JAKARTA – Sistem komunikasi penanggulangan bencana kekeringan dinilai belum berjalan maksimal. Beberapa wilayah masih terlambat mendata dan melaporkan ada kekeringan yang terjadi di wilayah mereka.
”Banyak informasi ke pusat telat. Daerahnya sudah kekeringan parah baru lapor,” sesal Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono usai memberi sambutan pada sidang ke-15 Commission for Basic System (CBS) yang berlangsung 10-15 September, di Jakarta, Senin (10/9).
Seharusnya, kata Menko, begitu muncul tanda potensi kekeringan, aparat/instansi terkait segera berkoordinasi dengan pemerintah provinsi atau pusat agar antisipasi bencana bisa dilakukan secara dini.
Berdasarkan pengamatan, Menko menuturkan, macetnya informasi terjadi di tingkat kecamatan. Mereka yang notabene lebih tahu soal potensi kekeringan di wilayah mereka kerap alpa memberikan laporan ke institusi pemerintahan di atasnya.
Kendati musim kemarau pada tahun ini sedikit lebih panjang, namun Menko berkomentar fenomena ini masih belum mengancam ketahanan pangan dan energi di Tanah Air. ”Saya sudah kontak Bulog dan Kementerian ESDM, semuanya dipastikan terkendali.”
Kalau pun terjadi kelangkaan pangan lantaran musim kemarau, pemerintah telah memiliki sistem antisipasinya. Sebagaimana diketahui, untuk antisipasi bencana pemerintah telah menyediakan stok beras di gudang beras kabupaten/kota dan provinsi.
Menko Kesra Agung Laksono didampingi Kepala BMKG, Sri Woro Budiati Harijono (paling kanan) beramah tamah dengan peserta sidang ke-15 Commission for Basic System (CBS) yang berlangsung 10-15 September, di Jakarta, Senin (10/9).HUJAN BUATAN
Menjawab soal upaya hujan buatan, Menko mengatakan hal itu belum bisa dilakukan di Pulau Jawa dan sekitarnya lantaran syarat populasi awan yang memadai belum ditemui. Kendati demikian, upaya hujan buatan telah sukses dilakukan di Jambi. Sementara di Riau, langkah hujan buatan dihentikan lantaran di sana telah turun hujan.
Menimpali penjelaskan Menko, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Sri Woro Budiati Harijono mengatakan, berkaca dari fenomena alam saat ini memang upaya hujan buatan sulit diwujudkan.
”Hujan buatan kan modalnya awan dengan kandungan uap air yang cukup dan tiupan angin minimal 8 knot. Modal itu semua belum didapat pada saat ini,’ sebutnya.
Lebih jauh kata Kepala BMKG, musim kemarau yang terjadi pada tahun ini tergolong normal kendati di beberaa daerah kemarau berjalan lebih panjang.
Terdapat tiga komponen yang diperlukan untuk menilai musim secara medis. Pertama interaksi air laut dan atmosfer (<>dipole mode<>), temperatur suhu dan fenomena El Nino. Dari pantauan <>dipole mode<> dan temperatur suhu di wilayah Barat Indoneisa , yaitu Samudera Indonesia normal. Namun di bagian Samudera Pasifik sebelah timur Indonesia.ada Badai El Nino berkekuatan lemah.
Adanya badai El Nino ini, sedikit mengurangi pasokan uap air dari Samudera Pasifik ke wilayah nusantara kendati. Kendati pasokan uap air yang berasal dari wilayah Samudera Pasifik berkurang sedikit, namun hal itu berdampak pada tertundanya musim hujan di sejumlah daerah di Indonesia.
Soal kapan musim hujan bakal tiba di Indonesia, Kepala BMKG berkomentar hal itu sulit untuk dijawab. Menurut dia, setiap zona wilayah memiliki waktu datangnya musim hujan yang berbeda-beda. ”Indonesia memiliki sekitar 320 zona yang berbeda-beda,” imbuhnya.
Namun Kepala BMKG menjelaskan, di beberapa wilayah di Jawa, seperti Lamongan dan sekitarnya misalnya, diprediksi musim hujan di wilayah itu bakal tiba pada awal Desember nanti sumber: http://www.poskotanews.com