatan Jawa, ada jalur Sunda Megathrust, yakni zona subduksi antara Lempeng India-Australia dengan Lempeng Eurasia. Sunda Megathrust merentang dari pantai barat Sumatera hingga Kepulauan Nusa Tenggara. Jarak antara Pulau Jawa dan Sumatera ke jalur megatrhust sekitar 200-250 km. Dari jalur itu, bisa terjadi gempa besar yang memicu tsunami.

Bila gempa besar dengan magnitudo (M) 9,1 terjadi di zona megathrust, 20 menit kemudian gelombang tsunami akan sampai di pantai. Masyarakat di daratan tidak bakal punya banyak waktu untuk menyelamatkan diri. Masyarakat di kawasan pesisir diimbau untuk tidak menunggu peringatan tsunami dari BMKG. Pokoknya, lari saja ke tempat aman.

"Kalau memang tinggal di dekat garis pantai, kalau merasakan guncangan yang kuat, ya, tidak usah menunggu warning, karena tidak lama kemudian kemungkinan besar tsunami akan terjadi. Begitu ada guncangan, ya lari. Kalau menunggu warning, itu artinya sudah kehilangan waktu," kata Rahmat.

Sistem peringatan dini tsunami (InaTEWS/Indonesia Tsunami Early Warning System) bakal dites pada 6 Oktober nanti, lewat gelaran Indian Ocean Wave Exercise 20 (IOWave20) pada 6 Oktober nanti. Acara itu berupa simulasi gempa bumi magnitudo (M) 9,1 dan respons sistem InaTEWS. Banyak negara yang berpotensi terkena dampak tsunami bakal terlibat.

"Namun, sebaik-baiknya peringatan dini, lebih baik adalah kesadaran masyarakat untuk segera merespons, melakukan evakuasi mandiri," kata dia.

Sebelumnya, ITB menyampaikan hasil risetnya. Tsunami diperkirakan terjadi disepanjang pantai selatan Jawa Barat hingga Jawa Timur. Riset ini juga memakai data dari BMKG dan GPS.

Peneliti ITB Sri Widiyantoro menjelaskan tsunami dapat mencapai 20 meter di pantai selatan Jawa Barat dan 12 meter di selatan Jawa Timur, tinggi maksimum rata-rata 4,5 meter di sepanjang pantai selatan Jawa jika terjadi bersamaan.

Berdasarkan permodelan skenario kebencanaan yang dibikin para ilmuwan ITB, tsunami besar itu terjadi bila segmen-segmen megathrust di sepanjang Jawa pecah secara bersamaan.

428 Jiwa Terdampak Banjir Bandang Sukabumi, 72 Rumah Rusak

Bandung, CNN Indonesia -- Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat menyebut 428 jiwa terkena dampak banjir bandang di 12 desa di tiga kecamatan di Sukabumi.

Sejumlah warga pun masih mengungsi karena rumah milik mereka rusak diterjang banjir bandang.

"Sebanyak 428 jiwa terdata. Selain itu, sebanyak 44 unit rumah rusak ringan, 23 unit rumah rusak sedang dan 49 unit rumah rusak berat," tutur Manajer Pusdalops PB BPBD Jabar Budi Budiman Wahyu, Rabu (23/9).

Adapun korban meninggal dunia akibat banjir bandang tercatat sebanyak dua orang. Sementara itu, satu orang masih dalam pencarian. Selain itu, enam jembatan dan satu unit musala turut dilaporkan mengalami kerusakan.

Banjir bandang yang diakibatkan meluapnya anak Sungai Cicatih tersebut juga memiliki tingkat kerusakan kecil hingga berat. Di Kecamatan Cicurug, terdapat lima desa yang terdampak yaitu, Desa Cisaat, Pasawahan, Cicurug, Mekarsari, dan Bangbayang.

Kemudian, lima desa di Kecamatan Cidahu yang terdampak ialah Desa Babakan Sari, Pondokkaso Tengah, Pondokkaso Tonggoh, Jaya Bakti, dan Cidahu. Sedangkan di Kecamatan Parungkuda terdapat dua desa, yaitu Desa Langensari dan Kompa.

Menurut Budi, tingkat kerusakan di sejumlah desa tersebut bervariasi.

"Tergantung melihat kerusakannya, soalnya ada yang banyak rusak rumahnya tapi ada juga dilihat besarnya kerusakan. Contoh rumah dan jembatan atau TPT, ada yang sedikit rumahnya tapi jembatan putus atau TPT runtuh," jelasnya.

Saat ini, BPBD Jabar bersama BPBD Sukabumi dan unsur relawan masih melakukan pendataan dan evakuasi korban yang terdampak. Selain itu, BPBD bersama unsur yang terlibat, komunitas relawan mengevakuasi korban terdampak serta dua alat berat excavator dan dua dump truck diturunkan.

Dataran Rendah Rawan

Terpisah,  Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan

"Kesimpulan yang didapat adalah bahwa meluapnya Sungai Citarik-Cipeucit dan Sungai Cibojong menjadi faktor penyebab terjadinya banjir bandang," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Raditya Jati, dalam keterangannya, Rabu (23/9).

Berdasarkan hasil monitoring BMKG, curah hujan yang terukur di wilayah Pos Perkeb Tugu Menteng, Kecamatan Lengkong, dan Pos Ganesha, Kecamatan Cisolok, adalah sebesar 88 mm dan 57 mm. Curah hujan tersebut tergolong tinggi sehingga berakibat menimbulkan banjir bandang.

Analisis meteorologi BMKG dari citra radar juga menunjukkan bahwa pada Senin 21 (21/9), pukul 14.08 WIB, terdapat pertumbuhan awan konvektif di Sukabumi bagian utara dan selatan. Awan konvektif tersebut berupa cumulunimbus (CB) yang terbentuk sangat cepat dan intensif.

Dari hasil analisis tersebut, BMKG menyimpulkan bahwa meluapnya Sungai Citarik-Cipeucit dan Sungai Cibojong menjadi faktor penyebab terjadinya banjir bandang.

Hal ini diperkuat analisis sementara dari Pusat Pengendali dan Operasi (Pusdalops) BNPB. Bahwa wilayah kejadian banjir bandang Sukabumi merupakan dataran rendah yang berada di bawah kaki Gunung Salak dan dilalui beberapa sungai, yaitu Sungai Citarik-Cipeuncit dan Sungai Cibojong.

Berdasarkan hasil monitoring bahaya Banjir Bandang InaRisk BNPB, wilayah yang terdampak tersebut juga memiliki indeks bahaya sedang hingga tinggi terhadap banjir bandang.

(hyg/Antara/arh)

Pemkot Tangerang Petakan Titik Rawan Banjir

TANGERANGNEWS.com–Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang memetakan titik-titik rawan banjir di wilayah Kota Tangerang. 

Wali Kota Tangerang Arief R. Wismansyah mengatakan pemetaan dilakukan Dinas PUPR untuk mengantisipasi terjadinya banjir. 

"Ada, sudah dipetakan. Rencananya PU mau ekspos. Tapi saya belum sempat baru tadi saya minta mereka ekspos rencananya," ujarnya, Kamis (24/9/2020). 

Arief tak merinci di mana saja titik-titik rawan banjir yang dipetakan. Sebab, masih belum dipublikasikan Dinas PUPR. 

Titik rawan banjir yang di Kota Tangerang diketahui berada di Kecamatan Periuk dan Kecamatan Ciledug. 

Petugas Dinas PUPR Kota Tangerang saat melakukan normalisasi saluran air di kawasan Kecamatan Karawaci, Kota Tangerang.

 

Menurut Arief, Dinas PUPR juga saat ini sedang fokus melakukan normalisasi saluran-saluran air. 

"Jadi sekarang PU terus melakukan normalisasi saluran, sungai," katanya. 

Arief menambahkan dalam proses normalisasi petugas menemukan banyaknya sampah di saluran-saluran air. 

"Rata-rata buang sampah sembarangan. Kita imbau ya jaga kebersihan lah jadi jangan sampai masyarakat ngeluh banjir,  tersumbat, padahal yang buang sampahnya masyarakat juga," pungkasnya. (RMI/RAC)