logo2

ugm-logo

Sering Dilanda Bencana, Indonesia Dukung Penuh GPDRR

Indonesia selalu berperan secara aktif dalam konferensi kebencanaan internasional sejak tahun 2009. Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) adalah forum multi pemangku kepentingan dua tahunan yang diinisiasi oleh PBB untuk meninjau kemajuan, berbagi pengetahuan dan mendiskusikan perkembangan dalam Penanggulangan Risiko Bencana (PRB).


GPDRR memainkan peran penting dalam memobilisasi dan mendorong kolaborasi antara pemerintah, pemangku kepentingan dan sistem PBB untuk mempercepat pelaksanaan pengurangan risiko bencana.

GPDRR 7th akan diselenggarakan di Provinsi Bali. Direktur Jenderal Komunikasi dan Informasi (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Usman Kansong menjelaskan, dengan dipercayanya Indonesia sebagai tuan rumah forum internasional ini, menjadi momentum untuk memperkuat mitigasi dan penanggulangan bencana secara global dan nasional.

“Forum GPDRR menjadi ajang kolaborasi untuk tangguh bencana. Indonesia dan seluruh negara di dunia membahas pentingnya mitigasi dan pengurangan risiko bencana dalam upaya mencapai ketangguhan bencana dan pembangunan yang berkelanjutan,” ujar Usman dalam Temu Media Persiapan Indonesia Jadi Tuan Rumah GPDRR, Kamis (3/10/2022).

Di sisi lain, lanjut Usman, sebagai tuan rumah GPDRR juga secara langsung akan memberikan kontribusi kebangkitan ekonomi lokal, khususnya ekonomi di Pulau Dewata Bali.

Selama ini Bali sebagai provinsi yang mengandalkan sektor wisata untuk menggerakkan ekonomi sangat terdampak akibat pandemi Covid-19.

“Setelah GPDRR, event Presidensi G20 juga akan dilakukan di Bali. Berbagai event yang diselenggarakan di Bali akan memulihkan parisiwata Bali, menumbuhkan kembali perekonomian di Bali,” katanya.

Usman melanjutkan, pemerintah mengajak masyarakat untuk menyambut kegiatan GPDRR dan mengawal kegiatan ini hingga sukses.

Melalui kegiatan GPDRR, pemerintah dan masyarakat dapat membuat banyak program untuk mengurangi risiko bencana, agar dampak dari bencana dapat dikendalikan. Menurutnya, peran media sangat penting untuk mengedukasi masyarakat agar siap menghadapi bencana yang tidak bisa diprediksi kapan akan datang.

“Media kita harapkan bukan membuat panik masyarakat tapi mengedukasi masyarakat agar masyarakat siap menghadapi bencana. Kita hidup di ring of fire, wilayah rawan bencana. Karena itu kita harus siap menghadapi bencana,” ujar Usman.

Usman memberikan perbandingan mitigasi bencana saat gempa yang terjadi di Yogyakarta dan Jepang beberapa waktu lalu. Kekuatan gempa di Yogyakarta dan Jepang memiliki Skala Richter (SR) yang serupa. Namun korban jiwa yang berjatuhan antara Yogyakarta dan Jepang sangat timpang. Jepang disebut Usman lebih siap menghadapi bencana gempa bumi. Oleh karenanya, Usman berharap agenda GPDRR dapat diberitakan dengan baik oleh media agar masyarakat teredukasi dengan baik saat menghadapi bencana.

“Targetnya kita mendapatkan akseptabilitas atau penerimaan dari masyarakat, agar event ini bermanfaat bagi masyarakat, dalam konteks menghadapi bencana,” katanya.

Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB, Dr. Raditya Jati menambahkan, menjadi tuan rumah GPDRR memiliki nilai strategis global. Menjadi tuan rumah merupakan refleksi kepercayaan komunitas internasional atas kepemimpinan Indonesia di dalam isu kebencanaan.

"Indonesia menjadi tuan rumah GPDRR pertama di kawasan Asia Pasifik dan negara kedua di luar Jenewa, Swiss," katanya.

"GPDRR diperkirakan akan berlangsung secara imperson (tatap muka) berlangsung dalam tataran normal baru. GPDRR adalah acara yang inklusi dengan kemungkinan partisipasi yang lusa dan beragam," lanjutnya.

Sementara, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Widiarsi Agustina menjelaskan forum GPDRR adalah pertemuan kemanusiaan, membahas tentang perubahan perilaku masyarakat umum dalam hal memitigasi bencana alam.

GPDRR menurutnya menjadi momentum untuk membangun social movement, kesadaran dan perubahan perilaku masyarakat dalam menghadapi bencana alam.

“Hasil dari pembahasan di GPDRR menjadi roh untuk mencegah kerusakan (akibat bencana) yang akan terjadi di kemudian hari,” ujarnya.

https://sains.sindonews.com

Longgarkan Pembatasan, Singapura Siap Nyusul 'Bye-bye' COVID-19?

Jakarta - Pemerintah Singapura memutuskan membuka perbatasan negara bagi pelancong internasional tanpa harus menjalani karantina. Hal ini diumumkan langsung oleh Menteri Transportasi S. Iswaran.

Kebijakan pelonggaran pembatasan COVID-19 tersebut diambil setelah angka vaksinasi COVID-19 yang tinggi dan protokol manajemen pandemi kian membaik.

"Selama pelancong itu sudah divaksinasi dan dapat membuktikannya, mereka bisa masuk ke negara tanpa karantina," kata S. Iswaran, dikutip dari CNBC, Jumat (11/3/2022).

Sebelumnya, pemerintah Singapura telah menerapkan jalur masuk tanpa karantina bagi pelancong beberapa negara. Persyaratannya adalah pelancong telah divaksin, menaiki penerbangan yang diberi status Vaccinated Travel Lane (VTL), dan menunjukkan hasil tes negatif COVID-19.

Selain Singapura, beberapa negara di Asia Tenggara lainnya juga mulai berencana berdamai dengan COVID-19. Seperti Malaysia akan menerapkan status endemi mulai 1 April mendatang sebagai upaya memulihkan kegiatan masyarakat.

Selain Malaysia, Thailand juga berencana menjalankan kebijakan serupa pada Juli mendatang. Berdasarkan keterangan pemerintah, kebijakan tersebut diambil sebagai upaya pemulihan industri pariwisata yang hancur saat diterpa pandemi COVID-19.

Lantas, bagaimana dengan Indonesia?

Untuk Indonesia, pemerintah masih belum berencana mengubah status pandemi menjadi endemi dalam waktu dekat. Tetapi relaksasi kebijakan pelonggaran pembatasan COVID-19, mulai diberlakukan.

Beberapa kebijakan yang diambil pemerintah yakni pelaku perjalanan domestik yang sudah divaksin lengkap atau booster, tidak perlu menunjukkan hasil tes antigen atau PCR. Selain itu, pemerintah juga sudah memulai uji coba tanpa karantina di Bali bagi pelaku perjalanan luar negeri (PPLN).

More Articles ...