logo2

ugm-logo

Menurut BMKG, Tsunami 20 Meter Hanya Butuh Waktu 20 Menit Capai Daratan

Jakarta - Ilmuwan Institut Teknologi Bandung (ITB) menyatakan ada potensi tsunami setinggi 20 meter di selatan Pulau Jawa. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan cuma butuh waktu 20 menit bagi gelombang raksasa itu untuk sampai pantai.

"Dari hasil modelling kami, di selatan Jawa kurang-lebih hanya sekitar 20 menit tsunami sudah melanda daratan," kata Kepala Pusat Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono kepada detikcom, Jumat (25/9/2020).

Di selatan Jawa, ada jalur Sunda Megathrust, yakni zona subduksi antara Lempeng India-Australia dengan Lempeng Eurasia. Sunda Megathrust merentang dari pantai barat Sumatera hingga Kepulauan Nusa Tenggara. Jarak antara Pulau Jawa dan Sumatera ke jalur megatrhust sekitar 200-250 km. Dari jalur itu, bisa terjadi gempa besar yang memicu tsunami.

Bila gempa besar dengan magnitudo (M) 9,1 terjadi di zona megathrust, 20 menit kemudian gelombang tsunami akan sampai di pantai. Masyarakat di daratan tidak bakal punya banyak waktu untuk menyelamatkan diri. Masyarakat di kawasan pesisir diimbau untuk tidak menunggu peringatan tsunami dari BMKG. Pokoknya, lari saja ke tempat aman.

"Kalau memang tinggal di dekat garis pantai, kalau merasakan guncangan yang kuat, ya, tidak usah menunggu warning, karena tidak lama kemudian kemungkinan besar tsunami akan terjadi. Begitu ada guncangan, ya lari. Kalau menunggu warning, itu artinya sudah kehilangan waktu," kata Rahmat.

Sistem peringatan dini tsunami (InaTEWS/Indonesia Tsunami Early Warning System) bakal dites pada 6 Oktober nanti, lewat gelaran Indian Ocean Wave Exercise 20 (IOWave20) pada 6 Oktober nanti. Acara itu berupa simulasi gempa bumi magnitudo (M) 9,1 dan respons sistem InaTEWS. Banyak negara yang berpotensi terkena dampak tsunami bakal terlibat.

"Namun, sebaik-baiknya peringatan dini, lebih baik adalah kesadaran masyarakat untuk segera merespons, melakukan evakuasi mandiri," kata dia.

Sebelumnya, ITB menyampaikan hasil risetnya. Tsunami diperkirakan terjadi disepanjang pantai selatan Jawa Barat hingga Jawa Timur. Riset ini juga memakai data dari BMKG dan GPS.

Peneliti ITB Sri Widiyantoro menjelaskan tsunami dapat mencapai 20 meter di pantai selatan Jawa Barat dan 12 meter di selatan Jawa Timur, tinggi maksimum rata-rata 4,5 meter di sepanjang pantai selatan Jawa jika terjadi bersamaan.

Berdasarkan permodelan skenario kebencanaan yang dibikin para ilmuwan ITB, tsunami besar itu terjadi bila segmen-segmen megathrust di sepanjang Jawa pecah secara bersamaan.

428 Jiwa Terdampak Banjir Bandang Sukabumi, 72 Rumah Rusak

Bandung, CNN Indonesia -- Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat menyebut 428 jiwa terkena dampak banjir bandang di 12 desa di tiga kecamatan di Sukabumi.

Sejumlah warga pun masih mengungsi karena rumah milik mereka rusak diterjang banjir bandang.

"Sebanyak 428 jiwa terdata. Selain itu, sebanyak 44 unit rumah rusak ringan, 23 unit rumah rusak sedang dan 49 unit rumah rusak berat," tutur Manajer Pusdalops PB BPBD Jabar Budi Budiman Wahyu, Rabu (23/9).

Adapun korban meninggal dunia akibat banjir bandang tercatat sebanyak dua orang. Sementara itu, satu orang masih dalam pencarian. Selain itu, enam jembatan dan satu unit musala turut dilaporkan mengalami kerusakan.

Banjir bandang yang diakibatkan meluapnya anak Sungai Cicatih tersebut juga memiliki tingkat kerusakan kecil hingga berat. Di Kecamatan Cicurug, terdapat lima desa yang terdampak yaitu, Desa Cisaat, Pasawahan, Cicurug, Mekarsari, dan Bangbayang.

Kemudian, lima desa di Kecamatan Cidahu yang terdampak ialah Desa Babakan Sari, Pondokkaso Tengah, Pondokkaso Tonggoh, Jaya Bakti, dan Cidahu. Sedangkan di Kecamatan Parungkuda terdapat dua desa, yaitu Desa Langensari dan Kompa.

Menurut Budi, tingkat kerusakan di sejumlah desa tersebut bervariasi.

"Tergantung melihat kerusakannya, soalnya ada yang banyak rusak rumahnya tapi ada juga dilihat besarnya kerusakan. Contoh rumah dan jembatan atau TPT, ada yang sedikit rumahnya tapi jembatan putus atau TPT runtuh," jelasnya.

Saat ini, BPBD Jabar bersama BPBD Sukabumi dan unsur relawan masih melakukan pendataan dan evakuasi korban yang terdampak. Selain itu, BPBD bersama unsur yang terlibat, komunitas relawan mengevakuasi korban terdampak serta dua alat berat excavator dan dua dump truck diturunkan.

Dataran Rendah Rawan

Terpisah,  Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan

"Kesimpulan yang didapat adalah bahwa meluapnya Sungai Citarik-Cipeucit dan Sungai Cibojong menjadi faktor penyebab terjadinya banjir bandang," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Raditya Jati, dalam keterangannya, Rabu (23/9).

Berdasarkan hasil monitoring BMKG, curah hujan yang terukur di wilayah Pos Perkeb Tugu Menteng, Kecamatan Lengkong, dan Pos Ganesha, Kecamatan Cisolok, adalah sebesar 88 mm dan 57 mm. Curah hujan tersebut tergolong tinggi sehingga berakibat menimbulkan banjir bandang.

Analisis meteorologi BMKG dari citra radar juga menunjukkan bahwa pada Senin 21 (21/9), pukul 14.08 WIB, terdapat pertumbuhan awan konvektif di Sukabumi bagian utara dan selatan. Awan konvektif tersebut berupa cumulunimbus (CB) yang terbentuk sangat cepat dan intensif.

Dari hasil analisis tersebut, BMKG menyimpulkan bahwa meluapnya Sungai Citarik-Cipeucit dan Sungai Cibojong menjadi faktor penyebab terjadinya banjir bandang.

Hal ini diperkuat analisis sementara dari Pusat Pengendali dan Operasi (Pusdalops) BNPB. Bahwa wilayah kejadian banjir bandang Sukabumi merupakan dataran rendah yang berada di bawah kaki Gunung Salak dan dilalui beberapa sungai, yaitu Sungai Citarik-Cipeuncit dan Sungai Cibojong.

Berdasarkan hasil monitoring bahaya Banjir Bandang InaRisk BNPB, wilayah yang terdampak tersebut juga memiliki indeks bahaya sedang hingga tinggi terhadap banjir bandang.

(hyg/Antara/arh)

More Articles ...