Presiden Amerika Serikat Joe Biden menyebut kebakaran yang melalap Los Angeles menjadi yang terburuk sepanjang sejarah. Di tengah dampak perubahan iklim, bila manusianya tidak siap, hal serupa rentan terjadi di belahan dunia lainnya, termasuk Indonesia.
Hingga Sabtu (11/1/2025) dini hari waktu setempat, kebakaran di Los Angeles menghanguskan sekitar 20.000 bangunan. Kebakaran dahsyat itu juga telah menewaskan 10 orang.
Jumlah korban jiwa masih bisa bertambah. Masih banyak area belum aman didatangi tim penyelidik dan penyelamat.
Untuk pemadaman, mulai dari pemerintah kota sampai federal telah mengerahkan setidaknya 7.500 personel pemadam kebakaran. Ratusan mobil pemadam juga diturunkan.
Selain itu, sedikitnya 50 pesawat dan helikopter dipakai untuk memadamkan api dari udara. Namun, berbagai upaya itu belum berhasil karena terkendala angin kencang yang kering
Sama seperti di Indonesia, kebakaran hutan dan lahan adalah fenomena yang umum di Amerika Serikat, terutama di negara-negara bagian California, Nevada, dan Arizona.
Akan tetapi, kebakaran pada tahun ini begitu besar dan dahsyat. Penyebab utama, penyebaran api yang begitu masif adalah embusan kencang angin tahunan Santa Ana. Peran manusia yang tidak siap menghadapi bencana ikut membuat kebakaran semakim sulit diredakan.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan, pada 2023 terjadi fenomena El Nino di Indonesia sehingga kejadian bencana terbanyak adalah karhutla. Ketika berada pada periode El Nino, intensitas dan frekuensi hujan di sebagian besar wilayah Indonesia sangat rendah sehingga intensitas kejadian karhutla lebih tinggi.
”Di 2023, untuk pertama dalam 20 tahun, data BNPB menunjukkan dalam setahun itu kejadian karhutla mengalahkan banjir,” kata Muhari dalam konferensi pers Kaleidoskop Bencana 2024 dan Outlook Potensi Bencana 2025 yang disiarkan melalui BNPB TV, Selasa (7/1/2025).
Sepanjang tahun 2023, BNPB mencatat ada sekitar 5.400 kejadian bencana di Indonesia. Rincian kejadian bencana tersebut terdiri dari karhutla (2.051 kejadian), cuaca ekstrem (1.261), banjir (1.255), tanah longsor (591), kekeringan (174), gelombang pasang dan abrasi (33), gempa bumi (31), serta letusan gunung api (4).
”Di 2023, jumlah kejadian karhutla sangat tinggi, tetapi dampaknya lebih rendah ketimbang luasan lahan yang terbakar akibat karhutla di periode El Nino sebelumnya tahun 2019 dan 2015,” katanya.
Menurut Muhari, hal itu menjadi catatan BNPB bahwa pola pendekatan dan penanganan karhutla dari tahun ke tahun semakin baik. Dengan demikian, meskipun kejadiannya lebih tinggi dari periode El Nino sebelumnya, dampak pada luasan lahan terbakar bisa lebih rendah dari puncak kejadian El Nino periode sebelumnya.