logo2

ugm-logo

BPPT Ungkap 5 Teknologi Reduksi Risiko Bencana di Indonesia

Jakarta: Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengungkapkan telah mengembangkan lima teknologi untuk mereduksi risiko bencana geologi di Indonesia. Bencana-bencana itu baik tsunami, gempa bumi, gunung meletus, tanah longsor, maupun tanah ambles.
 
"BPPT telah berusaha mengupayakan teknologi terkait bencana-bencana tersebut sebagai bagian dari upaya kami melaksanakan Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2019 (tentang Penguatan dan Pengembangan Sistem Informasi Gempabumi dan Peringan Dini Tsunami)," kata Kepala BPPT Hammam Riza dalam rapat koordinasi nasional penanggulangan bencana 2021 secara daring, Kamis, 4 Maret 2021.
 
Hammam memerinci lima teknologi yang telah dikembangkan BPPT. Pertama, Indonesia Tsunami Early Warning System (INATEWS) atau sensor tsunami yang dapat mengirimkan data berkesinambungan kepada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

 

Data yang diterima BMKG dan BNPB itu yang disebarkan kepada publik sebagai upaya mitigasi bencana tsunami di Indonesia. BPPT juga memiliki sistem Prediksi Kebencanaan Berbasis Kecerdasan Artifisial Tsunami (PEKA Tsunami).
 
"Sistem ini dapat memprediksi tsunami jika terjadi gempa bumi dengan skala tertentu, prediksi waktu tempuh, lokasi tertentu, serta perkiraan tinggi gelombang saat mencapai daratan," beber Hammam.
 
Kedua, Landslide Early Warning System (LEWS). Sistem ini memiliki kemampuan untuk mendeteksi curah hujan yang memicu longsor, deteksi kelembaban tanah, dan perubahan kemiringan tanah.
 
Sistem LEWS juga dapat mendeteksi ketinggian muka air tanah dan percepatan pergerakan tanah. Serta mengirimkan data ke stasiun pusat kendali yang memberi sinyal bahaya longsor.
 
Ketiga, alat pencegah longsor alami atau Biotextile. Alat ini terbuat dari bahan serabut kelapa yang bertujuan mengikat partikel tanah.
 
"Biotextile ini menjadi solusi mengatasi erosi dan tanah longsor yang ramah lingkungan dan tidak menimbulkan polusi," ujar dia.
 
Keempat, Indonesian Network for Disaster Information (INDI). Sistem ini menyatukan informasi kebencanaan untuk mendukung kegiatan mitigasi bencana.
 
"Baik informasi berupa pantauan kondisi alam, kejadian bencana alam terkini, peringatan dini kesiapsiagaan tanggap bencana khususnya di internal. Lalu juga sebagai referensi data dan informasi kebencanaan," ungkap Hammam.
 
Terakhir, Rumah Tahan Gempa (RTG) BPPT. Rumah dibangun dengan berbagai bahan material, khususnya komposit polimer.  
 
"Material komposit ini lebih kuat dan ringan. Ini sebagai upaya kita mendapat konstruksi rumah tahan gempa, siap huni dan dapat dibangun sebaik mungkin," kata Hammam.
 
(REN)

 

Doni Monardo beberkan langkah-langkah BNPB mengantisipasi bencana di Indonesia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah merancang langkah dalam antisipasi bencana di Indonesia.

Upaya pencegahan bencana dilakukan secara bersama-sama dengan seluruh instansi terkait. Termasuk juga terkait dengan perencanaan pembangunan yang berlandaskan pengurangan risiko bencana.

Langkah kolaboratif juga ditunjukkan dengan melibatkan pakar. Hal itu untuk memprediksi ancaman, memperkuat sistem peringatan dini, menyusun rencana kontijensi dan edukasi serta pelatihan kebencanaan.

"Melalui pendekatan kolaborasi pentahelix pemerintah bersama dengan akademisi, dunia usaha, komunitas relawan dan media terus berupaya meningkatkan kesiapsiagaan mulai dari tingkat individu, keluarga dan masyarakat," ujar Kepala BNPB Doni Monardo saat peresmian pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana, Rabu (3/3).

Dari sisi pengetahuan, Doni bilang literasi kebencanaan terus ditekankan. Pentingnya pemahaman terkait potensi bencana perlu dilakukan mengingat Indonesia termasuk daerah rawan bencana.

Berdasarkan penelitian Bank Dunia, Indonesia masuk sebagai salah satu dari 35 negara dengan tingkat risiko ancaman bencana paling tinggi di dunia. Kesiapan yang minim dalam menghadapi bencana akan menyebabkan kerugian yang besar.

"Menteri Keuangan menyebutkan bahwa setiap tahun kita mengalami kerugian ekonomi akibat bencana rata-rata 22,8 triliun rupiah per tahun," terang Doni.

Hal itu belum termasuk kepada kerugian yang berkaitan dengan kehilangan nyawa. Dalam 10 tahun terakhir rata-rata 1.183 jiwa meninggal dunia akibat bencana.

Doni juga menyebut berdasarkan data BNPB, periode Februari 2020 hingga Februari 2021 terdapat total 3.253 bencana. Bila dihitung rata-rata, terjadi 9 kalo kejadian bencana tiap harinya.

"Apakah itu gempa Tsunami erupsi gunung berapi, karhutla, banjir, banjir bandang, tanah longsor dan angin puting beliung," jelasnya.

More Articles ...