logo2

ugm-logo

Mitigasi Bencana di Pelabuhan dan Pesisir Bisa Tekan Kerugian

Kalianda  - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mendorong pentingnya pemahaman potensi bencana di sepanjang pesisir dan perairan Indonesia. Seiring dengan itu sosialisasi mitigasi bencana alam, terutama tsunami, di kawasan pelabuhan dan pesisir pantai bisa kurangi kerugian.

Demikian disampaikan Bramantyo Satyamurti Poerwadi selaku Dirjen Pengelolaan Ruang Laut (PRL) KKP dan Abdul Muhari selaku Kepala Seksi Mitigasi Bencana Pesisir, Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (P4K) KKP, Kamis (14/3).
Keduanya berbicara dalam acara Jambore Pesisir dan Penyadartahuan Potensi dan Mitigasi Tsunami uMelalui Gita Laut yang digelar di Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan, Lampung.

Bramantyo menjelaskan bahwa pemerintah mempunyai perhatian yang besar dalam pencegahan dampak bencana guna mengurangi korban dan memperkecil tingkat kerusakan. Untuk itu, perlunya meningkatan pemahaman tentang berbagai hal ketika terjadi bencana.

“Mitigasi bencana ini sangat penting untuk daerah pesisir. Salah satu contohnya adalah mengajak para nelayan dan pelaku usaha memahami potensi bahaya di pinggir pantai,” jelasnya.

Hal senada juga disampaikan Abdul Muhari selaku Kepala Seksi Mitigasi Bencana Pesisir Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (P4K), KKP.  Dikatakan, pemahaman pada karakteristik tsunami bisa mencegah kerusakan kapal yang lebih parah. Untuk itu, pentingnya sosialisasi mitigasi bencana tsunami agar menjadi perhatian semua pihak dalam mengurangi risiko bencana.

“Selain keselamatan manusia, berbagai infrastruktur di sepanjang pesisir dan pelabuhan sangat rawan ketika tsunami. Seperti pelabuhan nelayan, tempat pelelangan ikan, pertambakan serta perkampungan nelayan dan pelabuhan umum,” ujarnya.

Sebagai informasi, wilayah Indonesia memiliki kawasan pesisir rawan tsunami karena berada diantara lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik. Sejak 1961 hingga 2010, tercatat lebih dari 15 tsunami terjadi di wilayah Indonesia.

Kondisi tersebut, kata dia, sangat rawan bagi ratusan pelabuhan umum dan perikanan di Indonesia. Kerusakan di pelabuhan terjadi sebelum tsunami karena air yang surut, berupa kapal kandas dan kapal tidak bisa dievakuasi. Saat tsunami, fasilitas pelabuhan dan kapal pun terseret ke permukiman sehingga rusak parah dan kerugian menjadi sangat besar.

“Supaya kapal tidak rusak parah maka ketika gempa terjadi, kapal harus dibawah ke tengah laut. Kalau dibiarkan di pesisir atau pelabuhan, kapal tersebut akan rusak parah,” jelasnya.

Mengingat Indonesia merupakan salah satu negara maritim dengan potensi pelabuhan yang banyak, mitigasi bencana di pesisir sangat diperlukan.

 

Sumber: Suara Pembaruan

DPR Minta Pemerintah Permudah Prosedur Pencairan Dana Penanganan Bencana di NTB

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Pengawas Penanganan Bencana DPR meminta pemerintah mempermudah proses pencairan dana penanganan pascabencana gempa di Nusa Tenggara Barat.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, ada kendala terkait penyediaan dan pencairan dana yang akan digunakan untuk membangun rumah warga yang terdampak bencana.

"Orang susah itu enggak ada prosedurnya. Tiba-tiba dia jatuh miskin, tiba-tiba dia kehilangan rumah, tiba-tiba dia kehilangam segala-galanya. Sudah ada yang meninggal dan sebagainya. Sudahlah jangan pakai prosedur, cairkan saja. Itu yang kita inginkan," ujar Fahri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta (13/3/2019).

Hal ini sudah dibicarakan dalam rapat kerja yang membahas tindak lanjut penanganan pascabencana di NTB. Jajaran bupati, wali kota, dan pimpinan DPRD masing-masing

Dalam rapat itu, pemerintah daerah menginformasikan perkembangan pencairan dana penanganan pascabencana sejauh ini. Rata-rata, para bupati dan wali kota menyampaikan pengiriman dana yang belum dilakukan seluruhnya.

Fahri mengatakan pengiriman dana yang baru setengah ini membuat proses recovery tidak maksimal.

"Karena begini, rumah itu kan anggarannya Rp 50 juta untuk menyelesaikan rumah. Ditransfer Rp 25 juta, itu belum jadi karena enggak mungkin orang tinggal di rumah dindingnya enggak ada atau atep enggak ada," ujar Fahri.

Selain itu, pencairan dana baru bisa dilakukan di satu bank saja yaitu Bank BRI. Hal ini menyulitkan proses pencairan dana. Fahri pun meminta pemerintah pusat memudahkan prosedurnya. Menurut dia masyarakat tidak perlu dicurigai atas penyaluran dana ini.

"Kita terlalu takut begini begitu, akhirnya curiga rakyat jadi korban. Berhentilah korbankan rakyat dengan prosedur-prosedur. Kan ini bencana, bencana enggak perlu prosedur, bencana harus cepat," ujar Fahri.

Sementara itu, Bupati Lombok Utara Najmul Akhyar mengatakan pihaknya sudah menerima dana Rp 1,7 triliun untuk pembangunan rumah warga yang hancur karena gempa. Namun, dana tersebut masih kurang sekitar Rp 1,8 triliun.

Najmul mengatakan ada 73.482 rumah rusak milik warga yang harus dibangun kembali.

"Sekarang kita usahakan kita minta ke pemerintah pusat supaya dana segera ditransferkan. Masyarakat kita kan mulai membangun, jangan sampai karena baru dikirim setengah, jadi tidak bisa melanjutkan karena belum ada uang," kata Najmul.

More Articles ...