logo2

ugm-logo

Status Tanggap Darurat Banjir di Kalsel Diperpanjang Hingga 10 Februari 2021

BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARBARU - Status tanggap darurat banjir diperpanjang untuk kali kedua oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, Rabu (3/2/2021).

Hal ini diungkapkan Kepala Pelaksana BPBD Kalsel, Mujiyat, setelah pemprov mendapat instruksi dari pimpinan  Satgas Tanggap Darurat banjir.

Untuk Komandan Satgas (Dansatgas) dijabat Gubernur dan Ketua Satgas Harian dijabat Danrem.

Status tersebut diperpanjang, lanjutnya, mengingat normalisasi pasca Banjir di Kalsel belum tuntas.

Dan juga, beberapa daerah telah memperpanjang Status Tanggap Darurat Bencana Banjir, Tanah Longsor dan Puting Beliung.

"Kabupaten Barito Kuala, Kota Banjarmasin, Kabupaten Hulu Sungai Tengah , Kabupaten Tabalong, menyusul Kabupaten Tanah Laut yang memperpanjang Status Tanggap Darurat," ujarnya melalui zoom meeting dengan media.

Pemerintah provinsi, sambung Mujiyat, sudah membuat konsep perpanjangan Status Tanggap Darurat dan akan ditandatangani Gubernur H Sahbirin Noor.

Perpanjangan Status Tanggap Darurat, jelasnya, diprioritaskan untuk sebagian Kabupaten Barito Kuala,  Banjarmasin yang masih tergenang, juga Kabupaten Banjar di antaranya di daerah Kecamatan Sungai Tabuk, Tajau Landung hingga Teluk Selong.

Kalau di Kabupaten Tanah Laut, daerah masih tergenang di Kecamatan Bumi Makmur dan Kecamatan Kurau. Juga, di sebagian Kabupaten Hulu Sungai Tengah. "Karena, di lima daerah tersebut, masih ada yang mengungsi," tambahnya.

Berdasarkan data BPBD Kalsel, jumlah pengungsi yang masih bertahan sebanyak 25.481 orang, dari total keseluruhan pengungsi 135.656 orang. 

Dengan perpanjangan Status Tanggap Darurat hingga tujuh hari ke depan, maka berakhirnya pada 10 Februari 2021.

Menangani Bencana Alam disaat Pandemi Covid

Relawan FKKMK UGM yang sudah bertugas di Sulawesi Barat, Apt. Gde Yulian Yogadhita, M.Epid juga melaporkan beban luar biasa sektor kesehatan dalam bencana kali ini.

Relawan FKKMK UGM, Apt. Gde Yulian Yogadhita, M.Epid. (Foto: VOA)

“Kemarin saya sempat berkeliling juga ke Puskesmas-Puskesmas terdampak, terutama yang di Mamuju. Memang bencana kali ini sungguh sangat berbeda sekali, karena kita selain meresponnya juga harus mematuhi protokol kesehatan,” kata Gde.

Di bencana sebelumnya, pengungsian biasanya dikoordinir untuk mempermudah penanganan. Kali ini, kata Gde pengungsian tersebar dalam begitu banyak titik. Tersebarnya korban gempa semacam ini sangat menyulitkan tenaga kesehatan dari Puskesmas yang harus terus berkeliling. Gde menceritakan, banyak pengungsian diisi oleh satu keluarga besar yang telah memahami satu sama lain, bahwa mereka aman dari resiko Covid-19. Penolakan sering dilakukan jika ada korban lain yang diketahui memiliki mobilitas tinggi sebelumnya.

“Kita agak kesulitan dalam membantu tenaga Puskesmas untuk melakukan skrining ke populasi terdampak. Itulah kenapa, kita membutuhkan lebih banyak lagi tim-tim EMP mobile tipe satu untuk di lapangan,” kata Gde.

EMT yang disebut Gde adalah emergency medical team. Secara global, EMT dikelompokkan dalam 4 tipe, yaitu EMT tipe 1 (outpatient emergency care), EMT tipe 2 (inpatient surgical emergency care), EMT tipe 3 (inpatient referral care) dan additional specialized care team. Sedangkan istilah mobile yang disebut Gde bermakna, tim ini harus mencari, menemukan dan melayani korban, karena mereka tidak bisa mengakses fasilitas kesehatan. Mobile team bekerja di luar fasilitas kesehatan.

“Tim EMP tidak datang ke pos pengungsian besar, kemudian ada banyak pasien. Tetapi harus menyisir, ini akan membutuhkan waktu dan tenaga yang tidak sedikit,” lanjut Gde.

Khusus di Sulawesi Barat ini, kata Gde, tim kesehatan juga membuat sub klaster khusus, yaitu sub klaster ambulans. Petugas ambulans akan melakukan skrining awal bagi pasien korban gempa, sebelum diantar menuju layanan kesehatan yang sesuai. Langkah ini sangat penting untuk memisahkan pasien terindikasi Covid-19 dan tidak, sehingga mereka bisa menerima layanan yang sesuai. [ns/ab]

sumber: VOA

More Articles ...