logo2

ugm-logo

Peningkatan kapasitas warga kunci perkecil dampak bencana di Kotim

Jakarta (ANTARA) - Peningkatan kapasitas warga mengenai kondisi kebencanaan dinilai menjadi kunci untuk memperkecil dampak bencana hidrometeorologi yang menahun terjadi di pesisir Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kotawaringin Timur Multazam mengungkapkan hal tersebut dalam siaran daring bertajuk “Teropong Bencana” Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang dipantau di Jakarta, Rabu.

Menurut Multazam, peningkatan kapasitas yang dimaksud dapat dilakukan di antaranya dengan memberikan pendampingan, dan pendidikan literasi seputar situasi kebencanaan kepada warga.

Pihaknya menilai hal tersebut menjadi penting sebab sebagian besar warga di pesisir Kotim memilih tinggal dan bermukim di seputar bantaran sungai dan bertahan saat terjadi banjir.

Bahkan, ia menyebutkan, warga terus menolak untuk direlokasi ke tempat dataran jauh dari sungai, meski sudah dibangunkan rumah yang layak dari Dinas Sosial setempat.

Ia pun mencontohkan kondisi ini seperti yang terjadi Desa Hanjalipan, Kecamatan Kota Besi dan tujuh desa lainnya yang berada di Kecamatan Cempaga Hulu, Cempaga, Tualan Hulu.

“Warga setempat menolak direlokasi karena ada budaya atau nilai sosiologis yang melekat berkaitan dengan livehood mereka yang berprofesi sebagai nelayan. Karena tidak ada titik temu maka kalau begini kapasitas mereka harus ditingkatkan sehingga risiko mengecil,” ujarnya.

Pusdalops BPBD mencatat hampir setiap tahun ketika hujan deras dan ditambah pasang surut tujuh kecamatan tersebut pasti akan terdampak banjir atas luapan Sungai Mentaya.

Data terbaru pada Minggu (25/2), banjir setinggi 2 meter lebih menggenangi ratusan rumah, gedung sekolah, hingga tempat ibadah dari delapan desa di tujuh kecamatan itu.

Kemudian dilaporkan tim Pusdalops BPBD, dari 1.816 orang warga yang terdampak banjir, sebanyak 61 orang yang berhasil dievakuasi selebihnya tertahan di rumah.

“Tim kami terus berusaha meski mengalami kesulitan karena harus estafet dari darat, kemudian menggunakan perahu karet menyusuri setiap lokasi banjir,” ujar Multazam.

Terlepas dari itu, ia memastikan hingga saat ini timnya masih bersiaga di lokasi kejadian untuk memastikan keselamatan dan kesehatan para korban terlebih hingga hari ini banjir masih menggenangi wilayah itu.

Waka MPR Bicara Pentingnya Mitigasi Bencana Hadapi Perubahan Cuaca

Jakarta - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengungkapkan cara menghadapi perubahan cuaca yaitu dengan meningkatkan kewaspadaan masyarakat dan mitigasi bencana melalui sosialisasi yang berkelanjutan. Langkah kewaspadaan ini dinilai penting untuk dilakukan.

"Beberapa waktu lalu pasca pesta demokrasi terjadi sejumlah bencana di berbagai wilayah Indonesia. Kondisi itu harus diwaspadai dan disikapi dengan langkah-langkah yang tepat," ujar Lestari dalam keterangannya dikutip Kamis (29/2/2024).

Hal ini dia ungkapkan saat membuka diskusi daring bertema Antisipasi Fenomena Angin Puting Beliung Akibat Perubahan Iklim, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (28/2).

Menurut Lestari, dampak perubahan iklim seperti angin puting beliung, banjir dan tanah longsor harus diwaspadai bersama. Fenomena cuaca yang kita hadapi, sangat penting untuk didiskusikan.

Apalagi, kata dia, isu pemanasan global diduga sangat berkaitan dengan munculnya cuaca ekstrem di sejumlah wilayah.

"Upaya untuk melakukan mitigasi dan menyosialisasikan sejumlah fenoma alam yang terjadi, harus dilakukan agar masyarakat memahami dan mampu melindungi dirinya, keluarga, serta lingkungannya dari dampak perubahan iklim," jelasnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Laksmi Dhewanthi berpendapat perubahan iklim menyebabkan efek gas rumah kaca yang memicu pemanasan global.

Dampak pemanasan global yang terjadi saat ini, adalah peningkatan suhu bumi sebesar 1 derajat Celcius. Bila tidak melakukan upaya apa-apa, akan terjadi peningkatan suhu bumi 1,5 derajat Celcius hingga 2 derajat Celcius.

Pemanasan suhu bumi ini memicu perubahan cuaca ekstrem yang berdampak terhadap lingkungan. Dalam menghadapi kondisi itu, Laksmi mengungkapkan, pihaknya mendorong upaya adaptasi dalam menghadapi cuaca ekstrem.

"Kegiatan adaptasi itu, diupayakan dalam berbagai bentuk antara lain meningkatkan pemahaman mitigasi, pengendalian terhadap sejumlah penyakit dan upaya meningkatkan ketahanan bencana dan iklim," jelasnya.

Dalam membangun kesadaran masyarakat terhadap dampak perubahan iklim, tambah Laksmi, pihaknya membangun kampung iklim dan komunitas iklim yang merupakan intervensi aksi perubahan iklim di 7.000 lokasi di Indonesia.

"Pada tahun ini aksi serupa akan direalisasikan di 20.000 lokasi," ungkapannya.

Direktur Tata Ruang, Pertanahan, dan Penanggulangan Bencana, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Uke Mohammad Hussein mengungkapkan bencana puting beliung bukan merupakan hal baru di Indonesia.

Uke mengungkapkan kajian risiko terhadap dampak cuaca ekstrem antara lain berpotensi mengancam 253 juta jiwa, potensi kerugian fisik bisa mencapai Rp1.962 triliun dan potensi kerugian ekonomi hingga Rp 781 miliar.

Berdasarkan besarnya potensi risiko tersebut, Uke berpendapat, perlunya upaya mitigasi terhadap berbagai pemicu cuaca ekstrem.

Selain itu, tegas dia, juga harus dilakukan upaya intervensi untuk menekan dampak dari cuaca ekstrem yang terjadi.

More Articles ...