Laporan Kegiatan
Refreshing First Aid for Refreshing Basic First Aid Training for Non Medical Staff and Community
Puskesmas Marawola - Kabupaten Sigi

PENGANTAR
Pada saat bencana terjadi tenaga non medis harus mampu melakukan pertolongan pertama pada korban karena puskesmas pasti menerima pasien dalam jumlah besar. Masyarakat juga perlahan menyadari bahwa mereka tinggal di daerah rawan bencana. Penting bagi masyarakat siap siaga dalam penanggulangan bencana. Belakangan ini bannyak daerah yang mencanangkan program desa tangguh bencana atau masyarakat tangguh bencana. Manajemen penanganan bencana harus berbasis masyarakat karena pada dasarnya saat bencana terjadi yang dilakukan adalah menyelamatkan diri sendiri dan orang terdekat mereka. Pelatihan ini menyajikan terkait pertolongan pertama saat bencana terjadi pada tenaga non medis dan masyarakat.
PELAKSANAAN
Kamis, 8 Agustus 2019
Pada Kamis (8/8/2019)Tim dari Pokja Bencana Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK - KMK) Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia (HIPGABI) Provinsi Puskesmas Sulawesi Tengah mengadakan refresh mengenai pertolongan pertama pada gawat darurat di Marawola, Kabupaten Sigi. Pada Hhri ketiga kegiatan pertolongan pertama pada gawat darurat berfokus pada materi kegawatdaruratan dengan peserta adalah tenaga non medis Puskesmas Marawola dan Masyarakat. Mereka dibagi menjadi dua ruangan, karena mempertimbangkan ada sedikit perbedaan isi materi dan teknis penyampaian materi. Masyarakat yang dimaksud sebagai peserta terdiri dari kader kesehatan, kepala dan perangkat desa di Kecamatan Marawola. Materi yang diberikan sama dan system penyampaian materi dengan role play, narasumber bergantian untuk menyampaikan materi di dua kelas sekaligus.
Materi pertama mengenai Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) oleh Sutono, S.Kp., M.Sc., M. Kep. Dalam paparannya, Sutono, S.Kp., M.Sc., M.Kep menyatakan bahwa masyarakat merupakan pihak pertama yang menjumpai kondisi kegawatan sehingga mereka memiliki peran penting dalam menyelamatkan jiwa saat kondisi kegawatan terjadi di masyarakat. Tenaga non medis juga mereka partner kerja tenaga medis dan masyarakat sehingga SPGDT penting untuk dipahami.
Pembicara kedua dalam kegiatan ini adalah Dr. Sri Setiyarini, S.Kp., M.Kes yang menjelaskan mengenai manajemen jalan napas. Sri juga sebagai Ketua Departemen Keperawatan Dasar dan Emergensi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada menjelaskan mengenai berbagai teknik dalam membuka dan mempertahankan kepatenan jalan napas bagi korban dengan penurunan kesadaran.
Paparan ketiga disampaikan oleh perwakilan dari HIPGABI Sulawesi Tengah, Surianto, S.Kep., Ns., M.Kes. dengan topik konsep luka dan teknik pembalutan. Dalam penjelasan yang disampaikan bahwa teknik pembalutan yang baik adalah teknik balut yang dapat menghentikan perdarahan yang terjadi, namun tidak menimbulkan gangguan sirkulasi pasca pembalutan.
Materi keempat disampaikan oleh Bayu Fandhi Achmad, S.Kep., Ns., M.Kep. dengan tema Basic Life Support (BLS). Pada kesempatan itu beliau menjelaskan mengenai pentingnya Resusitasi Jantung Paru (RJP) untuk dilakukan sesegera mungkin pada korban dengan kondisi henti jantung. Lebih jauh Bayu Fandhi Achmad, S.Kep., Ns., M.Kep. juga menjelaskan mengenai teknik dalam melakukan RJP pada awam.
Pembicara terakhir dalam kegiatan ini adalah Eri Yanuar A.B.S., S.Kep., Ns., M.NSc.IC., dengan tema patah tulang dan pembidaian. Dalam paparannya dijelaskan bahwa masyarakat sering terkecoh oleh fraktur tertutup karena secara fisik tidak terdapat luka di kulit pasien sehingga diharapkan masyarakat lebih teliti dalam melakukan pengkajian patah tulang pada pasien.
Jumat, 9 Agustus 2019
Pokja Bencana Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia (HIPGABI) Provinsi Sulawesi Tengah kembali mengadakan refresh mengenai pelatihan pertolongan pertama pada gawat darurat di Puskesmas Marawola, Kabupaten Sigi. Pada Hari kedua ini kegiatan berfokus pada praktik managemen kegawatdaruratan.

Pada pelatihan ini peserta dilatih empat skill yaitu resusitasi jantung paru (RJP), managemen jalan napas, pembalutan dan pembidaian, serta ambulasi dan transportasi. Pada kesempatan ini peserta secara antusias mencoba praktik keempat skill secara bergantian dan didampingi oleh instruktur sehingga setiap peserta dapat melatih skill - nya secara lebih mendalam.
Sebagian peserta kegiatan pelatihan ini mengatakan bahwa masyarakat jarang sekali terpapar dengan kegiatan semacam ini sehingga dengan adanya kegiatan pelatihan ini membuat pengetahuan dan keterampilan kegawatdaruratan dapat mengasah kemampuan yang dimiliki yang dimiliki.
Penutup
Pelatihan ini bermanfaat bagi tenaga non medis di puskesmas untuk upgrade pengetahuan dan keterampilan terkait pertolongan pertama saat bencana. Demikian juga bagi masyarakat, melalui peatihan ini masyarakat dapat terlibat dalam sistem penanganan bencana sektor kesehatan.
Foto : PKMK FK-KMK UGM
Reporter : Bayu Fandhi Achmad



Pada Kamis (1/8/2019) pembukaan dimulai pada pukul 09.00 WIB. Dalam sambutanny,a drg. Hari Setyono selaku kepala Puskesmas Marawola mengatakan belajar dari pengalaman bencana, memang Puskesmas sempat mengalami chaos. Karena wilayah kerja puskesmas termasuk rawan bencana maka penting untuk mempersiapkan penanganan bencana sejak dini. Sedangkan dr. Redison selaku kepala bidang pengendalian masalah kesehatan dinas kesehatan kabupaten Sigi dalam membuka acara secara resmi mengatakan bahwa sebenarnya sudah ada beberapa kegiatan untuk penanggulangan banjir. Tetapi kejadian kemarin itu benar - benar di luar kendali, sehingga Sigi memang harus lebih siap dalam menghadapi bencana. dr. Bella sebagai perwakilan PKMK FK - KMK UGM menyampaikan harapannya agar Puskesmas Marawola bisa menjadi pilot untuk puskesmas lainnya di Kabupaten Sigi serta mampu mendampingi masyarakat dalam kesiapsiagaan bencana.
Selanjutnya penyampaian materi pertama terkait puskesmas model. Pemateri menyampaikan ke depannya, pemerintah pusat akan menetapkan bahwa seluruh fasilitas kesehatan harus aman. Bukan hanya aman dari segi bangunan saja melainkan juga isinya secara keseluruhan yang ada di dalam seperti SDM dan sistemnya. Karena itu pelatihan penanggulangan bencana penting bagi petugas di fasilitas kesehatan. Namun, pada kenyataannya banyak petugas bencana yang sudah dilatih tetapi masih bingung pada saat terjadi bencana. Seharusnya fasilitas kesehatan harus bisa operasional dalam situasi gawat darurat dan bencana. Fasilitas kesehatan yang aman berdasarkan kebutuhan ekonomi, sosial, moral, dan keharusan etis.
Materi kedua tentang komponen puskesmas disaster plan. Pakem yang disampaikan adalah pakem secara umum, nantinya masing - masing puskesmas yang akan mengembangkan sendiri bagaimana sebaiknya aturan penulisan dalam dokumen disaster plan. Apakah akan mengikuti penulisan yang sudah ada? Atau penulisan sesuai akreditasi puskesmas?. Komponen - komponen puskesmas disaster plan antara lain, pendahuluan, gambaran umum puskesmas, pengorganisasian, analisis resiko, SPO/prosedur penanganan, rencana tindak lanjut, dan penutup.
Pada hari kedua materi keempat adalah tentang Dinkes Disaster Plan Kabupaten Sigi. Materi ini disampaikan oleh Sutarto, SKM selaku ketua tim penyusun dokumen disaster plan dinas kesehatan Kab. Sigi. Materi Dinkes Disaster Plan bertujuan untuk mengenalkan dan mencocokkan dokumen disaster plan dinkes Sigi yang telah disusun sebelumnya oleh tim penyusun dokumen disaster plan dinas kesehatan Kab. Sigi bersama tim PKMK UGM dengan dokumen disaster plan yang akan dibuat oleh Puskesmas.Dokumen disaster plan Dinkes Sigi belum baku dan belum bagus. Tapi ini bisa menjadi acuan untuk diajukan dalam perencanan penanggulangan bencana ke depannya.
Materi keenam terkait analisis risiko yang bertujuan untuk mengetahui potensi ancaman di daerah sekitar sehingga kita dapat menentukan prioritas. Analisis resiko dilakukan dengan menghitung ancaman dan seberapa besar berdampak pada masyarakat yang pernah terjadi di wilayah kerja puskesmas hingga 25 tahun yang lalu. Potensi ancaman bencana dalam wilayah puskesmas akan menyesuaikan dengan potensi ancaman bencana yang telah dibuat oleh dinas kesehatan Kabupaten Sigi. Jangan sampai potensi bencana tidak ada di dinkes Kab.Sigi tapi ada di wilayah kerja Puskesmas.
Pada hari ini, disampaikan materi ketujuh terkait data dan informasi. Seluruh kegiatan relawan akan direkap setiap harinya oleh bagian data dan informasi. Data Informasi dimaksudkan agar kita bisa menyediakan data yang diperlukan orang - orang di atas untuk mengambil kebijakan. Jangan sampai data kesehatan yang diterima di pusat bukan dari sektor kesehatan. Contohnya di Pandeglang Banten, data fasilitas kesehatan yang rusak didapatkan dari BPBD. Di puskesmas data dan Informasi bisa dikerjakan oleh petugas sistem pencatatan dan pelaporan tingkat puskesmas (SP2TP).
Materi kedelapan terkait standar pelayanan minimal. Batas minimal kebutuhan hidup bagi korban/pengungsi yang bila tidak terpenuhi, akan menimbulkan masalah kesehatan. Dalam penanggulangan krisis kesehatan diperlukan standar sebagai acuan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang terdiri dari standar manajemen kesehatan dan pelayanan kesehatan dasar (sub-subklaster). Setiap puskesmas rawat inap minimal memiliki tim EMT tipe 1-fixed sedangkan puskesmas non rawat inap minimal memiliki tim EMT tipe 1-mobile. Jika di puskesmas sudah memiliki TRC, namanya bisa diganti menjadi tim EMT mobile.