Penanganan COVID-19 merupakan hal baru bagi semua lini kesehatan, baik di manajerial seperti dinas kesehatan atau gugus tugas maupun di bidang pelayanan kesehatan, baik di rumah sakit maupun puskesmas. Sekarang ini penanganan COVID-19 tidak bisa hanya mengandalkan rumah sakit rujukan yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk menangani COVID-19. Melihat pengalaman rumah sakit yang bukan rujukan serta Puskesmas juga turut menerima dan melayani pasien COVID-19. Maka mau tidak mau semua lini sistem Kksehatan harus bergerak cepat untuk menilai kapasitas yang dimiliki dalam menghadapi penanganan bencana/COVID-19. Kapasitas yang dimaksud dalam hal ini termasuk sistem komando, fasilitas, sumber daya, dan logistik.
Instansi kesehatan dan pelayanan kesehatan yang sudah memiliki tim atau satuan tugas untuk penanganan COVID-19 dapat langsung diaktifkan. Tim tersebut terbentuk dalam satu struktur organisasi sistem komando berbasis Incident Command System (ICS) yang mencakup komandan, bidang operasional, logistik, perencanaan dan keuangan/administrasi. Dalam struktur organisasi tersebut telah disertakan alur komunikasi antar bidang (internal) dan komunikasi eksternal. Hal yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana masing - masing bidang ini bisa memenuhi kebutuhan mereka selama bertugas? Bagaimana sistem kesehatan dapat menjamin kesinambungan pelayanan kesehatannya secara komprehensif yang dapat dicapai saat terjadi bencana. Dengan memahami sistem pengelolaan logistik yang dibutuhkan jika terjadi bencana, ini akan memudahkan fasilitas pelayanan kesehatan dalam menghadapi situasi kedaruratan. Pengelolaan logistik yang baik di dinas kesehatan, rumah sakit maupun di puskesmas dapat memanfaatkan struktur yang ada dan komunikasi yang efektif antar seksi. Bagaimana seksi logistik dapat memenuhi kebutuhan seksi operasional melalui perencanaan yang optimal. Lebih jauh lagi bagaimana dinas kesehatan, rumah sakit maupun di puskesmas dapat melakukan identifikasi dan pemetaan sumber daya baik di dalam maupun di luar sistem menggunakan jejaring potensial, baik dari instansi pemerintah maupun non pemerintah seperti relawan dan lembaga swadaya masyarakat.
Instansi dan fasilitas kesehatan merupakan pintu masuk dalam penerimaan logistik dari luar daerah ke daerah terdampak bencana. Hal ini menyebabkan kebutuhan skema maupun strategi dalam pengelolaan logistik dalam institusi kesehatan tersebut sangat penting. Bagaimana penerimaan, pencatatan, dan distribusinya, serta quality control logistik di instansi dan fasilitas kesehatan menjadi dasar dari pengelolaan logistik tersebut. Selain itu manajemen relawan kesehatan maupun kader dalam membantu fasilitas kesehatan saat terjadi bencana sebagai salah satu sumber daya yang bisa berdaya guna juga menjadi salah satu kebutuhan pemenuhan bantuan terhadap respon bencana. Namun demikian, kondisi-kondisi dan permasalahan - permasalahan perlu didokumentasi dan dipetakan untuk dicari segera model intervensi terbaik dan jalan keluar jika ada permasalahan, situasi ini juga perlu dikomunikasikan dengan baik ke stakeholder di daerah, pemberdayaan masyarakat maupun nasional sehingga sumber daya dapat terdistribusi dengan baik dan permasalahan kesehatan dapat tertanggulangi. Dengan demikian, tidak hanya fasilitas kesehatan, tetapi stakeholder dan masyarakat dengan mudah mengetahui kapasitas dan kebutuhan layanan kesehatan yang dapat diberikan selama penanganan bencana maupun COVID-19.
Tujuan Workshop
Tujuan workshop ini untuk membahas dasar -dasar aspek logistik, alur identifikasi kebutuhan dan perencanaan sumber daya, prosedur standar apa saja yang diperlukan terkait pengelolaan logistik dan platform komunikasi informasi untuk memperlancar dan meningkatkan efektivitas dan efisiensi permintaan kebutuhan logistik. Workshop ini bertujuan untuk menguatkan aspek logistik pada penanganan bencana atau COVID-19 di instansi kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan.
Output
Peserta memahami alur, tugas dan fungsi perencanaan kebutuhan dalam ICS,
Peserta memahami fungsi fungsi dasar logistik dalam ICS,
Peserta memahami bagaimana mengidentifikasi kebutuhan dan pasokan sumber daya di dalam dan sekitar fasilitas pelayanan kesehatan,
Peserta memahami prosedur standar apa saja yang diperlukan terkait pengelolaan logistik di instansi kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan.
Peserta dan Persyaratan
Kepala instansi kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan,
Staf manajemen instansi kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan,
Satgas COVID-19 di instansi kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan dari komandan/ketua, wakil, sekretaris dan ketua bidang - bidang dalam struktur tersebut
Waktu Pelaksanaan
Hari/Tanggal : Rabu - Jumat / 2- 4 Desember 2020 Pukul : 10.00 – 12.00 WIB Tempat : di tempat masing - masing peserta
Memahami tugas dan tanggung jawab pemenuhan kebutuhan logistik medis dalam struktur ICS pada bencana/COVID-19
Memahami konsep dalam pengelolaan logistik medis di instansi kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan pada saat bencana
Pertemuan II
Memproyeksikan dan memastikan kebutuhan logistik medis dan alat pengaman diri di fasilitas kesehatan dengan standar yang tepat.
Manajemen komunikasi saat respon bencana, pengelolaan relawan dan sumber daya logistik medis di fasilitas pelayanan kesehatan
Pertemuan III
Perencanaan kebutuhan logistik medis di fasilitas kesehatan terintegrasi dengan rencana operasi sektor kesehatan
Memahami platform dan jejaring koordinasi dan kolaborasi sumber daya di luar puskesmas (system Klaster Nasional) dan alur komunikasi permintaan kebutuhan sumber daya ke luar fasilitas kesehatan
Rundown Acara
Waktu
Kegiatan/Materi
Narasumber/Moderator
Pertemuan I : Rabu, 2 Desember 2020
10.00 – 10.10
Pembukaan
PKMK FK-KMK UGM
Moderator :
Madelina Ariani, MPH
10.10 – 10.50
10.50 – 11.05
Materi: Logistik medis dalam struktur ICS pada bencana/covid-19
Kepesertaan : Dewi Catur (0818263653) Konten : Happy R Pangaribuan (085358727172)
Reportase Hari 1
Dok. PKMK FK-KMK UGM “Pemaparan materi Logistik medis dalam struktur ICS (kiri) dan Sesi Diskusi (kanan)”
Forum ini bertujuan untuk menguatkan aspek logistik pada penanganan bencana atau COVID-19 di instansi kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan. Pada pertemuan pertama mengulas bagaimana konsep dasar dalam logistik medik saat bencana melalui dua materi yaitu (1) Logistik medis dalam struktur ICS pada bencana/COVID-19 oleh dr. Bella Donna, M.Kes; (2) Konsep dalam pengelolaan logistik medis di fasyankes saat bencana oleh dr. Sulanto Saleh Danu, Sp.FK. peserta yang mengikuti forum ini melalui akun zoom meeting sekitar 50 orang.
dr. Bella menyampaikan dalam manajemen logistik ada proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, pengawasan kegiatan dan monitoring. Logistik dalam struktur organisasi saat bencana yang berbasis Incident Command System atau sistem komando masuk dalam tim bencana, tim logistik dan manajemen. Selama ini bidang logistik hanya sekedar menunggu, misalnya saat terjadi bencana menunggu kedatangan obat, kedatangan relawan dan sebagainya. Orang yang di dalam logistik seharusnya mampu berpikir bagaimana menreka bisa mendapatkan apa saja yang dibutuhkan tim operasi mulai dari APD, alat, obat, transportasi dan lain - lain. Ada dokumen logistik yang perlu disiapkan, bagaimana melakukan semua perkerjaan dan menuliskannya dalam sebuah dokumen. Sehingga setelah fase respon, bisa diketahui hal - hal apa yang perlu diperbaiki. Dokumen tersebut adalah logistik preparedness, rencana kontijensi dan ceklist.
Selanjutnya konsep dasar dalam logistik medik saat bencana diulas lebih jelas lagi oleh dr. Sulanto Saleh Danu, Sp.FK. Mengawali materi, dr Sulanto mengutip satu quote yang menyatakan perang itu bisa menang atau kalah sangat tergantung dengan tim yang menyiapkan logistik dari perang itu. Artinya banyak yang perlu disiapkan oleh bidang logistik. Kesiapan logistik medik ini ada dalam setiap fase bencana yaitu logistik medik pada fase pra bencana, fase respon dan pasca bencana. Penyimpanan logistik medik bencana tergantung pada fase bencana, tipe bencana, dampak bencana, lokasi bencana, komunikasi dan transportasi. Dalam mempersiapkan logitik medik pada saat respon, penting terlebih dahulu diketahui data informasi situasi di lokasi bencana, informasi ini didapatkan dari tim surveilans dan tim RHA. Dalam menyiapkan logistik medik untuk operasional (pelayanan) harus berdasarkan pedoman pengobatan. Dalam pengiriman distribusi ini ada dua sistem yaitu pull dan push. Fakta yang terjadi di lapangan, biasanya para donator memberikan bantuan langsung ke lokasi tanpa ada koordinasi dan informasi ke petugas logistik (koordinator logistik medik). Bantuan harus melalui koordinator dan dari koorditaor baru dikirimkan ke lokasi sesuai dengan kebutuhan. Dalam donasi juga ada aturannya harus memenuhi standar kualitas. Jika ada barang yang datang tidak sesuai standar petugas logistik harus berani menolak.
Diskusi:
Sesi diskusi membahas beberapa hal diantaranya, bagaimana membangun kerjasama atau MoU dengan institusi yang membidangi perbekalan dan pendistribusian logistik kesehatan; bagaimana mengontrol; bantuan logistik yang datang dan siapa sebenarnya yang memiliki power dalam penanganan bencana di daerah. Selanjutnya peserta dari Apoteker Tanggap Bencana (ATB) juga menyampaikan terkait dengan pengelolaan perbekalan farmasi, ATB akan terlibat. Peran bidang logistik dengan menggunakan sistem komando akan sangat menolong manajemen pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian logistik kesehatan. Dalam logistik ini banyak orang memikirkan hanya barang. Sementara penyediaan sumber daya manusia juga meruoakan salah satu pemenuhan logistik dalam sumber daya manusia. Pada kasus bencana banjir di Tebing Tinggi, banjir ini sudah sering terjadi, seharusnya sudah ada persiapan atau perencanaan jika terjadi lagi. BPBD merupakan koordinator yang memiliki kewenangan dalam penanganan bencana di daerah. BPBD ada dua yaitu BPBD Provinsi dan BPBD Kabupaten/Kota. Jika Tebing Tinggi memiliki BPBD Kota maka BPBD tersebut bekerjasama dengan kepolisian dan TNI untuk menyiapkan perencanaan penanganan banjir seperti mengatur alur akses kendaraan, pengadaan logistik dan manajemen relawan.
Reporter : Happy R Pangaribuan
Div. Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM
Arsip Video
Reportase Hari 2
Dok. PKMK FK-KMK UGM “Pemaparan materi oleh Ibu Ipung mengenai Proyeksi Kebutuhan Logistik Medik di Fasilitas Layanan Kesehatan”
Masih berlangsung forum logistik medik hari kedua. Materi mengenai kebutuhan logistik dan manajemen komunikasi disampaikan secara apik dan jelas oleh kedua pemateri, Sri Purwaningsih, S.Kep, Ners, M.Sc dan Apt. Gde Yulian Yogaditha, M.Epid. Kedua pemateri yang memang sudah berkali - kali berkolaborasi dalam memberikan pelatihan manajemen logistik dalam kerangka Incident Command System (ICS) selama pandemi COVID-19 ini memberikan paparan dan diskusi yang terintegrasi dan saling menguatkan, termasuk hubungan dengan paparan hari pertama dan ketiga.
Sri Purwaningsih yang dikenal dengan sapaan Ipung sangat menekankan bahwa cuci tangan adalah pilar utama Pengendalian Penyakit Infeksi (PPI). Ipung menekankan pendekatan kedisiplinan cuci tangan Di semua pembagian zona untuk penanganan COVID-19 di rumah sakit. Menariknya, bahwa upaya perhitungan logistik erat hubungannya dengan kemampuan melakukan analisis risiko, dan tentu untuk setiap rumah sakit berbeda. Tidak hanya itu, keberhasilan kesiapsiagaan logistik di semua fase bencana/ pandemi saat ini juga berkaitan dengan kejelasan sistem komando yang ada di setiap rumah sakit. Ibu Ipung juga mencontohkan langsung perhitungan Excel untuk logistik COVID-19 di rumah sakit per ruangan per shift yang dibutuhkan.
Sesi diskusi ini tidak kalah menariknya. Moderator bertanya apakah perhitungan logistik ini bisa digunakan untuk perkiraan kebutuhan berbulan - bulan? Tentu jawab Ipung. Meski tetap harus dimonitoring hari per harinya, terutama situasi dan jumlah pasien. Namun, berdasarkan perkiraan kegiatan/tindakan pasien per shift di setiap ruangan maka sudah dapat ditentukan jumlah logistik (APD, jumlah SDM dan sebagainya) hingga beberapa waktu yang sudah ditentukan. Madelina juga menanyakan mengenai kemampuan analisis risiko oleh tim yang disiapkan oleh rumah sakit, bagaimana jika kemampuan analisis risikonya rendah? Ipung langsung merujuk pada PMK 27, apa yang sudah tertulis di ana dan jika diterapkan sesuai dengan kondisi rumah sakit, upaya persiapan logistik berbasis analisis risiko ini akan bisa dilakukan. Strategi tim logistik dan PPI memang tidak hanya satu, jika dimungkinkan menggunakan power komandan/ sistem komando yang ada di hospital disaster plan, sehingga penentuan dan rencana analisis risiko dan PPI menghadapi covid ini menjadi tanggungjawab semua pihak di rumah sakit.
Dok. PKMK FK-KMK UGM “Pemaparan materi oleh Bapa Gde Yulian mengenai Manajemen Komunikasi saat Respon Bencana di Fasilitas Layanan Kesehatan”
Gde Yulian menjelaskan kaitan komunikasi risiko dan krisis terhadap kebutuhan logistik. semakin jelas informasi yang dihasilkan dari manajemen komunikasi risiko dan krisis yang efektif maka semakin jelas pula perhitungan kebutuhan logistik. Mengambil contoh bantuan logistik obat yang tidak tepat sasaran pada situasi bencana yang pernah terjadi, Gde Yulian menekankan pentingnya alur data informasi dari fasyankes hingga dinas kesehatan. Hal ini sangat penting agar para donatur tahu dan benar - benar menyiapkan bantuan logistik sesuai dengan kebutuhan masyarakat terdampak. Model komunikasi krisis pandemi COVID-19 dimana situasi kasus tinggi sedangkan kesadaran masyarakat rendah, maka dapat menerapkan penyampaian informasi yang sederhana tetap berbasis data tetapi menggunakan bahasa yang dapat dipahami oleh setiap level pengetahuan masyarakat. Sederhana tetapi tetang menggugah kesadaran untuk patuh pada protokol kesehatan.
Diskusi dari moderator, Yuditha dan dr. Hendro sangat menarik. Berawal dari kasus yang disampaikan oleh Yuditha mengenai banyaknya rumah sakit yang mengurangi layanan pasien umum, dan puskesmas yang tutup pelayanan akibat berkurangnya SDM kesehatan. Apa yang keliru dari komunikasi koordinasi penanganan COVID-19 seperti ini? tanyanya. Dijawab oleh Gde Yulian bahwa evaluasi proses perlu dilakukan untuk menemukan sumber masalahnya seperti yang dilakukan oleh WHO dalam inter action review penanganan COVID-19 Indonesia dan beberapa negara. Sehingga rekomendasi dari temuan ini akan menjadi perbaikan. Bisa jadi masalahnya ada pada protap yang kurang jelas, pelaporan yang bermasalah, ketabuan dan lain sebagainya. Tidak hanya itu, logistik memang tidak hanya berbicara produk tetapi juga SDM dan bahan makanan misalnya. SDM kesehatan tentunya menjadi logistik yang sangat dibutuhkan pada kasus Yudhita. Ditimpali oleh dr Hendro dari BPBD Cimahi bahwa salah satu tantangannya adalah penerapan sistem komando yang masih lemah antar instansi dalam penanganan COVID-19 , dan masih menganggap logistik hanya bagian kecil.
Sekaligus menutup rangkaian hari kedua, diskusi di atas juga diperkuat oleh pernyataan dr. Bella Donna bahwa tim logistik dan logistik itu sendiri bukan sesuatu yang kecil yang hanya dibebankan pada petugas farmasi dan segelintir orang di dalam sebuah institusi atau fasilitas kesehatan. Logistik merupakan hal yang esensial yang perencanaan dan tindakannya harus dilakukan dengan penuh perhitungan, pertimbangan dan didukung oleh seluruh manajemen atau komando.
Reporter : Madelina Ariani
Div. Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK - KMK UGM
Pada sesi hari ini forum logistik medik fokus membahas bagaimana menyusun perencanaan dalam logistik medik saat becana dan krisis kesehatan. Materi pertama disampaikan oleh dr. Ina Agustina Isturini, M.K.M tentang Perencanaan Kebutuhan Logistik di Fasyankes. Pada paparannya Ina menyampaikan dalam melakukan perencanaan kebutuhan logistik perlu dilakukan kajian kebutuhan secara cepat, bagaimana ketersediaan logistik, SDM, fasyankes, fasilitas infrastruktur dan sebagainya. Hasil kajian kebutuhan tersebut kemudian dibandingkan dengan ketersediaan untuk dinilai kesenjangannya. Perencanaan harus mampu berpikir bagaimana mengatasi kondisi - kondisi yang tidak ideal (kondisi krisis kesehatan). Sumber - sumber pendanaan baik dari APBD, APBN maupun swasta dan masyarakat merupakan salah satu informasi yang dibutuhkan untuk pemenuhan logistik medik.
Selanjutnya pemaparan materi 2 tentang Platform Dan Jejaring Koordinasi, Kolaborasi Sumber Daya di Luar Puskesmas (Sistem Klaster Nasional) oleh Gde Yulian Yogadhita M.Epid, Apt. Potensi bantuan bisa dari dalam, lingkungan sekitar fasyankes, Pemda bahkan dari luar negeri. Koordinasi, kolaborasi dan integrasi sumber daya kesehatan dikoordinir oleh dinas kesehatan. Saat pandemi, banyak referensi literatur internasional yang dapat digunakan untuk membantu perhitungan kebutuhan APD dan logistik medik lain. Berita Acara Serah Terima (BAST) ini penting untuk disiapkan saat menerima bantuan. BAST ini harus dikuantifikasi dalam bentuk nominal (rupiah).
Pada sesi diskusi peserta menanyakan terkait dengan peralatan yang disiapkan oleh tim relawan saat ditugaskan ke lokasi, siapa yang menyiapkan peralatan ini. Ina menyampaikan bahwa ini ada dalam dasar - dasar manajemen bencana. Dalam penanganan bencana ada level kebencanaan yaitu level kab/ kota, provinsi dan nasional. Bencana merupakan tanggung jawab bersama antara pusat dan daerah. Dalam pengiriman tim ini, yang ideal adalah sudah menyiapakan tim sebelum terjadi bencana. Sehingga bisa disiapkan semua peralatan sebelum diberangkatkan. Siapa yang menyiapkan tentu adalah daerah, karena daerah yang bertanggungjawab. Kabupaten/kota memetakan tim di daerahnya, melengkapai perlengkapan sesuai standar. Sekarang yang sedang dikembangkan adalah Emergency Medical Team (EMT), sehingga EMT ini bisa mandiri, mandiri dalam hal menyiapkan peralatan sesuai standar. Karena di lapangan pasti kesulitan, jangan sampai setelah di lapangan malah membebani daerah. Ada panduan klaster kesehatan pada kondisi bencana. Ditekankan lagi oleh dr. Bella Donna, ketika tim berangkat bukan serta merta hanya berangkat. Tapi sudah mengetahui logistik apa yang harus disiapkan.
Peserta juga menanyakan apakah sudah ada ketentuan Standar Bahan dan Pembuatan APD yang dapat digunakan, baik yang dibuat secara fabrikasi maupun industri rumah tangga. Ina mengirimkan beberapa link Panduan APD yang dikeluarkan oleh yankes dan gugus tugas. Sudah ada standar - standar sebagai panduan dan bagaimana standar - standar ini dapat disosialisasikan. Pihak akademisi berperan mensosialisasikan semua pendoman, kebijakan ter - update. Fasyankes membutuhkan informasi ini, karena fasyankes sibuk melakukan pelayanan. Jangan sampai fasyankes termakan oleh berita hoax.
Penutupan
Secara keseluruhan rangkaian forum logistik medik ini berjalan dengan baik. Peserta menyampaikan bahwa materi yang didapat sangat bermanfaat bagi pekerjaan mereka. Selanjutnya forum logitik ini akan diselenggarakan lagi ditingkat nasional dan akan melibatkan institusi terkait. Baik dari Lembaga pemerintah, non pemerintah, dan akademisi. Harapannya Forum Logistik Medik ini dapat meningkatkan manajemen logistik medik dalam penanganan bencana dan krisis kesehatan mulai dari perencanaan sampai dengan implementasi.
DAMPAK PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR DI KOMUNITAS TERHADAP KUNJUNGAN RUMAH SAKIT
Rabu, 26 Agustus 2020
Pengantar
Pandemi Covid-19 ini sudah berlangsung lebih dari enam bulan, dan belum ada tanda tanda untuk berkurang, bahkan di Indonesia, jumlah pasien terus bertambah, dan belum ada tanda tanda untuk kurva epidemi turun (Kemenkes RI, 2020a). Pemerintah sudah berupaya sebaik mungkin untuk menerapkan kebijakan kebijakan mitigasi, termasuk diantaranya pembatasan social. Tujuan dari langkah-langkah mitigasi ini adalah untuk mengurangi penularan, sehingga menunda puncak epidemi, mengurangi ukuran puncak epidemi, dan menyebarkan kasus dalam waktu yang lebih lama untuk mengurangi tekanan pada sistem perawatan kesehatan (Ristyawati, 2020). Pro dan kontra mengenai pembatasan sosial ini terjadi di masyarakat, antara memilih untuk tetap tinggal di rumah dan tidak melakukan aktivitas seperti sekolah, bekerja maupun melakukan aktivitas lain di luar rumah seperti waktu normal. Merekomendasikan bahwa orang yang sakit tinggal di rumah mungkin merupakan tindakan jarak sosial yang paling mudah, dan rencana pandemi harus mempertimbangkan bagaimana memungkinkan anak-anak dan karyawan yang sakit tinggal di rumah dari sekolah atau bekerja (Fong et al., 2020). Namun demikian lebih banyak masyarakat memilih untuk tetap melakukan aktivitas di luar rumah, kebanyakan dari masyarakat yang melakukan ini terdesak karena dorongan factor ekonomi, baik karena tempat bekerja tetap meminta mereka untuk masuk, maupun untuk yang berprofesi sebagai wiraswasta aktivitas di luar rumah untuk mencari nafkah, meskipun belum ada kepastian jaminan kesehatan dari pemberi kerja (Rahmatullah, 2020). Sementara itu, juga ada masyarakat yang tetap beraktivitas di luar rumah karena bosan, hal ini dapat dipengaruhi karena kondisi lingkungan di tempat tinggal mereka yang tidak nyaman untuk ditinggali terus menerus dalam jangka waktu yang lama.Himbauan pemerintah agar masyarakat melakukan pembatasan sosial sebagai salah satu intervensi non medis untuk menekan penyebaran virus Mers CoV-2 dan terjangkit Covid-19 menemui tantangan setelah beberapa minggu, selain karena sebab sebab di atas juga karena masyarakat perlu untuk memenuhi kebutuhan primer bahkan sekunder yang sulit untuk difasilitasi secara daring seperti berbelanja kebutuhan pokok di pasar atau pusat perbelanjaan dan pemenuhan layanan kesehatan.
Yang menjadi perhatian peneliti dalam melatarbelakangi penelitian ini adalah bagaimana kebijakan kebijakan pemerintah pusat maupun daerah terkait dengan pembatasan sosial berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam sector Kesehatan, khisusnya kasus Covid-19 yang dilayani di rumah sakit. Apakah masyarakat memenuhi kebutuhan layanan kesehatannya secara mandiri dengan pengetahuan yang terbatas (swamedikasi), menggunakan metode online (telemedicine) atau tetap melakukan kunjungan ke fasilitas pelayanan Kesehatan seperti klinik, puskesmas maupun rumah sakit. Dengan memperhitungkan jumlah kenaikan kasus covid-19 maka fasilitas pelayanan Kesehatan seperti rumah sakit diharapkan mampu menjalankan fungsinya dengan kesiapsiagaan yang konkrit. Kebutuhan dari lonjakan pasien yang datang ke rumah sakit sudah harus disiapkan oleh Rumah Sakit sejak awal, sehingga diharapkan tidak terjadi penurunan fungsi rumah sakit dalam menghhadapi bencana pandemic ini. Kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan pembatasan sosial termasuk salah satunya pembatasan berskala besar merupakan harapan bagi rumah sakit untuk mengurangi jumlah kenaikan kasus Covid-19 di rumah sakit. Tingkat kepatuhan masyarakat terhadap kebijakan yang sudah dikeluarkan diharapkan bisa memutus rantai penyebaran di masyarakat, sayangnya banyaknya tenaga kesehatan karena kekurangpatuhan masyarakat berakibat kontraproduktif terhadap pelayanan kesehatan sampai tenaga kesehatan menggaungkan tagar #IndonesiaTerserah di postingan sosial media mereka (Adli, 2020). Belum ada penelitian yang khusus mendokumentasikan bagaimana persepsi masyarakat terhadap kebijakan terkait pembatasan sosial berskala besar (PSBB) maupun adaptasi terhadap kenormalan baru berhubungan dengan penurunan kasus Covid-19 di rumah sakit
Tujuan
Divisi Manajemen Bencana Kesehatan akan mengadakan presentasi hasil penelitian berjudul Dampak Pembatasan Sosial di Masyarakat Terhadap Kunjungan ke Fasilitas Kesehatan (Rumah Sakit). Presentasi ini bertujuan untuk memberikan update mengenai proses jalannya penelitian dan hasil yang sudah dikumpulkan dan dituliskan dalam pembahasan penelitian, termasuk kendala-kendalanya. Sesi ini juga membuka masukan masukan dari masyarakat untuk pembahasan yang sudah disajikan tim peneliti dan pengemasan rekomendasi untuk pengambil kebijakan maupun masyarakat.
Output
Penelitian dipresentasikan kepada public melalui seminar terbuka
Peserta memberikan masukan masukan untuk pembahasan yang sudah disajikan tim peneliti dan pengemasan rekomendasi untuk pengambil kebijakan maupun masyarakat.