logo2

ugm-logo

Proses Mitigasi Bencana Kekeringan

KOMPAS.com - Bencana kekeringan menyebabkan pepohonan mati dan sumber air mengering. Akibatnya masyarakat kesusahan dalam mendapatkan pasokan air dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Kekeringan tidak hanya menyusahkan masyarakat dalam mendapatkan air, tetapi juga membuat banyak masyarakat kehilangan pekerjaan.

Contohnya petani yang mengalami gagal panen, sehingga hasil produksi menurun dan warganya terancam kelaparan.

Kekeringan dan gejalanya

Menurut Djauhari Noor dalam buku Pengantar Mitigasi Bencana Geologi (2014), kekeringan merupakan bencana yang disebabkan oleh minimnya ketersediaan air, sehingga kebutuhan air manusia dan makhluk hidup tidak bisa tercukupi.

Bencana kekeringan memiliki dua ciri utama, yaitu:

  1. Curah hujan di suatu kawasan mengalami penurunan atau di bawah normal.
  2. Pasokan air di suatu daerah mulai berkurang, biasanya diukur dari tingkat elevasi atau ketinggian permukaan air.

Kekeringan sangat berdampak pada kesehatan tubuh manusia, tumbuhan dan hewan. Jumlah pangan juga cenderung menurun saat kekeringan karena produksi pertanian mengalami gagal panen atau lainnya. 

Proses mitigasi bencana kekeringan

Agar bisa meminimalisir dampak bencana kekeringan, diperlukan serangkaian proses mitigasi bencana kekeringan. Bagaimana prosesnya?

Melansir dari situs BPBD DIY, proses mitigasi bencana kekeringan memerlukan peran pemerintah dan masyarakat daerah tersebut. Jika keduanya saling bekerja sama dan melengkapi, maka dampak buruk kekeringan bisa diminimalisir.

Upaya mitigasi bencana diawali dengan langkah-langkah pemerintah, seperti berikut:

  1. Penyusunan peraturan pemerintah yang berisikan pengaturan sistem pengiriman data iklim dari daerah ke tingkat pusat.
  2. Penyusunan perda atau peraturan daerah. Isinya berupa penetapan skala prioritas penggunaan air berdasarkan historical right serta asas keadilan.
  3. Pembentukan posko kekeringan di tingkat pusat dan daerah.
  4. Penyediaan anggaran khusus untuk pengembangan jaringan pengamatan iklim di kawasan rawan kekeringan.
  5. Pengembangan jaringan pengamatan iklim di kawasan rawan kekeringan.
  6. Pemberlakukan sistem reward dan punishment untuk warga yang melakukan upaya konservasi atau rehabilitasi sumber daya air serta hutan.

Proses mitigasi bencana ini bisa dibarengi dengan upaya masyarakat dalam meminimalisir dampak bencana kekeringan, yakni:

  1. Memanfaatkan sumber daya air secara lebih efektif dan efisien.
  2. Memprioritaskan penggunaan air untuk keperluan minum dan masak atau keperluan air bersih lainnya.
  3. Menanam banyak pohon di sekitar kawasan rawan kekeringan.
  4. Membuat waduk yang disesuaikan dengan kondisi geografisnya.
  5. Memperbanyak daerah resapan air.
  6. Melakukan panen dan konservasi air. Panen berarti menampung banyak air hujan atau air saat curah hujannya tinggi. Konservasi artinya menggunakan air secara hemat dan sesuai kebutuhan.

Cilacap jadi tuan rumah peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana 2021

Cilacap (ANTARA) - Peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB) Nasional Tahun 2021 dipusatkan di Cilacap, Jawa Tengah, pada 26-27 April, kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cilacap Tri Komara Sidhy.

"Cilacap dipercaya sebagai tuan rumah peringatan HKB Nasional Tahun 2021. HKB yang diperingati setiap 26 April ini akan diisi dengan kegiatan simulasi bencana gempa bumi dan tsunami," kata Tri Komara saat dihubungi di Cilacap, Selasa.

Ia mengatakan kegiatan tersebut semula akan digelar secara serentak di dua desa dan lima kelurahan se-Kabupaten Cilacap pada hari Senin (26/4), pukul 10.00 WIB, dengan dihadiri oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo.

Oleh karena pada hari Senin (26/4) ada agenda rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo, kata dia, Kepala BNPB Doni Monardo baru bisa hadir di Cilacap pada hari Selasa (27/4), sehingga kegiatan simulasi tersebut akhirnya dilaksanakan dalam dua hari.

Dalam hal ini, kegiatan simulasi bencana pada Senin (26/4) dilaksanakan di Desa Gombolharjo, Kecamatan Adipala, serta Kelurahan Cilacap, Tegalkamulyan dan Tambakreja, Kecamatan Cilacap Selatan, serta Kelurahan Gunungsimping dan Donan Kecamatan Cilacap Tengah.

"Kegiatan simulasi pada Senin (26/4) akan dipantau secara langsung oleh Pak Bupati beserta Wakil Bupati, Pak Sekretaris Daerah, dan sejumlah pejabat BNPB," kata Tri Komara.

Ia mengatakan kegiatan simulasi pada Selasa (27/4) akan dilaksanakan di Desa Bunton, Kecamatan Adipala, serta dihadiri secara langsung oleh Kepala BNPB Doni Monardo.

Selain memantau pelaksanaan simulasi, kata dia, Kepala BNPB juga akan melaksanakan penanaman bibit pohon di Pantai Cemara Sewu, Desa Bunton.

"Simulasi bencana gempa bumi dan tsunami dilaksanakan pada pukul 10.00 WIB yang ditandai dengan bunyi sirine, kentongan, dan lonceng. Nantinya masyarakat akan lari keluar dari rumah masing-masing menuju titik kumpul di halaman dan selanjutnya menyelamatkan diri ke tempat evakuasi dengan tetap menerapkan protokol kesehatan karena masih dalam suasana pandemi COVID-19," katanya.

Bersamaan dengan pelaksanaan simulasi, kata dia, pihaknya juga akan melakukan uji coba tsunami early warning system (TEWS) di sepanjang pantai Cilacap.

Lebih lanjut, Tri Komara mengatakan sebagai salah satu daerah dengan tingkat kerawanan bencana tertinggi di Indonesia, simulasi kebencanaan penting dilaksanakan di Cilacap untuk meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan masyarakat dan pemangku kepentingan dalam menghadapi risiko bencana.

Selain itu, simulasi bencana juga ditujukan untuk meningkatkan partisipasi dan membangun budaya gotong royong, kesukarelawanan, serta kedermawanan para pemangku kepentingan baik di tingkat pusat maupun daerah.

"Dalam simulasi tersebut, masyarakat diarahkan untuk melakukan evakuasi mandiri dan mengetahui tempat evakuasi sementara (TES) terdekat di lingkungan masing-masing," katanya.

Menurut dia, evakuasi mandiri penting dilaksanakan namun jangan sampai melupakan keluarga agar tidak jatuh korban.

Terkait dengan tempat evakuasi, dia mengatakan di wilayah kota Cilacap saat sekarang telah ada 45 shelter evakuasi vertikal yang struktur bangunannya telah dikaji oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

"Kami sejak tahun 2014 juga telah menjalin kerja sama dengan pengelola bangunan yang dijadikan shelter evakuasi vertikal tersebut," katanya.

More Articles ...