logo2

ugm-logo

Blog

Future Scenarios for The COVID-19 Pandemic

Meskipun masyarakat sudah mendapatkan vaksin COVID-19, hal ini tidak menjamin penularan kasus COVID-19 sudah berakhir. Informasi dari situs covid19.go.id tercatat sebanyak 3502 suspek COVID-19 di Indonesia. Salah satu strategi yang diupayakan oleh pemerintah untuk menekan kasus ini dengan memaksimalkan capaian vaksin sampai ke daerah terpencil. Rencana ke depan akan dilaksanakan vaksin booster kedua. Sejalan dengan yang disampaikan artikel berikut, vaksin COVID-19 sedang diluncurkan di banyak negara, tetapi tidak berarti krisis hampir selesai. Skenario seperti apa yang kemungkinan dapat terjadi di masa yang akan datang? Apa yang muncul selanjutnya sebagian akan bergantung pada evolusi SARS-CoV-2, perilaku warga, kebijakan pemerintah, pengembangan dan perawatan vaksin dan juga dalam berbagai disiplin ilmu yang lebih luas. Dalam sains dan humaniora akan berfokus pada bagaimana mengakhiri pandemi ini dan mempelajari cara mengurangi dampak zoonosis di masa depan, dan sejauh mana komunitas internasional dapat berdiri bersama dalam upayanya untuk mengendalikan COVID-19. Keputusan lembaga dan pemerintah global, serta perilaku warga di setiap masyarakat, akan sangat mempengaruhi perjalanan ke depan. Ada banyak kemungkinan hasil. Pada satu ekstrem adalah skenario paling optimis, dimana vaksin COVID-19 generasi baru efektif terhadap semua varian SARS-CoV-2 (termasuk yang mungkin belum muncul) dan pengendalian virus dilakukan secara efektif di setiap negara dalam upaya terkoordinasi untuk mencapai kontrol global.

SELENGKAPNYA

Triase saat Bencana

Triase pasien korban bencana adalah tindakan awal yang wajib dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk mengelompokkan korban yang didasarkan pada prioritas pasien. Pengelompokan korban berdasar pada beratnya cedera, kemungkinan untuk hidup, dan keberhasilan tindakan berdasar sumber daya (SDM dan sarana) yang tersedia. Kendala yang sering dihadapi saat melakukan triase adalah pasien korban bencana dalam jumlah besar sementara ada keterbatasan tempat dan SDM yang melakukan triase. Prosedur triase ini harus menjadi perhatian utama yang wajib disiapkan rumah sakit khususnya dalam dokumen hospital disaster plan (HDP). Kajian berikut memberikan gambaran tentang triase pasien sakit kritis atau cedera selama insiden korban massal karena peristiwa seperti bencana, pandemi, atau insiden teroris. Banyak pertanyaan-pertanyaan yang dibahas dalam artikel khususnya pertanyaan yang sering diajukan oleh para klinisi, termasuk "apa itu triase?," "kapan harus melakukan triase?," "apa saja jenis-jenis triase bencana?," "bagaimana melakukan triase?," "apa etika triase?," "bagaimana untuk mengatur triase?," dan "penelitian apa yang diperlukan pada triase?," . Pengambilan keputusan triase sangat penting untuk keberhasilan respons terhadap insiden korban massal. Penerapan triase berbeda di seluruh spektrum respons lonjakan dari konvensional hingga respons krisis. Triase bencana akan semakin kompleks dimana sebagian besar dokter memiliki pengalaman yang terbatas dan sering mengalami kesulitan dalam membuat pergeseran dari perspektif pasien ke populasi. Ditambah lagi jika kondisi rumah sakit collabs akibat bencana atau banyaknya pasien yang tidak terkendali. 

SELENGKAPNYA

Indonesian nurses' perception of disaster management preparedness

Dalam struktur penanganan bencana dan krisis kesehatan, minimal bidang yang tercantum didalamnya adalah komandan, sekretaris, bidang operasional, logistik, perencanaan dan keuangan. Artinya pengetahuan terkait kesiapsiagaan manajemen penanganan bencana dan krisis kesehatan perlu dipahami oleh semua lini profesi kesehatan termasuk perawat. Dalam penanganan bencana perawat dapat masuk kedalam bidang operasional yaitu bidang yang berperan langsung dalam penanganan pasien akibat bencana. Artikel berikut bertujuan untuk menilai persepsi perawat Indonesia tentang pengetahuan, keterampilan, dan kesiapsiagaan mereka tentang manajemen bencana. Disebutkan kesiapsiagaan dan pemahaman perawat tentang perannya dalam menghadapi bencana masih rendah di Indonesia. Oleh karena itu, kapasitas mereka dalam kesiapsiagaan, respon, pemulihan, dan evaluasi bencana perlu ditingkatkan melalui pendidikan berkelanjutan.

Upaya yang diperlukan sangat signifikan karena potensi bencana di Indonesia dan sumber daya perawat yang memadai.Kesiapsiagaan dan kepercayaan perawat dalam menanggapi bencana dipengaruhi oleh pengalaman, pendidikan, dan pelatihan mereka sebelumnya tentang manajemen bencana. Namun, perawat di Indonesia menegaskan dan menegaskan kembali bahwa mereka tidak sepenuhnya siap untuk menangani situasi bencana nyata karena sebagian besar belum melakukan tugas dalam kondisi ekstrem ini. Belum ada program perencanaan bencana yang telah disetujui oleh pusat pelayanan kesehatan di tingkat primer dan rumah sakit, meskipun sebagian besar perawat telah mendapatkan pelatihan penanggulangan bencana. Temuan ini konsisten dengan data sebelumnya dari WHO, melaporkan bahwa kesiapan perawat yang bekerja di layanan medis primer dianggap sebagai prioritas rendah.

SELENGKAPNYA

Diskusi Kurikulum Disaster Health Management : Poltekkes Kemenkes Palu Kunjungi PKMK UGM

kurikulum bencana

Dalam pengembangan kurikulum disaster nursing di prodi pendidikan Ners, termasuk mempertajam kekhususan Poltekkes Kemenkes Palu pada bencana wilayah pantai. Maka tujuan agenda kunjungan ke Divisi Manajemen Bencana Kesehatan (MBK) PKMK FK - KMK UGM ini adalah untuk memperdalam lagi kompetensi dan kurikulum terkait Manajemen Bencana Kesehatan atau Disaster Health Management (DHM) untuk tenaga kesehatan yang diantaranya mahasiswa didik di jurusan keperawatan ini, ungkap Ketua Jurusan Pendidikan Profesi Ners, Doktor Jurana.

SELENGKAPNYA

Bencana Tanpa Batas

Studi sosiologis komunitas manusia dalam bencana telah didasarkan pada peristiwa - peristiwa yang terjadi dengan cepat, terbatas dalam lingkup geografis, dan pengelolaannya dipahami sebagai tahapan - tahapan tanggap darurat, pemulihan, mitigasi dan kesiapsiagaan. Literatur yang lebih baru mempertanyakan konsep - konsep ini, dengan alasan bahwa fenomena yang terjadi secara bertahap seperti kekeringan, kelaparan, dan epidemi patut dipertimbangkan sebagai bencana dan bahwa pengecualian mereka memiliki konsekuensi negatif bagi masyarakat yang terkena dampak, kebijakan publik dalam hal urgensi dan visibilitas dan untuk disiplin itu sendiri sebagai alat - alat analitis penelitian sosiologis tidak dibawa ke dalam peristiwa - peristiwa ini. Penelitii setuju bahwa bencana yang terjadi secara bertahap memerlukan perhatian yang lebih besar dari para ilmuwan sosial dan dalam makalah ini telah membahas dua bencana berkelanjutan yang paling signifikan yang terjadi secara bertahap, dalam lingkup global dan telah menyebabkan dampak besar pada kehidupan, mata pencaharian, masyarakat dan pemerintah yang harus mengatasi efeknya. Bencana - bencana tersebut adalah pandemi virus corona dan perubahan iklim global yang keduanya termasuk dimensi yang menantang definisi bencana yang berlaku. Peneliti memulai dengan pemeriksaan pekerjaan dasar dalam studi sosiologis bencana yang membentuk kerangka konseptual hanya berdasarkan bencana yang terjadi dengan cepat. Fokus peneliti adalah pada beberapa komponen kerangka kerja yang ada untuk mendefinisikan dan mempelajari bencana, yang kami sebut sebagai “perbatasan”. Batas - batas ini bersifat temporal, spasial, pentahapan dan penentuan posisi, yang, menurut pandangan penelitii, harus dikaji ulang, dan sampai tingkat tertentu diperluas atau didefinisikan ulang untuk mengakomodasi berbagai macam bencana yang rentan terhadap dunia global kita. Untuk melakukannya akan memperluas atau mendefinisikan kembali perbatasan ini untuk memasukkan dan mempromosikan pemahaman tentang risiko signifikan yang terkait dengan agen bencana yang bertahap dan berpotensi bencana, dalam lingkup global dan memerlukan kerjasama internasional untuk mengelola. Artikel ini dipublikasikan pada 2021 di jurnal NCBI

SELENGKAPNYA