logo2

ugm-logo

Blog

Ahli Ungkap Alasan Indonesia Banyak Dilanda Bencana Alam

Jakarta, CNN Indonesia -- Dosen Universitas Hasanuddin (Unhas), Adi Maulana menyatakan Indonesia merupakan negara dengan potensi bencana alam yang sangat besar. Dia mengatakan potensi itu muncul dari proses terbentuknya kepulauan Indonesia.

"Indonesia menjadi sebuah negara dengan potensi bencana alam, terutama bencana tektonik geologi, hingga hidrometeorologi itu yang sangat besar sekali," ujar Adi dalam webinar 'Bencana di Negeri Cincin Api' yang diselenggarakan ALMI, Rabu (10/2).

Adi menuturkan kepulauan Indonesia terbentuk dari proses evolusi yang sangat panjang, yakni akibat pergerakan tektonik. Dia berkata pergerakan lempeng selama beberapa puluh juta tahun akhirnya membentuk konfigurasi kepulauan Indonesia.

Adi menjelaskan pergerakan tektonik terjadi akibat arus konveksi di dalam perut bumi. Pergerakan tektonik juga membuat lempeng bergerak saling bersinggungan, menjauh, atau mendekat.

"Inilah yang kemudian menjadikan gempa, terjadinya gunung api, kemudian terjadinya tsunami, tanah longsor, pegunungan, cekungan, atau dataran tinggi," ujarnya.

Adi membeberkan Indonesia berada di antara lempeng Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik. Pergerakan lempeng itu yang pada akhirnya akan menyebabkan berbagai bencana alam, seperti letusan gunung, gempa bumi, hingga tsunami.

Adapun terkait dengan istilah cincin api yang dilekatkan dengan Indonesia, dia berkata hanya merupakan istilah dari keberadaan jejeran gunung api. Dia menyebut gunung apit yang banyak di Indonesia akibat tumbukan antara lempeng Eurasia dengan Indo-Australia.

"Itu kalau kita sambung, di Sumatera setiap 50 kilometer ada gunumg api. Di Jawa, setiap 100 km ada gunung api. Sehingga kalau jejeran itu disambung akan menghasilkan suatu garis membentuk cincin api," ujar Adi.

"Memang tidak bulat, tapi relatif membentuk sebuah lingkaran. Inilah yang disebut dengan cincin api," ujarnya.

Lebih lanjut, Adi berkata Indonesia rawan bencana hidrometeorologi karena berada di garis ekuataor atau khatulistiwa. Negara yang berada di kawasan itu biasanya diterpa El Nino dan La Nina.

El Nino membuat suatu daerah memiliki suhu panas yang jauh lebih tinggi dari daerah lain yang menyebabkan musim kemarau berkepanjangan hingga kebakaran hutan. Sedangkan La Nina sebaliknya membuat konsentrasi hujan sangat ekstrem.

Di sisi lain, Adi mengakui Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Namun, dia mengingatkan bahwa asal mula keberadaan sumber daya alam yang melimpah itu akibat proses alam yang berpotensi menciptakan bencana alam.

"Jadi, kita ini hidup di dua sisi mata uang. Yang pertama gemah ripah loh jinawi. Tapi konsekuensi itu kita menjadi negeri 'seribu' bencana," ujar Adi.

Berdasarkan data BNPB tahun 2020, Indonesia dilanda 2.939 bencana alam. Jika dikonversi, Indonesia dilanda 8 bencana dalam sehari, 56 bencana dalam satu minggu, dan 240 kali bencana dalam satu bulan.

"Dan tren kejadian ini dari tahun ke tahun itu semakin meningkat sekitar 10 sampai 20 persen," ujarnya.

Adi menambahkan bencana akan terus terjadi tanpa ada atau tidak manusia di Bumi. Namun, dia berkat keberadaan manusia akan mempercepat proses bencana alam.

Misalnya, dia berkata pertumbuhan manusia yang meningkat akan membuat lahan alami beralih fungsi menjadi lahan pemukiman hingga industri. Alih fungsi lahan itu pun mengakibatkan beberapa wilayah dilanda bencana alam, seperti tanah longsor hingga banjir.

"Jadi dari tahun ke tahun bencana alam itu akan terus terjadi," ujar Adi.

Alarm Deteksi Dini Bencana Longsor Nganjuk Rusak Sudah Setahun

TEMPO.CO, Nganjuk - Warga yang menjadi korban bencana tanah longsor di Desa Ngetos, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, mengungkapkan alarm tanda bahaya yang dipasang di lokasi itu rusak sekitar satu tahun lalu dan hingga kejadian bencana itu belum diperbaiki, sehingga warga tidak tahu akan terjadi musibah.

Muh Rifai, salah seorang warga yang menjadi korban tanah longsor yang terjadi Senin, 15 Februari 2021, mengatakan beberapa tahun lalu sebenarnya pernah terjadi tanah longsor, dan warga mendengar alarm tanda bahaya, namun alat itu kini sudah rusak.

"Pas kejadian alatnya rusak. Satu tahun ini. Jadi, tidak bisa nyala," kata Muh Rifai di Nganjuk, Rabu.

Ia juga tidak mengetahui dengan pasti terkait perbaikan alat tersebut. Yang ia tahu, alat itu dipasang di sekitar perkampungannya, sehingga jika akan terjadi bencana otomatis langsung bekerja.

"Sudah lama rusaknya, sekitar satu tahun. Pasangnya sudah lama. Jadi, ketika akan terjadi longsoran warga mau mengungsi, namun kemarin itu tidak ada (tidak menyala), karena rusak," kata dia.

Sementara itu, Wakil Bupati Nganjuk Marhaen Djumadi mengakui bahwa petugas memang sebelumnya sudah memasang sejumlah titik Early Warning System (EWS), yang digunakan untuk mendeteksi dini bencana alam.

"Di beberapa tempat sebenarnya ada, tapi kemarin itu juga tidak bunyi. Ada yang hilang dan kurang perawatan," kata dia.

Ia mengatakan, alat itu fungsinya otomatis sehingga jika ada bencana alam langsung bisa terdeteksi. Namun, karena tidak berfungsi, akhirnya alat tersebut tidak dapat memberikan informasi peringatan dini kepada masyarakat.

Pihaknya juga menjadikan hal ini sebagai evaluasi, agar tidak terulang lagi dan korban bencana alam bisa dicegah. Terlebih lagi korban manusia. "Nanti pengadaan baru lagi dan ini akan jadi evaluasi," kata dia.

Sementara itu, terkait dengan relokasi warga yang terdampak bencana tanah longsor di Desa/Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk tersebut, Wabup mengatakan hal itu sudah dibahas antara Bupati, Mensos Tri Rismaharini dan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia (Menko PMK) Muhadjir Effendi.

Pemkab juga sudah berencana untuk merelokasi warga ke tempat yang lebih aman. Beberapa skema telah disiapkan antara lain alternatif untuk pindah ke lokasi rumah di Kecamatan Berbek, yang sudah dibangun terlebih dahulu oleh Dinas PUPR Kabupaten Nganjuk maupun akan tukar guling dengan tanah Perhutani yang masih di Kecamatan Ngetos.

"Intinya kami lakukan relokasi, paling tidak ada dua skema. Di Berbek, dulu perumahan yang masih memungkinkan bisa pindah ke situ. Atau di daerah Ngetos tepi jalan juga ada tanah kosong milik Perhutani. Bisa tukar guling atau bagaimana," ujar dia.

Terjadi bencana tanah longsor di Dusun Selopuro, Desa, Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk, Minggu, setelah hujan deras mengguyur daerah ini. Akibatnya 10 rumah rusak, yakni delapan rumah warga tertimbun dan dua rusak berat. Dari 186 orang warga yang terdata di daerah itu, 21 orang dinyatakan hilang. Setelah pencarian, dua berhasil selamat, enam orang masih dicari dan sisanya meninggal.

ANTARA

42 Titik Rawan Bencana Terdeteksi di Sulawesi Selatan

Makassar: Basarmas mencatat ada 42 titik rawan bencana dan kecelakaan di Sulawesi Selatan. Dari 42 titik rawan bencana dan kecelakaan di Sulsel itu, terdiri dari enam titik kecelakaan penerbangan, tujuh titik kecelakaan pelayaran, bencana gempa delapan titik, angin kencang delapan titik, longsor delapan titik, banjir lima titik dan tsunami dua titik.
 
"Dari kejadian pada 2020 itu, sebanyak 2.158 orang yag selamat, meninggal 86 orang, dan hilang 37 orang," kata Kepala Basarnas Makassar, Djunaidi, Selasa, 16 Februari 2021.

Basarnas Makassar juga mencatat pada 2020 ada sebanyak 117 kejadian musibah dari empat musibah. Yaitu kondisi membahayakan manusia 56 kejadian, kecelakaan kapal 49 kejadian, dan bencana alam 12 kejadian. Untuk kecelakaan pesawat nihil.
 
Djunaidi mengatakan selama 2021 hingga Februari, sudah terjadi 14 musibah. Terdiri dari kondisi yang membahayakan orang 10 kejadian, kecelakaan kapal dua kejadian, dan bencana alam dua kejadian. Korban jiwa yang terdampak tapi selamat sebanyak 18.182 orang, meninggal 18 orang dan hilang empat orang.
 
"Karenanya, ke depan, kami sudah punya program 2020-2024, untuk menambah sumber daya manusia (SDM) untuk tim SAR, penambahan shelter, penambahan lahan dermaga, pengembangan pos menjadi kantor SAR, serta menambah potensi SAR sebanyak 200 orang," jelas Djunaidi.
 
Sementara Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat sebagian besar wilayah Indonesia atau sekitar 96 persen dari 342 zona musim, saat ini telah memasuki musim hujan.

 

Mitigasi Bencana Jabar Jadi Rujukan Pembahasan UU Penanggulangan Bencana

Bisnis.com, BANDUNG — Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan kurikulum mitigasi bencana Jabar Resilience Culture Province (provinsi tangguh bencana) menjadi salah satu rujukan dalam pembahasan revisi Undang-undang Penanggulangan Bencana.

"Komisi VIII (DPR RI) meminta masukan terkait penanganan [pandemi] Covid-19, kebencanan, keagamaan, pemberdayaan perempuan, dan lain-lain. Mereka akan meng-copy dan merujuk juga pada cetak biru Jabar tangguh bencana [dalam pembahasan revisi UU Penanggulangan Bencana]," katanya dalam pernyataan yang dikutip Selasa (16/2/2021).

Kang Emil --sapaan Ridwan Kamil-- berujar, Jabar Resilience Culture Province (JRCP) dinilai bisa menjadi acuan atau syarat lengkap yang harus dimiliki provinsi lain di Indonesia dalam penanggulangan bencana.

Kang Emil menjelaskan, JRCP mendorong budaya tangguh bencana sejak sekolah dasar bagi warga Jabar dengan mengusung lima pilar yaitu pendidikan, pengetahuan kebencanaan, infrastruktur tahan bencana, regulasi dan kebijakan, dan ekologi ketahanan.

"Kebencanaan kami berhubungan dengan air karena Jabar dari tengah ke utara datar pasti banjir, sedangkan tengah ke selatan longsor. Jumlah kebencanaan 1.500-1.800 per tahun," kata Kang Emil.

Dalam pertemuan tersebut, Kang Emil juga melaporkan bahwa masing-masing daerah di Jabar menginginkan adanya tindakan cepat kedaruratan terutama di daerah yang dilewati aliran sungai.

“Kalau boleh diizinkan oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS), karena selama ini ada batas kewenangan (pusat) sehingga kadang-kadang uang ada tapi tidak bisa dilakukan,” ucapnya.

“Mungkin di pusat juga harus ada terobosan sehingga daerah yang teknis bisa mempercepat melakukan pertolongan dari sisi kebencanaan,” tambahnya.

Pemprov Sumsel Jamin Stok Bantuan Bencana

REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menjamin stok bantuan bencana untuk mengantisipasi terjadinya banjir dan tanah longsor pada puncak musim hujan Februari 2021 tersedia dalam jumlah cukup.

Stok bantuan bencana terutama beras tersedia cukup banyak, jika sewaktu-waktu terjadi banjir dan tanah longsor bisa segera disalurkan kepada masyarakat yang menjadi korban bencana tersebut, kata Wakil Gubernur Sumsel, Mawardi Yahya di Palembang, Selasa.

Dia menjelaskan, stok beras yang dialokasikan khusus untuk membantu masyarakat jika terjadi bencana pada suatu daerah saat ini tersedia 100 ton per kabupaten dan kota.

Dengan tersedianya bantuan dalam jumlah cukup sesuai ketentuan itu, jika sewaktu-waktu terjadi bencana di suatu daerah, korbannya bisa dibantu dengan cepat sehingga dapat mencegah terjadinya masalah sosial di lokasi bencana.

"Jika diketahui ada masyarakat mengalami bencana banjir dan tanah longsor, bisa segera diberikan bantuan sehingga dapat dicegah timbulnya masalah sosial seperti rawan pangan," ujarnya.

Bantuan tersebut sifatnya sebagai perlindungan sosial kepada masyarakat yang benar-benar layak menerimanya, untuk menyalurkannya akan dilakukan secara selektif sehingga tepat sasaran.

Beberapa daerah berpotensi terjadinya bencana tanah longsor yang menjadi pusat perhatian seperti Kabupaten Lahat, Empat Lawang dan Kota Pagaralam, mengingat daerah tersebut berada di dataran tinggi.

Sedangkan daerah yang kemungkinan berpotensi terjadi bencana banjir adalah yang berada di kawasan dataran rendah seperti Kota Palembang, Kabupaten Banyuasin, Ogan Ilir, Musirawas, dan Kabupaten Ogan Komering Ilir.

Masyarakat yang berada di daerah tersebut diimbau agar meningkatkan kewaspadaan dari ancaman bencana itu sehingga diharapkan permasalahan sosial akibat dampak bencana pada musim hujan dapat dihindari atau paling tidak bisa diminimalkan, kata wagub.