logo2

ugm-logo

Langkah-langkah Mitigasi Bencana Kekeringan

KOMPAS.com - Daerah tropis mengalami musim kemarau atau musim kering yang dipengaruhi oleh sistem muson. 

Saat musim kemarau, curah hujan per bulan turun menjadi di bawah 60 mm per bulan (atau 20 mm per dasarian) selama tiga dasarian berturut-turut. 

Wilayah tropis di Asia Tenggara dan Asia Selatan, Australia bagian timur laut, Afrika, dan sebagian Amerika Selatan adalah wilayah-wilayah mengalami musim kemarau.

Mitigasi bencana kekeringan

Dilansir dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DI Yogyakarta, berikut adalah langkah-langkah mitigasi bencana kekeringan:

1. Masyarakat di sarankan untuk memanfaatkan sumber air yang ada secara efektif dan efisien.

2. Memprioritaskan pemanfaatan sumber air yang tersedia untuk keperluan air baku dan air bersih.

3. Menanam pohon sebanyak-banyaknya di lingkungan sekitar.

4. Membuat waduk yang disesuaikan dengan keadaan lingkungan.

5. Membuat dan memperbanyak resapan air dengan tidak menutup semua permukaan dengan plester semen atau keramik.

6. Memberikan perlindungan terhadap sumber air bersih yang tersedia.

7. Melakukan panen dan konservasi air. Panen Air adalah metode pengumpulan atau penampungan air hujan atau air pada aliran saat curah hujan tinggi. Tujuan panen air ini adalah menyediakan tampungan air bersih saat curah hujan menurun. 

Sementara itu, saat terjadi bencana kekeringan, ada langkah-langkah penanganan yang dapat dilakukan, yakni:

1. Membuat sumur bor untuk mendapatkan air.

2. Menyediakan air bersih dengan mobil tangki yang sudah di sediakan oleh dinas terkait.

3. Melakukan penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan.

4. Menyediakan pompa air.

5. Melakukan pengaturan pemberian air untuk pertanian secara darurat.

Selain masalah persediaan air bersih, perhatikan kebakaran lahan dan hutan yang lebih rentan terjadi saat musim kemarau. Oleh sebab itu, lebih bijaklah dalam melakukan pembakaran sampah di sekitar lingkungan.

Big Data Bisa Dimanfaatkan buat Mitigasi Bencana, Bagaimana Cara Kerjanya?

Jakarta - Bencana alam yang terjadi akhir-akhir ini menyadarkan pentingnya sistem mitigasi yang tangguh. Dalam hal ini, big data disebut dapat mewujudkan mitigasi 4.0 untuk mengurangi risiko bencana alam.

Big data merupakan kumpulan data yang sangat besar, baik yang terstruktur maupun yang tidak struktur sekali pun. Sederhananya, big data adalah pengumpulan dan penggunaan informasi dari berbagai sumber untuk membuat keputusan yang lebih baik.

Dalam diskusi yang digelar oleh Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Sumberdaya Manusia (Fema) IPB University dengan tema 'Pemanfaatan Big Data dalam Mitigasi Bencana sebagai Bentuk Komunikasi Risiko dan Krisis' baru-baru ini, Founder PT Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi, mengungkapkan bahwa berita dari media daring lebih terstruktur dan mengandung data kebencanaan.

"Dengan mengekstrak data bencana menggunakan teknologi komputasi bahasa, berita daring menjadi lebih representatif dan membahas apa yang tidak ada di media sosial. Karena media sosial cenderung terkena bias pengguna," kata Ismail dalam rilis dari IPB yang diterima detikEdu, Selasa (21/12/2021).

Ia menjelaskan, cuitan warga internet (warganet) di media sosial mengenai kejadian bencana menjadi sumber penting untuk mendapat informasi kebencanaan. Menurutnya, data dari Open Source Intelligence dapat menjadi pemantauan dan analisis kebencanaan di seluruh Indonesia.

Founder Drone Emprit tersebut menambahkan, informasi dari data tersebut dapat diklasifikasi dalam beberapa kategori, yaitu peristiwa bencana, penyaluran bantuan dan lokasi bencana. Dalam hal ini, klasifikasi informasi penting dibuat agar informasi menjadi bermakna untuk monitoring dan analisis.

Sistem big data dapat menjadi masukan bagi strategi komunikasi dan penyusunan kebijakan. Ismail berharap strategi komunikasi diperlukan agar publik menjadi subjek dalam mitigasi bencana.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Jurnalis Bencana dan Krisis Indonesia, Ahmad Arif, mengatakan bahwa beberapa negara sukses menggunakan big data selama pandemi, seperti China dan Korea Selatan. Menurutnya, big data dapat dimanfaatkan sebagai komunikasi risiko.

"Di Indonesia, pengendalian data informasi masih dikendalikan oleh pemerintah. Contohnya, data kematian selama pandemi COVID-19 masih berbeda-beda. Komunikasi risiko masih bersifat inkonsistensi," ujar Ahmad.

More Articles ...